Mohon tunggu...
Herdoni Syafriansyah
Herdoni Syafriansyah Mohon Tunggu... Seniman - Tidak Penting.

Herdoni Syafriansyah. Aku adalah cinta, tak hidup tak mati. Tersinggah di tempat paling magis di muka bumi paling manis sejak 7 Oktober 1991 hingga dalam kesadaran sejati.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Peribahasa Musi Banyuasin dan Artinya

28 Agustus 2015   19:22 Diperbarui: 28 Agustus 2015   19:22 4960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     1.    Menggotok embacang tumban kuini = Melempar (buah) embacang jatuh kuini.

            Buah embacang lebih rendah mutunya dibandingkan dengan buah kuini. Jadi lebihkurang arti dari peribahasa ini ialah mencari sesuatu (keuntungan) yang kecil tetapi tidak disangka-sangka ia malah mendapatkan suatu (keuntungan) yang besar.

  1. Bekatak dak mati, ulo dak kepunan = Katak tidak mati, ular tidak dapat bahaya karena tidak mencicip dahulu.

            Arti dari peribahasa ini ialah setiap persoalan /silang sengketa asalkan mampu disikapi secara bijaksana maka dapat ditemukan solusi penyelesaian terbaiknya dimana antara keduabelah pihak tersebut tidak ada yang benar-benar dirugikan.

  1. Semenjak dian duku limpas, baru tagunek tupak ambai = Ketika durian duku tidak berbuah lagi (habis), baru memanfaatkan (buah) tupak (buah ) ambai.

            Buah durian dan buah duku adalah buah yang kualitasnya lebih baik daripada buah tupak dan buah ambai. Ketika musim durian dan duku, maka orang tidak memedulikan buah tupak dan ambai tersebut. Setelah durian dan duku limpas (tidak berbuah lagi), barulah orang melirik buah tupak dan ambai, membeli dan memilih buah tersebut, karena buah durian dan duku sudah tidak ada lagi. Jadi, lebihkurang arti peribahasa ini adalah seumpama orang yang baru akan digunakan atau diperlukan orang, bilamana sudah tidak ada lagi orang lain yang lebih baik. Kalau masih ada orang lain, maka orang tersebut tidak akan diperhatikan atau tidak terpakai. Peribahasa ini memberikan pesan agar di dalam kehidupan ini kita senantiasa sedia untuk berbuat sesuatu  supaya bisa menjadi sesuatu yang baik dan bernilai. Kalau hidup mempunyai nilai, maka orang lain pasti akan memperhitungkan kita.

  1. Walau ayam dak bakukuk, aghai dak urung siang = Walau ayam tidak berkokok, hari tidak urung siang.

            Biasanya sudah menjadi pertanda bahwa ayam berkokok menjelang siang (cat: siang dimaksud dalam Pepatah ini adalah terang hari). Seandainya ayam itu tidak berkokok, maka hari tetap akan siang juga. Jadi arti peribahasa ini adalah walaupun kita tidak dibantu oleh orang lain, maka pekerjaan kita tetap terlaksana. Inilah maksud dari peribahasa: “Meski ayam dak bakukuk … aghai dak urung siang”.

  1. Amon jadi kendak imau, dakke use betanduk panjang = Kalau jadi kehendak harimau, tidak akan rusa bertanduk panjang.

            Biasanya harimau tersebut dinamakan raja hutan, dialah yang dianggap paling berkuasa di hutan –sedangkan binatang lain dianggap enteng atau dianggap lemah, termasuk binatang rusa. Walaupun binatang rusa itu dianggap lemah, belum tentu harimau dapat semena-mena menundukan dan memangsanya. Jadi arti dari peribahasa ini adalah walaupun orang itu kuat dan berkuasa, belum tentu ia dapat menundukan orang yang terlihat lemah; belum tentu orang kuat tersebut dapat memaksakan kehendaknya kepada orang kecil.

  1. Nutuh dan tengiran = Memotong dahan tempat bertengger.

            Kalau dahan tempat kita berpijak itu dipotong, pastilah kita akan terjatuh, karena hilang tempat berpijak. Jadi arti peribahasa ini adalah orang yang memperoleh kesusahan dikarenakan ulah atau kebodohan dirinya sendiri yang kurang hati-hati dalam bertindak.

  1. Tekinjak di dan mati = Terpijak di dahan mati.

            Kalau kita naik pohon, kemudian kaki kita memijak dahan pohon yang sudah mati atau lapuk maka dahan itu akan patah, dan kita akan terjatuh. Makna dari peribahasa ini adalah kita harus selalu berhati-hati dalam melangkah, jangan sampai kita terjatuh dikarenakan oleh kekuranghati-hatian kita dalam bertindak. Sebab, saat kita terpijak di dahan mati, itu artinya kita sudah berada dalam situasi yang sulit.

  1. Besok suap dai mekan = Besar suap dari muka.

            Bagaimana mungkin makanan itu bisa disuap melebihi besar mukanya/wajahnya?

Peribahasa ini ada persamaannya dengan peribahasa yang berbunyi ‘Besar Pasak Dari Pada Tiang’, dimana pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Itulah yang dimaksud oleh peribahasa: “Besok Suap Dai Mekan”.

  1. Makan kurang piring, begawe lebih mandau = Makan kekurangan piring, bekerja kelebihan parang.

            Ketika akan makan, banyak sekali orang yang ikut makan sehingga kekurangan piring. Namun, ketika akan bekerja tidak banyak orang yang mau ikut membantu sehingga kelebihan parang. Peribahasa ini merupakan suatu sindiran yang bersifat halus.

  1. Paghak tebing jauh di ayo = Dekat tebing jauh di air.

            Maksud dari peribahasa ini adalah sesuatu yang tampaknya sudah dekat atau tampaknya mudah, setelah dijalani ternyata jauh atau sulit. Itulah yang dikatakan, “Paghak tebing jauh di ayo”.

  1. Ayam dambur tambang dinjak = Ayam dihamburkan, tali di-injak.

            Arti peribahasa ini adalah dimisalkan mulanya seseorang tersebut sudah setuju atau merestui suatu pilihan / keputusan, namun kemudian ia sendiri yang menghambat jalannya persetujuan tersebut 

  1. Mane luncuk buat puting, mane tepak itulah tari = Di mana lancip jadikan puting, di mana tepuk itulah tari.

            Arti peribahasa ini adalah dalam segala persoalan yang dihadapi kita cari jalan mudahnya, jangan mencari sisi sulitnya sehingga persoalan tersebut menjadi dapat cepat terselesaikan.

  1. Ngaitke Paing Dako = Mengaitkan (gigi) Pahing di akar.

            Peribahasa ini maksudnya adalah ada orang atau pihak-pihak yang berkonflik lalu kita ikut campur dan akhirnya secara tidak langsung kita pun terlibat dalam persoalan tersebut, padahal kita tidak ada kepentingan langsung.

  1. Takecak dikartu mati, masih dajak ke gelanggang = Terpegang (terambil) dengan kartu mati (yang tidak punya peluang untuk memenangkan), masih di ajak (di ikutkan) ke gelanggang.

            Peribahasa ini mempunyai maksud yakni serupa dalam sebuah pertarungan / pertaruhan, orang / pihak tersebut sudah tidak mempunyai peluang (harapan) lagi untuk memenangkan pertarungan / pertaruhan tersebut, namun meskipun tidak punya peluang untuk menang, nyatanya orang / pihak tersebut masih (di) ikut (kan) juga dalam medan pertarungan.

  1. Akal betok dalam gelok = Akal (ikan) betok di dalam stoples

            Peribahasa ini merupakan sindiran tentang seseorang yang cara berpikirnya (sangat) sempit / dangkal, serupa dengan ikan betok (ilm: Anabas testudineus ) yang ada di dalam stoples.

  1. Endak tulak bukan rempan; endak raih bukan makanan = Hendak di tolak bukan rempan (kayu-kayu yang hanyut di sungai/ sampah); hendak di raih bukan makanan.

            Arti peribahasa ini adalah menunjukan suatu pekerjaan / persoalan yang serba salah. Mau ditolak bukan sampah, mau diambil bukan sesuatu yang menyenangkan hati.

  1. Setake bekatak bawah pandan, dapat mbau dak dapat asek = Setaka (jarak antara satuan anak tangga) katak di bawah pandan, bisa mencium bau tapi tidak dapat merasakan.

            Peribahasa ini merupakan: 1.) suatu bentuk sindiran dimisalkan kepada orang yang telah mendapatkan suatu kebaikan (entah dari siapa atau apa), tetapi dianya tidak dapat merasakan / menyadari kebaikan tersebut. 2.) Tentang suatu keadaan dimana kita melihat orang lain memperoleh hal yang menyenangkan, tetapi kita tidak dapat ikut serta menikmati kesenangan tersebut. Misalkan di dalam pekerjaan, kita dan teman kita sama-sama bekerja, kemudian kita tahu bahwa teman kita tersebut mendapatkan bonus dari pimpinan sementara kita tidak. Tentu saja kita mengetahui kesenangan di hatinya, tetapi kita tidak dapat merasakan kesenangan seperti dirinya.

  1. Kilo serengkuh dayung, kulu setancap satang = Ke hulu sama-sama merengkuh dayung, ke hilir sama-sama menancapkan satang

            Peribahasa ini menunjukan pengertian tentang orang-orang yang selalu bersama dalam menjalani kehidupan –entah tersebab mereka berkarib ataupun keluarga. Bagaimanapun keadaan jalannya kehidupan, mereka selalu bersama.

  1. Takut titik, laju tumpah = Takut jatuh sedikit, terus tertumpah banyak

            Kalau titik ( dibaca : tetegh, huruf e diucapkan dengan datar seperti mengucapkan kata emas) berarti jatuhnya hanya sedikit, kalau tumpah berarti jatuhnya banyak. Takut tetegh laju tumpah maksudnya ialah mulanya orang tersebut takut kehilangan sedikit, tetapi yang justru terjadi ialah ia kehilangan banyak.

  1. Sebaik-baik petai tunu = Sebaik-baik petai dibakar

            Meskipun petai itu sudah dibakar, masih tetap juga bau tak sedapnya. Maksud dari peribahasa ini adalah bila sesuatu (orang) itu pada dasarnya adalah orang yang tidak baik, kemudian sifat dan atau sikapnya berubah menjadi orang yang baik, pun bagaimana baiknya ia tetaplah saja tidak akan benar-benar baik, karena memang orang tersebut pada dasarnya bukanlah orang yang baik.

  1. Mbak nunggu nenek balek dai ume = Seperti menunggu nenek pulang dari ladang

            Karena yang namanya ‘nenek’ adalah orang yang sudah tua (lanjut usia), maka berjalannya pastilah sangat lambat, sehingga keluarga yang menunggu kepulangannya di rumah tentulah akan sangat lama menunggunya. Peribahasa ini biasanya dipergunakan kala mengungkapkan perasaan yang terlampau kesal karena menunggu seseorang / sesuatu yang terlalu lama.

  1. Buah masak penyuluk datang = Buah matang galah datang

            Arti peribahasa ini adalah menunjukan suatu situasi atau keadaan yang sangat pas. Misalnya: nasi masak tamu datang, duit baru habis dapat gajian, saat banyak kerjaan tiba-tiba ada yang menawarkan bantuan, dan sebagainya.

  1. Tupak lom masak, cighit lah nyembur = Tupak belum masak, mencret sudah berhamburan

            Tupak adalah sejenis buah yang serupa dengan buah ambai. Kalau banyak makan buah ambai tentunyalah akan menyebabkan sakit perut lantas mencret, begitupula adanya kalau makan buah tupak. Namun, keadaannya di sini adalah buah tupak tersebut belumlah lagi masak (matang) tapi mencretnya sudah berhamburan keluar. Makna peribahasa ini adalah lebihkurang menunjukkan suatu keadaan yang belum terjadi, tetapi berita/isunya sudah tersiar kemana-mana.

  1. Baik anto piring kosong = Baik hidang piring kosong

            Baik anto artinya bagus dalam cara menghidangkannya, tetapi yang dihidangkan tersebut adalah piring yang kosong; tidak berisi makanan. Jadi, peribahasa ini maksudnya adalah tentang cara seseorang yang terlihat baik,  peduli dan atau berniat untuk menolong seseorang, tetapi pada kenyataannya ia tidak punya kepedulian dan atau sama sekali tidak berniat untuk menolong. Hanya lagaknya saja yang seolah-olah ingin menolong, baik dan seakan peduli.

  1. Bekule same sebajak, mbak pulut-ke-dingen lidi = Berpacaran sama sebaya, bagai (getah) pulut (lekatkan) dengan lidi.

            Arti peribahasa ini adalah menunjukan tentang dua orang bujang gadis (pasangan kekasih) yang bercinta-cintaan dengan sangat lengketnya/ sangat eratnya/ sangat mesranya seakan mereka sudah tak dapat lagi terpisahkan.

  1. Kerekek Betine Tanjal = Tertawa perempuan yang terjatuh

            Biasanya, bila tanjal atau jatuh terduduk seseorang itu akan meringis karena kesakitan atau bersikap salah tingkah karena malu. Dalam hal ini adakalanya seseorang tersebut untuk menyembunyikan rasa sakit dan malunya, maka dia akan tertawa. Tentu saja tertawanya tersebut bukan dikarenakan hatinya merasa gembira, melainkan karena saking merasa malu dirinya.

  1. Menimbulke batang terendam = Menimbulkan batang (tepian untuk mandi) terendam

            Maksud dari peribahasa ini adalah melakukan suatu pekerjaan yang teramat sulit untuk dicapai tujuannya. Misalnya : orang yang berusaha untuk membangkitkan kembali sesuatu yang sudah lama dilupakan, orang yang berusaha mencapai kembali kejayaan yang sudah jatuh/ bangkut, dan sebagainya.

  1. Nube nulu tepian = Menuba (meracun ikan dengan tuba) di hulu tempat mandi

            Kalau orang meracun ikan di hulu tepian, maka orang di hilir akan turut terganggu oleh ulah tersebut sebab arus sungai yang mengalir ke hilir akan turut membawa racun tuba sehingga berakibat mencemari air sungai di hilir. Arti peribahasa ini adalah menunjukan suatu keadaan dimana karena suatu perbuatan sengaja orang lain yang menimbulkan kerugian namun secara tidak langsung banyak orang lain yang tidak ada sangkut pautnya pun turut serta menjadi korban atau menjadi terganggu.

  1. Nyelam kapak beliung mampus = Menyelam kapak beliung hilang

            Kapak dan beliung sama-sama digunakan untuk menebang kayu, tetapi beliung lebih mahal dari kapak. Sibuk menyelam kapak yang terjatuh ke dalam sungai, tahu-tahu beliung hilang. Jadi arti peribahasa ini adalah sibuk mencari barang yang kecil (murah), namun yang terjadi adalah ia malah kehilangan barang yang lebih besar atau berharga.

  1. Milu irit tebakang lanang = Ikut rombongan tebakang jantan

            Tebakang merupakan nama jenis ikan. Kalau kita ikut tebakang betina dan dia bertelur, kita akan dapat kebagian telurnya. Kalau kita ikut tebakang jantan, kita tidak akan mendapat apa-apa, karena  ikan tebakang jantan tidak bertelur. Arti peribahasa ini ialah menunjukan keadaan dimana ada orang yang mengikuti/ bekerja untuk orang lain, tetapi ia tidak mendapat apa-apa dari orang tersebut. Biasanya peribahasa ini diteruskan dengan kalimat: “ughang ngempaske telok, kitek ngempaske ta*k”. Maksudnya, orang yang ikut rombongan tebakang betina mendapatkan hasil sedang kita tidak mendapat apa-apa, melainkan hanya payah saja karena ikut rombongan tebakang jantan.

  1. Mbak bakarang ayo dalam = Bagai menangkap ikan di waktu air besar (pasang)

            Kalau orang bekarang (menangkap ikan) biasanya di waktu air surut/dangkal. Kalau menangkap ikan di waktu air pasang maka akan sulit untuk mendapatkan ikan dan pekerjaan kita akan sia-sia saja. Makna peribahasa ini ialah menunjukan suatu pekerjaan yang sia-sia. Yang tidak mendatangkan hasil apa-apa. Biasanya peribahasa ini ditambah dengan kalimat; “awak payah ikan dak boleh” artinya badan payah hasil tidak ada. Itulah maksud peribahasa, “Mbak bekarang ayo dalam”.

  1. Mbak kemiling tepi biduk = Bagai kemiri tepi perahu

            Buah kemiling (kemiri) bentuknya bulat, kalau buah kemiri itu terletak/ diletakan di tepi perahu, maka besar kemungkinan akan terjatuh. Jadi arti peribahasa ini ialah menunjukan sesuatu keadaan yang sangat genting atau kritis. Kalau tidak mampu berhati-hati, maka ia akan terjatuh atau menangung resiko. Biasa peribahasa ini dilanjutkan dengan kalimat “sisip dikit tumban” yang artinya ada celah sedikit terjatuh.

  1. Sebiduk lain panggo = Satu perahu tapi lain tempat duduk

            Panggo adalah kayu yang melintang di dalam perahu sebagai tempat orang duduk. Sebetulnya mereka itu satu perahu, tetapi tempat duduknya berlainan atau terpisah. Jadi arti peribahasa ini ialah walaupun mereka tinggal bersama, tetapi kenyataannya dalam hal melakukan sesuatu mereka bertindak sendiri-sendiri. Dan ada juga orang mengatakan: Seumah laen kamar, sekamar laen kelambu, sekelambu laen bantal (serumah berbeda kamar, sekamar berbeda kelambu, sekelambu berlainan bantal). Pengertiannya tetap sama yaitu hidup sendiri-sendiri walaupun mereka bersama.

  1. Belamban batang bagiling = Meniti kayu yang berputar

            Belamban artinya meniti lamban/jembatan. Batang bagiling artinya kayu yang bergiling (berputar). Batang tersebut bentuknya bulat, kalau dipijak kayu itu akan bergiling (berputar) dan kita yang memijaknya akan terjatuh. Arti peribahasa ini ialah suatu keadaan dimana seseorang tersebut berada dalam posisi yang sangat sulit. Misalkan ia sedang melaksanakan tugas/ pekerjaan/ menghadapi suatu masalah, yang mana apabila ia salah langkah sedikit saja maka ia akan mendapat celaka.

  1. Nangke rubuh kambing datang = Pohon nangka tumbang kambing datang

            Kambing biasanya senang makan daun nangka. Kebetulan pada saat pohon nangka itu tumbang, ada kambing yang langsung datang. Jadi kambing itu seperti mendapat rejeki tak terduga karena ia dapat makan sepuasnya. Arti peribahasa ini menunjukan bahwa begitu kita datang, kebetulan ada keberuntungan untuk kita. Kebalikan dari peribahasa ini adalah peribahasa yang berbunyi: “Kambing datang nangke rubuh”. Maksudnya, begitu kambing tersebut datang, pohon nangka itu langsung tumbang, sehingga bukannya keberuntungan yang didapatkan, melainkan kesialan karena –kambing itu ditimpa oleh pohon nangka tersebut. Ada sebuah peribahasa lain yang dapat disamakan dengan kesialan ini, yaitu : ubat datang nyawe putus.

  1. Mbak belalang Jong. Ndak mikul dak bebabau, ndak nyunjung dak bekepalak = Seperti belalang Jong, mau memikul tidak punya bahu, mau menjunjung tidak punya kepala

            Peribahasa ini diperuntukkan kepada seorang gadis ketika akan lamaran, mungkin pihak gadis/ keluarganya meminta mas kawin atau minta ini dan itu, sehingga rasanya sangat sulit untuk dipenuhi oleh pihak dari bujang tersebut. Maka, Si Bujang tersebut/ keluarganya itu berkata: “Kami ikak mencak belalang Jong. Ndak mikul dak bebau, ndak nyunjung dak bekepalak = Kami ini seperti belalang Jong, mau memikul tidak punya bahu, mau menjunjung tidak punya kepala”. Maksudnya dengan kata-kata halus tersebut diharapkan agar pihak gadis dapat mengerti dan tidak meminta banyak sesuatu yang kiranya dapat mempersulit niatan baik mereka bersama..

  1. Imau lapo dak makan anak = Harimau lapar tidak akan memangsa anaknya

            Begitulah harimau, walaupun dia lapar tetap saja dia tidak akan memakan anaknya sendiri. Dia lebih baik memakan tanah dari pada memangsa anaknya. Jadi peribahasa ini adalah walaupun dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan darurat, dia tidak akan mengorbankan keluarganya sendiri. Di zaman sekarang banyak orang yang masih mempunyai hubungan pertalian darah, namun ia tega menyakitinya. Dengan demikian adanya, maka orang tersebut diistilahkan lebih buruk daripada harimau.

  1. Keli lapo makan kanti = Lele lapar makan kawan

            Ikan lele itu merupakan hewan kanibal, bilamana dia lapar maka temannya sendiri pun akan ia makan. Berbeda dengan harimau, walaupun dia lapar dia tetap tidak akan memakan anaknya atau kawannya sendiri. Begitu juga dengan manusia ada yang sifat dan sikapnya seperti ikan lele kalau dia dalam keadaan sulit (entah mendesak perlu uang, entah apapun) bila perlu dia tega memakan kawannya sendiri, menipu kawannya sendiri, menjebak temannya sendiri. Manusia licik dan kejam seperti itu serupa dengan ikan keli/lele, bilamana dia merasa lapar maka kawannya sendiri pun tega ia makan.

  1. Ayam itam terbang malam, hinggap di kayu rimbun daun

            Kalau ayam yang warnanya hitam terbang pada malam hari yang gelap, tentulah kita sulit mencari dan menangkapnya. Lebih-lebih pula ayam tersebut hinggap di pohon yang daunnya rimbun, bertambah sulitlah kita melihatnya. Jadi arti peribahasa ini menunjukkan betapa sulit mencari bukti kesalahan orang lain. Peribahasa ini berlawanan dengan peribahasa yang berbunyi: “Ayam putih terbang siang, hinggap di kayu reges daun”. Kayu reges artinya kayu itu jarang-jarang daunnya. Tentu saja mudah mencari ayam tersebut, mana warnanya putih, terbang siang pula dan hinggapnya di kayu yang tidak berdaun. Peribahasa ini menunjukkan pengertian bahwa sangat mudah untuk membuktikan kesalahan orang lain. Mudah atau sulitnya membuktikan kesalahan orang, semua itu bergantung pada kebenarannya yang terjadi.

  1. Bakijab same bute, bakubit same mati daging = Berkedip sama-sama buta, saling cubit sama-sama mati rasa

            Maksud dan arti dari peribahasa ini adalah tidak mungkin orang-orang tersebut dapat saling tolong-menolong, sementara keadaan mereka sama-sama tidak mampu (serupa kondisinya).

  1. Mane lebak gilingan aghang = Di mana tanah yang rendah (di sanalah) putaran arang

            Di mana ada tanah yang rendah atau lebak, di situlah tempat air mengalirkan tujuan. Namun, bukan hanya airnya saja tetapi juga kotoran-kotoran, limbah-limbah dan sebagainya turut serta terbawa mengalir ke lebak tersebut. Arti peribahasa ini ialah seorang bawahan harus siap menerima perintah atasan. Baik perintah ringan yang menyenangkan ataupun perintah berat yang menyusahkan. Biasanya peribahasa ini diteruskan dengan kalimat yang berbunyi: “jat bajik tibeke bae” artinya buruk maupun enaknya terima saja. Itulah maksud dari peribahasa, “mane lebak gilingan aghang”.

  1. Adat ulak timbunan rempan = Aturan/ kebiasaan pusaran air (menjadi) timbunan kayu-kayu/ sampah-sampah yang hanyut di sungai

            Ulak adalah pusaran tepi sungai, biasanya air sungai berputar di ulak tersebut –tidak hanyut. Rempan ialah kayu-kayu atau sampah-sampah yang hanyut di sungai dan ketika tiba di ulak, rempan-rempan itu berhenti hanyut karena ikut terbawa dalam pusaran air di tepi sungai. Maksud dari peribahasa ini kuranglebih ialah bilamana seseorang sudah dianggap sebagai sesepuh atau tetua kampung, maka dia merupakan tempat bagi orang untuk meminta nasihat, menjadi tumpuan masyarakat. Dia menjadi tempat dari orang-orang dalam mengadukan setiap persoalan/permasalahannya.

  1. Buluh sebatang dakke nimbulke rakit = Bambu sebatang tidak akan dapat menimbulkan rakit

            Kalau bambu itu banyak, kemudian diikat-ikatkan atau dirangkaikan menjadi satu, barulah dapat menjadi suatu benda berguna yang bernama rakit yang mengapung di sungai. Kalau bambunya hanya sebatang, tidak mungkin akan dapat menjadi rakit. Seumpama dalam melaksanakan suatu tujuan bersama/pekerjaan yang besar, kalau hanya sendirian sangat sulit untuk dapat mencapainya. Tetapi, kalau bersama-sama bahu-membahu saling membantu maka besar harapan tujuan atau pekerjaan tersebut akan dapat dicapai/diselesaikan. Jadi arti peribahasa ini ialah jikalau hanya seorang diri yang berusaha maka sangat sulit untuk dapat menjadikan/ mencapai sesuatu, dibutuhkan kebersamaan dan bantuan segala pihak agar keinginan yang diharapkan dapat terlaksana.

  1. Negakke benang basah = mendirikan benang basah

            Kalau benang itu sedang basah maka hampir mustahil untuk dapat didirikan (dibuat tegak). Peribahasa ini menunjukkan sesuatu keadaan di mana ada sesuatu yang hampir mustahil/ teramat sangat sulit untuk dapat dilaksanakan.

  1. Mbak bakulak anak ayam = Bagai menggantang anak ayam

            Biasanya tidak mudah memasukkan anak ayam ke dalam kulak atau gantang. Dimasukkan dua ekor, keluar seekor; dimasukkan yang lain keluar lagi yang lain. Begitulah pula halnya dengan peribahasa ini, maksudnya adalah seperti kita mengumpulkan orang –ada yang datang, lantas kemudian ada pula yang pergi. Sehingga tidak mudah untuk mengumpulkan orang-orang tersebut, dalam hal beginilah dikatakan: “Mbak bakulak anak ayam”.

  1. Takut di antu, belaghai ke kuburan = Takut sama hantu, berlari ke kuburan

            Arti dari peribahasa ini adalah orang tersebut pada mulanya mengkhawatirkan akan kerugian yang sedikit/ persoalan yang sepele, namun yang terjadi justru ia mendapatkan kerugian besar. Itulah yang dimaksudkan dengan peribahasa, “Takut di antu, belaghai ke kuburan”.

  1. Nguluke tupai naik puo = mengajak tupai naik batang puar.

           Tidak diajak saja tupai sudah biasa naik pohon. Jadi arti pribahasa ini ialah kita mengajak orang mengerjakan sesuatu, padahal pekerjaan itu memang sudah menjadi keahliannya; kita mengajari orang lain –padahal orang itu lebih pintar dari kita.

  1. Dak begawe dagu dak begoyang = Tidak bekerja maka tidak makan

              Jadi arti pribahasa ini ialah kalau  tidak bekerja tidak akan mendapat penghasilan. Kalau mau mau makan harus mau bekerja, kalau tidak mau bekerja atau malas bekerja tidak akan mendapat penghasilan atau tidak bisa makan. 

  1. Rejeki pipit dakke dapat oleh lang = Rezeki burung pipit tidak akan dapat oleh burung elang

              Pipit adalah jenis burung yang kecil, sedangkan burung elang adalah jenis burung yang besar dan kuat. Walaupun burung elang itu besar dan kuat, tetapi kalau rezeki itu untuk burung pipit, tetap juga pipit yang mendapatkannya. Jadi arti pribahasa ini menunjukan kalau rezeki itu untuk kita, maka bagaimanapun kita juga yang akan mendapatkannya, meskipun ada orang lain yang  lebih kuat menginginkannya.

