Mohon tunggu...
Albert Purba
Albert Purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Ad Majorem Dei Gloriam

Membahasakan pikiran dengan kata dan aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Orang Baik Absen dalam Gelanggang Politik

14 Februari 2021   18:55 Diperbarui: 14 Februari 2021   19:14 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perjuangan itu harus dibayar mahal oleh gugurnya mereka di medan demonstrasi, namun semua itu tidak sia-sia karena ada perubahan mendasar dalam tata politik dan kebangsaan kita. Kita bisa menyaksikan betapa banyak anak bangsa yang terpilih menjadi pemimpin di pusat maupun daerah karena mereka memang lahir dari rakyat sendiri.

Tetapi tidak bisa juga dipungkiri, banyak juga petualang politik yang menjadi pejabat yang ironisnya berakhir sebagai penjahat. Mereka, baik perorangan maupun berkelompok menjadi garong uang rakyat, memainkan cara-cara kotor dan ketika tertangkap mereka dicap sebagai koruptor. Apakah ini melulu kesalahan mereka? Di satu sisi kita bisa katakan ya! Karena mereka punya kehendak bebas untuk mengatakan tidak kepada korupsi atau cara-cara memimpin yang tidak benar. 

Di sisi lain, kesalahan terletak juga di pundak dan tangan para pemilihnya. Dalam hal ini, kita harus mengingat apa yang sudah sering diingatkan oleh para akademisi politik, bahwa: Rakyat yang bodoh akan melahirkan pemimpin yang bodoh. Pemimpin yang korup dihasilkan oleh pemilih yang tidak kalah korup.

Memang tidak serta merta memilih orang baik mengubah sebuah daerah: kabupaten atau povinsi menjadi lebih baik sebab banyak sekali faktor yang menentukan kemajuan dan kesejahteraan, namun setidaknya orang itu bisa memberi harapan. Dengan memilih orang baik menjadi pemimpin kita berharap keputusan-keputusan politik yang diambilnya adalah sebuah keputusan yang benar-benar berdasarkan pertimbangan moral, dan meski berat dia bersedia memikul risiko itu sebagai salibnya.

Namun untuk melahirkan seorang pemimpin yang baik butuh rahim demokrasi yang baik pula. Rahim demokrasi yang baik yang dimaksud ialah proses dari sejak pencalonan dan pemilihan serta proses berjalannya kekuasaan itu. 

Dalam hal ini, rakyat dan para pemilih pertama-tama yang harus melakukan pertobatan politik dengan berani mengatakan tidak kepada calon yang sudah dikenal tidak baik dan mengatakan ya kepada calon yang memang sudah teruji kapabilitas dan kredibilitasnya. Pertobatan politik ini harus menjadi gerakan bersama, sulit memang tetapi tidak berarti tidak bisa dilakukan. Yang dibutuhkan hanya niat dan keinginan mewujudkan kesejahteraan bersama.

Di sinilah letak urgensi Gereja dan tentunya juga semua pemuka agama yang ada di Indonesia, berbicara dalam politik, supaya terpilih pemimpin yang baik itu. Memang gereja tidak dapat menolak siapa saja yang datang untuk minta didoakan untuk maju sebagai calon pemimpin (kepala daerah). Namun untuk memenangkan orang baik maka gereja harus mengajarkan teologi politik yang menyadarkan warga jemaat tentang cara memilih yang  baik. Yesus sendiri memakai istilah politik dalam khotbah-khotbah-Nya. 

Dia berbicara mengenai surga, tentang Kerajaan Allah. Namun kerajaan yang dimaksud Yesus ini bukan sebuah negara monarki atau republik. Yesus berbicara tentang kedaulatan Allah (Inggris: sovereignity) bukan kerajaan (Inggris: Kingdom). Memang sulit memahami pesan pesan dan partisipasi politik Yesus, sampai-sampai Pilatus dan Herodes sendiri bingung dibuatnya. Albert Noland menulis, bahwa Yesus adalah seorang revolusioner. 

Dia memang bukan tokoh revolusi dalam istilah politik yang mengubah struktur kekuasaan dan ketatanegaraan melainkan tokoh revolusi sosial yang mengubah pola hubungan antara sesama manusia (Noland, 2009:86). Bila teladan ini diikuti oleh para pemangku kekuasaan maka akan tercipta masyarakat yang adil dan makmur.

Gereja harus terlibat dalam politik. Sebab politik itu tidak hanya berurusan dengan kekuasaan melainkan juga dengan kebijakan, keberpihakan kepada kesejahteraan rakyat, harga beras, obat-obatan, pupuk untuk petani bahkan urusan yang paling kecil pun seperti kebersihan dan keindahan lingkungan atau soal tempat parkir kendaraan. 

Politik yang diusung gereja ialah politik moral yang bertujuan menjadikan manusia menjadi lebih manusiawi. Dari perspektif ini pula dapat dikatakan bahwa dunia politik adalah ladang misi bagi gereja, dan menjadi perwujudan dari semboyan: Menjadi Gereja Misioner.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun