"Apakah kau sudah menjadi hantu yang baik dari golongan kiri?" tanya ayahnya.
 Untunglah, ibunya menengahi dan pembicaraan itu selesai begitu saja. Namun dua minggu kemudian, ketika Udi kembali mendapat liburan dam pulang ke rumah orang tuanya, dia disambut sang ibu dengan sedikit perlakuan memanjakan. Ibunya berkata bahwa selama dua minggu ini, dia tidak bisa tidur setelah mendengarkan cerita anaknya itu.
      Saat ibunya meminta, sersan tentara itu menceritakan bahwa kejadian di mana dia tidak melakukan perintah adalah di sebuah desa bernama Hawara.
      "Apakah kau mengingat nama keluarganya?" tanya sang ibu.
      "Muhsin." jawab Udi.
      "Nama depannya?"
      "Aku tidak tahu. Saya menduga, nama laki-laki itu Ali, atau suatu yang mirip dengan itu."
      Kemudian ibunya membuka di hadapan Udi sebuah album tua, di dalamnya terdapat gambar dua orang gadis di pantai Israel. Keduanya nampak sangat mirip, seperti saudara kembar.
      "Aku pikir, bahwa pertemuanmu dengan perempuan ini terjadi begitu saja. Aku pikir, ini adalah sebuah isyarat dari langit, yang dikirimkan kepadaku, suatu pertanda, yang berkata, bahwa aku sudah saatnya menceritakan rahasia, yang telah aku simpan bertahun-tahun." kata ibunya kepada Udi.
      "Rahasia yang mana?" kejarnya.
      Ternyata ibunya memiliki saudara kembar yang menikah dengan seorang pria Palestina. Keduanya bertemu di tempat kerja yang sama di Yerusalem. Nama suami saudara kembarnya itu adalah: Ali. Karena kakek dan nenek Udi tidak menyetujui pernikahan tersebut, saudara kembar ibunya diusir dan sudah dianggap mati, bahkan mereka melakukan adat atau ritual Shiwe atau Shiva,  yaitu upacara perkabungan Yahudi yang berlangsung selama tujuh hari.