  1. Bodoh bagak kanji melali = Bodoh bangga kenes melupa

                 Bodoh bagak artinya ialah ada orang yang bodoh tetapi tidak dapat menyadari kebodohannya, bersifat bangga serta sok hebat. Kanji melali artinya banyak bicara dan banyak tingkah (centil/genit, dsb) serta tidak dapat mengendalikan dirinya. Arti dari peribahasa ini ialah tentang orang yang bodoh tetapi gayanya sok pintar; sok hebat, tahu segalanya … lengkap sudah dengan ia pun tidak dapat mengendalikan dirinya. Kalau hal tersebut tidak dapat di kendalikan, maka tentulah alamat binasa diri sendiri.

  1. Mbak bakatak nekup labu = Bagai katak mendekap labu.

                  Katak itu binatang yang kecil, sedangkan labu itu jauh lebih besar dari dirinya. Jadi, arti peribahasa ini adalah keadaan seseorang yang ingin mencapai sesuatu yang besar, namun apalah daya keadaan tidak memperkenankannya. Hampir serupa dengan peribahasa, “Niat hati hendak memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai”.

  1. Ughang ngantuk surungke bantal = Orang ngantuk dorongkan bantal.

                  Arti peribahasa ini ialah menunjukan keadaan yang pas sekali. Ketika ada orang yang membutuhkan atau mengharapkan sesuatu, kemudian ada orang lain yang memberikannya. Itulah makna dari peribahasa Ughang ngantuk surungke bantal.

  1. Mbak kebau tarik buling = Bagai kerbau ditarik buling.

                  Di hidung kerbau itu di pasang tali buling. Kalau orang mau membawa kerbau itu, maka ditarik tali buling tersebut. Kemana saja kerbau itu akan menurut. Arti peribahasa ini adalah ibarat orang yang selalu saja menurut kehendak orang. Maka orang seperti itu dikatakan seperti “ kebau tarik buling”.

  1. Mbak miaro anak imau = Bagai memelihara anak harimau.

                  Kita memelihara anak harimau tersebut sejak kecil, diberi susu, diberi makan dan sebagainya. Sampai anak harimau tersebut menjadi besar. Setelah anak harimau itu menjadi besar, ternyata bukannya menjadi teman, melainkan menjadi musuh, paling tidak selalu mengkhawatirkan karena dia akan menerkam kita. Begitu juga kalau kita memelihara anak orang, kita telah membesarkannya, mendidiknya hingga menjadi orang besar. Setelah dia berhasil, bukannya dia berterimah kasih atau membalas budi, tetapi dia lupa kepada kita, bahkan bukan hanya lupa, dia juga menyusahkan kita, jadi dia selama ini menjadi “ miaro anak imau”.

  1. Mbak semot dengan seluang = Bagai semut dengan seluang.

                Seluang  adalah nama ikan yang kecil hidup di air sungai, yang selalu makan semut yang jatuh ke air. Kalau ada semut jatuh ke air, maka dengan cepat seluang menyambarnya. Peribahasa ini menunjukkan tentang dua orang yang selalu bermusuhan, tak pernah seakuran. Sehingga dikatakanlah mereka itu seperti “ semut dengan seluang”.

  1. Mbak ayo kedingen minyak = Seperti air dengan minyak.

                 Minyak dan air tidak mau bercampur, walaupun dalam satu wadah. Pribahasa ini menunjukkan bahwa dua orang yang bermusuhan. Tidak mau akur, tidak mungkin bercampur antara keduanya. Orang seperti itu disebut dengan “ seperi minyak dengan air”.

  1. Timun sekanjang dengen dian = Timun satu keranjang dengan durian.

                 Buah durian itu berduri, sedangkan buah timun itu buah yang lunak dan lembut. Kalau buah itu dimasukkan dalam satu keranjang, maka buah timun akan kalah dengan buah durian. Begitu juga dengan orang kecil berlawanan dengan orang besar, maka orang kecil yang akan kalah.

  1. Ughang yang makan nangke kitek kene getanye = Orang makan nangka, kita kena getahnya.

                Arti pribahasa ini ialah orang lain yang berbuat, kita yang menanggung akibatnya.

  1. Ayo genggam dak lulus = Air di genggam tidak lulus.

                 Akibat teramat rapatnya jari-jari orang itu, maka air yang di genggam di dalam telapak tangannya pun tidak lulus (tidak dapat berlalu/keluar). Peribahasa ini menunjukan keadaan orang yang sangat kikir. Jangankan diharap dapat memberikan bantuan uang atau hal-hal berguna lainnya, bahkan sedikit air yang ada di dalam genggaman tangannya pun tidak akan keluar.

  1. Mbak biancak giring ke ayo = Seperti biawak di giring (di arahkan) ke air.

                 Biawak memang kesenangannya hidup di air. Kalau biawak tersebut di giring ke air, tentu saja sangat sesuai dengan kehendaknya. Jadi, arti peribahasa ini ialah kita menyuruh seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan, padahal peherjaan itu memang disukainya, maka dikatakan orang itu seperti “biancak giring ke ayo”.

  1. Mbak biduk surung kelecak = Seperti perahu di dorong ke becek.

                  Kalau perahu didorong ke air, pastilah lancar tetapi kalau perahu itu didorong di tempat becek, tentu agak berat, memerlukan kekuatan untuk mendorongnya. Arti peribahasa ini ialah menunjukan keadaan (sese)orang yang sedang mengerjakan sesuatu yang agak berat untuk dikerjakannya.

  1. Mbak nyughuk kandang kawat = Seperti menyelunduk kandang kawat.

                  Kalau kita menyelunduk (merangkak/ membungkuk, dan sebagainya) kandang kawat berduri, kita harus hati-hati, karena kalau kita ke atas mungkin kita kena duri kawat dan kalau ke bawah mungkin kena pula. Biasanya peribahasa ini ditambah dengan kalimat ”tatinggi caghik belakang, ta-bawah caghik dade”. Arti peribahasa  ini ialah kita harus berhati-hati benar dalam mengerjakan sesuatu ketika situasi yang sulit atau genting.

  1. Tapa liwat makan dak belauk = Tapa lewat makan tak berlauk.

                     Tapa adalah nama ikan besar di Sungai Musi. Ikan Tapa tersebut sudah kelihatan lewat, namun kita tidak berusaha untuk menangkapnya sehingga akibatnya ketika kita akan makan, tidak ada lauk untuk disantap. Peribahasa ini menunjukan tentang suatu keadaan bahwa sebenarnya ada kesempatan emas untuk kita, tetapi kita tidak berusaha mengambilnya / memanfaatkannnya, hingga akhirnya hilanglah kesempatan tersebut.

  1. Dapat patin makan balur = Dapat ikan patin makan ikan asin.

                     Kalau kita mendapat ikan patin (Ilm. Pengasius-pangasius), tentunya kita makan dengan lauk ikan Patin yang enak. Tetapi ternyata orang yang mendapat ikan patin itu malah makan dengan berlaukan ikan asin. Arti peribahasa ini ialah menunjukan tentang: 1.) keadaan orang yang kaya namun sangat hemat; tidak mau bersenang-senang dengan kekayaannya. 2.) Keadaan orang yang kaya, namun sengaja tidak mau menunjukan kekayaannya dikarenakan tidak ingin berbagi atau bisa pula karena takut terindikasi.

