"Bisa-bisanya dipilih jadi Putri Indonesia perwakilan Papua Barat. fisik oke, tapi tutur katanya, Ya Tuhan," timpal yang lain.
Menanggapi kasus tersebut, Yayasan Puteri Indonesia pun turut menyayangkan akan tindakan yang dilakukan Olvah tersebut.
"Dalam hal ini kami sebagai bagian keluarga Puteri Indonesia ikut menyesal dengan apa yang disampaikan oleh Olvah," kata Kepala Departemen Komunikasi Yayasan Puteri, Mega Angkasa.
"Pada dasarnya, Olvah adalah seorang remaja muda yang berprestasi dan sangat menolak apa yang disebut dengan rasisme. Dan kami bersyukur semua sudah clear. Olvah sudah memberikan klarifikasi untuk minta maaf dan berharap hal ini nggak terjadi lagi untuk waktu ke depannya," sambungnya.
Menanggapi viralnya video Olvah yang semakin menjadi-jadi, mendapat perhatian tegas dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) .
"Hentikan! Netizen perlu menjadi komunitas pemutus kata. Kalau dampaknya buruk, kita harus secara proaktif menghentikan konten Olvah Hamid sehingga tidak menimbulkan keresahan publik dan pembelahan masyarakat," kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo, dikutip dari detikcom, Rabu (8/12/2021).
Efek video bernada kebencian suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di negara majemuk seperti Indonesia bisa sangat merusak. Maka, perlu kesadaran dari netizen untuk menjadi 'komunitas pemutus kata', bukan 'komunitas pembiak kata' yang asal share dan forward sembarang konten.
Seperti yang kita ketahui bahwa dampak dari media sosial sangatlah banyak, pertama dan utamanya adalah “jejak digital tidak akan pernah hilang”. untuk itu kita perlu waspada dalam bermedia. Indonesia dengan semboyannya yakni “Bhineka Tunggal Ika” justru seharusnya kita menerapkan sekaligus memperlihatkan rasa toleransi kita akan perbedaan. Guido Rings & Sebastian M Rasinger dalam bukunya mengatakan "Studi telah menunjukkan bahwa dukungan sosial dari warga negara tuan rumah membantu pendatang meningkatkan akulturasi dan integrasi, mengurangi marginalisasi, membangun jaringan dan komunitas profesional dan sosial lokal, dan memperkuat dan menegaskan budaya dan identitas mereka (Nga et al., 2017; Rao & Hemphill, 2016 )".
Dalam hal ini, Indonesia yang kaya akan perbedaan sudah sepatutnya kita sebagai warga negara harus menumbuhkan rasa nasionalisme serta rasa toleransi terhadap orang lain. Mengingat Indonesia merupakan destinasi favorit para wisatawan asing, dapat menjadikan Indonesia sebagai cermin yang dapat dibawa oleh para Wisatawan tersebut ketika sudah kembali ke negaranya. Dengan kata lain, apa yang kita lakukan akan menjadi image bagi negara kita terhadap mereka dari negara lain.
Referensi & Daftar Pustaka
Rings, G. & Rasinger, S. (2020). The Cambridge Handbook of Intercultural Communication. University Printing House, Cambridge CB2 8BS, United Kingdom.