  1. Dimakan umak mati, dak dimakan bak mati = dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.

                      Artinya adalah suatu keadaan yang serba salah. Dikerjakan mengandung resiko, tidak dikerjakan mengundang resiko. Peribahasa ini menunjukan suatu keadaan yang serba sulit.

  1. Ndak babisik laju ceghik = Hendak berbisik jadinya menjerit.

                     Artinya adalah pada mulanya mau diam-diam saja, tidak perlu ada orang lain yang tahu, namun ternyata kemudian malah menjadi heboh diketahui oleh orang banyak. Inilah yang disebut dengan “Ndak bebisik laju ceghik “.

  1. Membangunke ulo tido = Membangunkan ular yang sedang tidur.

                       Kalau ular itu tidur, tidak akan membahayakan kita, tetapi kalau ualar itu kita bangunkan, maka kemungkinan besar akan mendatangkan bahaya, dia dapat menggigit/mematuk kita. Arti peribahasa ini ialah kita sendiri yang mencari gara-gara (membuat masalah).

  1. Batemu ruas dengen buku = Betemu ruas dengan buku.

                     Arti peribahasa ini ialah menunjukkan antara keduanya ada kecocokan, sama dengan keinginan masing-masing.

  1. Beji di tikus, nunu bilik = Benci pada tikus, membakar lumbung.

                     Lumbung adalah nama tempat menyimpan padi, di dalam lumbung itu ada tikus yang bersarang dan selalu memakan padi yang ada dalam lumbung. Karena kesal kepada tikus tersebut, lalu kita membakar lumbungnya. Dengan dibakarnya lumbung itu, bukan hanya tikusnya saja yang mati, tetapi juga lumbung dan seisinya ikut terbakar. Arti peribahasa ini adalah dikarenakan tidak senang kepada sesuatu atau seseorang, kita pun berniat untuk mencelakakannya, tetapi bukan hanya sesuatu atau orang itu saja yang celaka, namun juga sesuatu atau orang lain pun turut dirugikan –bahkan juga merugikan dirinya sendiri. Kadangkala, peribahasa ini juga berbunyi “beji di tikus, laju nunu umah = Benci di tikus, lalu membakar rumah,” maknanya sama saja dengan peribahasa beji di tikus, nunu bilik.

  1. Milu semangkuk dari legho = Ikut semangkuk dari luar.

                   Peribahasa ini menunjukkan tentang orang yang ikut-ikutan persoalan orang lain, padahal dia tidak ada urusannya dengan persoalan itu.

  1. Batanam legho pagar, baketik legho kandang = Bertanam di luar pagar, berkotek di luar kandang.

                    Kalau orang bertanam tentunya di dalam pagar dan biasanya ayam berkotek itu di dalam kandangnya. Peribahasa ini menunjukkan pengertian tentang orang yang melakukan sesuatu, tetapi tidak pada tempatnya sehingga apa yang dilakukannya itu menjadi sia-sia saja. Seperti halnya orang yang ikut-ikutan pekerjaan orang lain, tetapi sebenarnya dia tidak termasuk untuk menguruskan pekerjaan tersebut sehingga apapun yang dikatakan oleh orang itu tidak ada orang yang mau memerdulikannya.

  1. Ke bawah dak ba-ako, ke atas dak bapucuk, tengah-tengah bighek kumbang.

                    Ke bawah tidak berakar, pastilah pohon itu akan mati. Ke atas tidak berpucuk, berarti pohon itu tidak akan besar. Apa lagi di tengah-tengah pohon itu di lubangi kumbang. Akhirnya matilah pohon itu. Biasanya peribahasa ini ditambah dengan kalimat yang berbunyi: “Kadaghat dak dapat makan, ka laut dak dapat minom,” artinya ke darat tidak dapat makan dan ke laut tidak dapat minum. Makna peribahasa ini ialah menunjukan keadaan orang yang benar-benar sangat sulit; pergi kemanapun ia tiada mendapatkan pertolongan.

  1. Mbak bekatak bawah tempurung = Bagai katak di bawah tempurung

Kalau katak itu hanya tinggal di bawah tempurung, maka jarak pandangnya hanya seluas tempurung itu saja. Arti peribahasa ini ditujukan kepada orang yang tidak pernah kemana-mana –sehingga pengalaman hidupnya sedikit, pandangan hidupnya sempit, dan pengetahuannya amatlah dangkal.

  1. Ke gonong same mendaki, ke lembah same menurun

Kalau naik ke gunung mereka sama-sama mendaki dan kalau menurun ke lembah mereka sama-sama turun. Arti peribahasa ini menunjukkan bahwa mereka menjalani kehidupan dengan kesamaan rasa. Kalau senang mereka sama-sama senang, kalau susah mereka sama-sama susah.

  1. Mbak pipit neguk labu parang = Seperti burung pipit menelan labu parang.

         Burung pipit itu burung yang kecil, sedangkan buah labu parang adalah buah yang berkali lipat lebih besar dari dirinya. Tidak mungkin burung yang kecil dapat  menelan buah labu parang yang besar tersebut. Arti pribahasa tersebut menunjukkan keadaan akan sesuatu yang tidak mungkin; mustahil.

  1. Ingin baung dapat seluang

Baung (Ilm : Mystus nemurus) itu ikan yang besar. Sedangkan seluang itu ikan yang kecil. Dia mengharapkan mendapat ikan baung, ternyata hanya mendapat ikan seluang. Peribahasa ini menunjukkan bahwa seseorang yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar, tetapi ternyata hanya mendapatkan keuntungan yang kecil.

  1. Mbak anak ayam keilangan induk = Seperti anak ayam kehilangan induk

Kalau anak ayam kehilangan induknya, maka ributlah anak ayam itu, mencicit kesana kemari. Arti dari peribahasa ini adalah menunjukan suatu keadaan yang gaduh, ribut, atau panik.

  1. Dengo kukuk ayam kepit = Terdengar kokoknya ayam dikepit

Kalau ayam dikepit, pastilah kokoknya terdengar dikarenakan dekat. Lalu, ayam yang dikepit itu di bawa berjalan dan sepanjang perjalanan dia berkokok, sehingga perjalanan yang dilalui menjadi jauh juga. Arti pribahasa ini ialah terdengar dekat, padahal sebenarnya jauh.

  1. Selintang puo tarik = Sepanjang batang puar ditarik

Batang puar itu tidak panjang, tetapi kalau batang puar itu ditarik sambil berjalan, tentunya jauh juga. Jadi artinya suatu jarak yang sepertinya dekat, namun kenyataannya jauh.

  1. Mikat tugang tughun beruge = Mikat (mengumpan) Tugang turun Beruge

Tugang merupakan jenis ayam hutan yang besar sedangkan beruge jenis ayam hutan yang kecil. Peribahasa ini serupa dengan peribahasa yang berbunyi: “ingin baung dapat seluang”.

  1. Badiri same tinggi, duduk same rendah

Artinya sama-sama tidak ada perbedaan.

  1. Ade asap ade api

Menunjukkan adanya sesuatu karena adanya tanda-tanda/ sebab-sebab, sama dengan peribahasa: “ayam beketik tande batelok”, artinya ayam berkotek tanda (ingin) bertelur.

  1. Tekunca milu tegulai tinggal = Ketika mengunca ikut ketika menggulai tinggal

Tekunca menyatakan keadaan ketika sedang mengunca (menguncang dengan bakul /keranjang kecil) ikan-ikan kecil yang ada di dalam bakul tersebut;  tegulai menyatakan keadaan ketika sedang menggulai (memasak) ikan tersebut. Setelah ikan di masak tentunya akan di santap. Mengunca ikan merupakan pekerjaan yang tidak enak karena kita harus tahan menghadapi amis bau ikan dan juga tangan bahkan terkadang beserta tubuh kita akan menjadi kotor, sementara menggulai ikan itu hal yang baik karena setelah ikan digulai kita bisa langsung mencicip atau menikmatinya. Jadi, kurang lebihnya arti dari peribahasa Tekunca milu tegulai tinggal adalah kita diajak ikut serta bersusah-payah tetapi setelah berhasil kita tidak diajak; Ketika susah ikut dilibatkan, ketika senang ditinggalkan.

  1. Mbak duduk di dughai = Seperti duduk di duri

Artinya menunjukkan suatu keadaan (biasanya tentang tamu) yang gelisah, terburu-buru, atau tidak sabar ingin pergi. Apabila tuan rumah kedatangan tamu yang baru saja tiba lalu duduk dan segera saja sudah hendak berlalu pergi, maka tuan rumah biasanya akan “menggoda” dengan ucapan, “Lah … alangke cepatnye nag pegi, mbak duduk di dughai (Loh … alangkah cepatnya mau pergi, seperti duduk di duri)”. Namanya duduk di duri, pastilah saja tidak enak serta tidak akan nyaman. Sehingga apabila tuan rumah sudah mengucapkan kalimat begini, biasanya sang tamu akan merasa tidak enak hati.

  1. Sukar sakit mighekke tajak, matek lekat ulu tegael = Sukar sakit memberakan arit, mata lekat ulu terkait.

            Arti peribahasa ini adalah menunjukan suatu keadaan yang sulit dan berat dilalui. Seperti contoh mengakhiri suatu perkara atau sengketa hukum.

  1. Laki mbak puyuh lengeh = Suami seperti puyuh lengah

            Burung puyuh betina bertelur, sedangkan puyuh jantan mengerami telur puyuh betina tersebut. Sementara puyuh jantan mengerami telur di sarangnya, puyuh betina terbang ke sana kemari mencari makan bahkan mencari jantan-jantan lainnya. Puyuh jantan itu di sebut puyuh lengeh. Bilamana ada suami seperti itu, maka suami tersebut dikatakan “muyuh lengeh” = mbak puyuh lengeh. Seharusnya suamilah yang bertanggung jawab mencari nafkah atas keluarganya sementara perempuan mengurusi urusan rumah tangga, bukan malah sebaliknya.

  1. Merajuk ilang sughang = Merajuk hilang sendiri

            Merajuk artinya menunjukan rasa tidak senang (dengan mendiamkan, tidak mau bergaul, dsb), merajuk berarti pula menyisihkan diri sendiri. Peribahasa ini merupakan sebuah ungkapan yang lebih kepada nasehat terhadap sifat atau perbuatan seseorang yang mana sifat atau perbuatannya itu tidak membawa manfaat apa-apa melainkan hanya merugikan dirinya sendiri.

  1. Mbak nyisik ikan baung = Bagai menyisik ikan baung

            Menyisik adalah membuang sisik (tentang ikan sebelum dimasak). Baung adalah nama ikan sungai yang tidak bersisik, sehingga tidak mungkin menyisik ikan Baung tersebut. Maksud dari peribahasa ini adalah menunjukan tentang suatu usaha atau perbuatan yang hanya sia-sia saja.

  1. Asek mekan tampo taik = Serasa muka ditampar (dengan) tinja.

            Kalau wajah kita ditampar tentu saja kita akan merasa malu, apalagi kalau ditamparnya dengan kotoran (tinja) tentulah akan membuat kita lebih merasa malu lagi. Jadi, arti peribahasa ini adalah tentang suatu hal yang membuat kita merasa sangat malu.                                                            

  1. Banyak kurang dikit cukup = Banyak kurang sedikit cukup

            Merupakan suatu peribahasa yang bersifat majas perbandingan, tentang dua orang mempunyai perbedaan dalam menyikapi keadaan. Misalkan, satunya mempunyai penghasilan  yang besar sementara satunya mempunyai penghasilan yang kecil. Biasanya makin besar penghasilan (sese)orang maka makin besar pula kebutuhan dan gengsinya, sehingga meskipun penghasilannya besar (banyak pendapatan) namun orang tersebut tetap saja merasa kurang. Sebaliknya, ada orang yang berpenghasilan kecil/ sedikit namun karena ia tidak terlalu banyak keinginan, tidak terlalu terbebani dengan gengsi, cakap mengatur keuangan, maka penghasilannya yang sedikit itu menjadi cukup. Itulah maksud dari peribahasa, “Banyak kurang dikit cukup”.                                  

  1. Lah tabighek baru nuntut lubang = Sudah terberak baru mencari lubang (WC/Kakus)

            Seharusnya kalau orang mau buang air besar maka ia akan mencari WC atau kakus terlebih dahulu, tetapi dalam hal ini nyatanya tidaklah demikian. Setelah terberak, barulah ia panik  dan tergesa-gesa mencari lubang. Arti dari peribahasa ini adalah tentang seseorang yang mengerjakan / melaksanakan sesuatu tanpa perencanaan terlebih dahulu (tanpa persiapan) sehingga ketika mengerjakannya/ pelaksanaannya ia menjadi panik dan terburu-buru. Tentulah hal ini merepotkan dirinya sendiri.

  1. Batepuk sebelah tangan = Bertepuk sebelah tangan

            Kalau bertepuk dengan kedua tangan maka akan menghasilkan bunyi. Kalau bertepuknya hanya sebelah tangan, manalah mungkin terjadi bunyi. Arti dari peribahasa ini lebih kurang adalah tentang sesuatu yang tidak berbalas, hanya satu sisi yang menginginkan. Misalkan dalam urusan cinta, dia sudah menyatakan perasaannya, tapi cintanya itu tidak berbalas. Dan jika perasaannya tersebut tidak dikatakan, maka orang itu disebut : Linjang dak tekate, cemburu dak bekule = Linjang (perasaan sangat suka atau sayang kepada lawan jenis) tidak terkatakan; cemburu … tidak berpacaran.

  1. Takut di lecak takinjak di dughai = Takut di becek terinjak di duri

            Arti dari peribahasa ini adalah hampir sama dengan peribahasa: takut titik, laju tumpah = takut jatuh sedikit, terus tertumpah banyak. Hanya sedikit perbedaannya adalah jika peribahasa takut titik, laju tumpah tersebut menunjukan takut akan rugi materi, peribahasa ini menunjukan takut akan bahaya diri. Maksudnya orang tersebut takut akan bahaya kecil (jika tidak mau mengatakannya tidak berbahaya) namun ia malah mendapatkan bahaya yang lebih besar/ serius.

  1. Bung dakke jauh dai umpun = Rebung tidak akan jauh dari rumpun

            Arti dari peribahasa ini adalah bahwa perangai/tingkah laku seseorang tidak akan jauh berbeda dengan perangai /tingkah laku daripada orangtuanya atau paling tidak kakek-neneknya. Adakalanya peribahasa ini juga diteruskan dengan kalimat, “kalu jauh, sungkal sebawa = kalau jauh, (oleh) sungkur babi hutan,” artinya kalau sifat dan tabiatnya jauh berbeda, pasti ada alasan akan sebabnya.

  1. Ngejan pengabisan, kalu dak anak; Taik = Mengejan penghabisan, kalau tidak anak (bayi); tinja.

            Arti peribahasa ini adalah tentang kesempatan terakhir, antara berhasil atau gagal; antara hidup atau mati.

  1. Ciri nyungguk ade sek tuntut = ciri menyelunduk (membungkuk/merangkak) ada yang dicari

            Artinya adalah kalau orang sengaja melakukan sesuatu di luar lumrah, maka pasti (patut dicurigai) ada sebab yang mendasarinya.

  1. Mbak bekelungkum waring = Seperti berselimut Waring

             Biasanya ditambahkan dengan kalimat, “dingin masih tembus, nyamok masih ngeget”. Orang beselimut, tentulah saja berharap agar tidak merasakan dingin, agar tidak digigit nyamuk. Tetapi, kalau orang berselimut waring (nama alat penangkap ikan/ pukat ikan sungai yang ada di Kab. Muba) yang mempunyai sela-sela kosong tentulah angin masih dapat menembus sehingga rasa dingin masih akan terasa, nyamuk pun masih bisa menggigit. Jadi, arti dari peribahasa ini adalah menunjukan tentang suatu usaha yang ternyata hanya sia-sia saja atau tidak berguna.

  1. Mbak nguyak kuku ngen daging = Seperti mengoyak kuku dengan daging

            Artinya adalah tentang suatu hal atau keadaan yang teramat sangat menyakitkan hati.

  1. Bomi nimpe kepala = Bumi menimpa kepala

            Artinya adalah menunjukan suatu keadaan yang pelik, sangat gawat, sangat menyusahkan, dan atau sangat memberatkan (membebani).

  1. Nyemo ke langit masih dak masak = Menjemur ke langit masih tidak masak

            Artinya adalah mengenai suratan takdir (bagian;  kehendak Tuhan). Seumpama ada orang yang mengharapkan sesuatu dan orang tersebut sudah mati-matian berusaha untuk meraih apa yang diinginkannya, namun ternyata ia tetap gagal jua. Bagaikan menjemur (padi) ke langit namun masih tetap tidak masak. Jadi, maknanya adalah sekeras apapun usaha manusia, kalau Tuhan belum berkenan maka tak akan terjadi.

  1. Nurutke sukat dak batuah = Menurutkan (mengikuti) garis / ukuran / hitungan (nasib) tidak beruntung

            Arti peribahasa ini adalah tentang suatu keadaan yang tidak beruntung/ bernasib malang.

  1. Ayam kepit sambar Elang = Ayam (di) kepit (di) sambar elang

            Peribahasa menunjukan tentang suatu keadaan dimana ketika kenyamanan atau kenikmatan (rezeki, jabatan, kekasih, dsb) seseorang direnggut (direbut) oleh orang lain. Jadi, ayam kepit sambar elang maksudnya adalah: kenyamanan atau kenikmatan yang sudah di dapat, di renggut oleh orang lain.

  1. Mane oleh bekais, itulah oleh nyetuk = Mana hasil mengais, itulah hasil mematuk

            Arti dari Peribahasa ini adalah berapa jumlah yang didapatkan dalam bekerja, itulah untuk makan. Dengan kata lain menggambarkan keadaan hidup pas-pasan.

  1. Nulung melepaske kuyuk sepit = Menolong melepaskan anjing terjepit.

          Biasanya peribahasa ini diteruskan dengan kalimat: “lah lepas die nggigit”. Seumpama kita yang kasihan melihat keadaan anjing terjepit lalu kita menolong melepaskannya, namun setelah lepas anjing itu malah menggigit kita. Jadi, arti peribahasa ini adalah seumpama keadaan kita yang menolong seseorang, namun setelah di tolong orang itu bukannya berterima kasih melainkan dia malah membalas dengan keburukan.

  1. Sangkannye putus betali bemban, sangkan melayang karene ampe = Sebabnya putus bertali bemban (serat bambu), sebab melayang karena hampa (kosong / tidak berisi)

            Artinya adalah menunjukan tentang sebab kekalahan (sese)orang. Misalkan, mengapa orang tersebut begitu mudah menyerah dalam perjuangannya atau begitu mudah/ dapat disingkirkan dalam suatu persaingan adalah hal tersebut dikarenakan ia tidak punya pondasi yang kokoh/ kualitas diri yang memadai/ kecakapan hidup yang tinggi sehingga ketika dihadapkan pada persaingan yang kuat/keras ia akan kalah (terjatuh/terjungkal/tersingkir, dsb).

  1. Ulak Ngulang = Pusaran Air yang Kembali

            Peribahasa ini adalah sindiran akan suatu pekerjaan atau pencapaian seseorang yang hanya jalan di tempat; tidak ada kemajuannya. Mungkin saja pekerjaan atau pencapaiannya itu sudah hampir berhasil, namun kemudian ia harus kembali lagi dari awal karena ada sebab-sebab tertentu yang mengharuskannya atau bisa juga karena ia memang tidak berbuat apa-apa sehingga tidak ada kemajuan dalam langkahnya. Orang yang pekerjaannya atau pencapaian dalam kehidupan hanya berputar-putar tak ada kemajuan, diumpamakan seperti Ulak Ngulang (Ulak adalah sebutan untuk Pusaran Air; Ngulang = Mengulang / Kembali)

  1. Makan lemak bekuah minyak = Makan lemak berkuah minyak

            Lemak adalah zat minyak yang melekat pada daging, dalam bahasa Musi Banyuasin dan beberapa daerah sekitarnya lemak juga berarti enak (Barangkali sebab awalnya lemak diidentikan dengan daging, dan menyantap daging itu enak). Makan lemak adalah menyantap makanan yang enak atau makanan yang mengandung minyak; kuah adalah air gulai yang dimakan bersama dengan nasi. Berkuah minyak berarti memakai kuah minyak (bukan air seperti pada umumnya). Sehingga arti dari peribahasa ini lebih kurang adalah tentang keadaan hidup (sese)orang yang telah bergelimang kemewahan, penuh dengan kelimpahan kenikmatan. Itulah kiranya maksud daripada peribahasa, Makan lemak bekuah minyak.

  1. Bungkuk baru negek/negak, bute baru mencelang = Bungkuk baru tegak, buta baru mencelang

            Artinya adalah tentang orang yang bodoh, miskin, dan sebagainya yang baru mengetahui atau mendapatkan hal-hal baru. Dengan pengetahuan dan atau pengalaman barunya tersebut ia mulai berlagak hebat dan atau pintar padahal sesungguhnya masih banyak orang lain yang lebih hebat serta lebih pintar dari dirinya, namun ia melupakannya. Orang yang sikap dan keadaannya seperti itu, itulah orang yang dinamakan bungkuk baru negak, bute baru mencelang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun