The Shape of Water merupakan film bergenre drama-fantasi yang bercerita tentang romansa kisah asmara yang unik antara seorang petugas kebersihan bernama Elisa (Sally Hawkins) dengan seekor monster air yang diperankan oleh (Doug Jones).Â
Film yang disutradarai oleh Guillermo De Toro yang resmi rilis di bioskop Indonesia pada 29 Maret 2018 ini sukses menarik perhatian dunia dan juga berhasil meraih Piala Oscar 2018 kategori Film Terbaik dalam ajang Academy Awards ke-90 (Adam, 2018).Â
Bukan kali pertama del Toro menghadirkan film dengan genre yang sama yaitu The Devil's Backbone (2001), Hellboy (2004), Pan's Labyrinth (2006) dan Pacific Rim (2013) dengan mengusung konsep fiktif yang dikemas secara cantik dan seolah-olah nyata adanya.
Film ini sama hal nya seperti film Beauty and The Beast (2014) yang bercerita tentang sicantik dan siburuk rupa. Pada film ini, Elisa yang digambarkan sebagai sosok wanita yatim piatu tuna wicara dan gemar menonton film serta menari ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan tetangganya bernama Giles (Richard Jenkins).Â
Dalam kesehariannya, Elise bekerja di sebuah laboratorium Occam Aerospace Research Center sebagai seorang petugas kebersihan bersama temannya Zelda Fuller (Octavia Spencer).
Konflik dimulai saat seorang agen federal Richard Strickland yang diperankan oleh Michael Shannon berhasil menangkap seekor monster air dari pedalaman Amazon yang disebut "Amphibian Man"dan mengurungnya di laboratorium tempat Elis bekerja.Â
Rasa penasaran Elis bermula ketika monster tersebut ditaruh didalam kotak besi sembari berontak yang didorong oleh pekerja lain dan lewat di hadapan Elis.Â
Elis yang sedang bekerja seperti biasanya, tidak sengaja mendengar suara aneh yang membuatnya nekat untuk masuk kedalam ruangan rahasia yang ternyata tempat dimana monster tersebut dikurung dalam bejana. Bukannya takut, Elis justru merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika mencoba berinteraksi dengannya.
Elis yang berkomunikasi dengan American Sign Language merasakan kedekatan dengan Amphibian Man yang sepertinya mengerti apa yang dia rasakan hingga membuat keduanya berhasil menjalin ikatan percintaan meskipun dipisahkan oleh banyak perbedaan.Â
Bahasa isyarat merupakan salah satu bentuk komunikasi Non-Verbal seperti yang dikutip dalam (Samovar et al, 2015, h. 297) dijelaskan bahwa Komunikasi Non-Verbal merupakan komunikasi yang melibatkan semua rangsangan Non-Verbal (ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tubuh, kontak mata, sentuhan) dalam penyampaiannya dan merupakan pendukung dari komunikasi verbal sehingga dalam hal ini sejalan dengan tokoh Elis yang menggunakan Bahasa Isyarat dalam berkomunikasi.Â
Menggunakan 'kebebasannya' sebagai tukang bersih-bersih, Elis menyempatkan diri setiap malam dengan menyusup masuk kedalam ruangan rahasia tempat monster itu dikurung untuk memberinya makan dan menghiburnya dengan musik. Monster yang disiksa dan dijadikan bahan eksperimen itu mengisi ruang kosong di dalam diri Elisa. Alasan dibalik penangkapan monster tersebut adalah untuk dibedah dan dijadikan bahan penelitian. Hal inilah yang membuat rasa manusiawi Elis tergugah.
Pertemuan diam-diam yang dilakukan elis mulai terkuak ketika dua orang pejabat tinggi laboratorium yaitu Richard Strickland (Michael Shannon) dan Dr. Robert Hoffstetler (Michael Stuhlbarg) menemukan beberapa keanehan. Elis bersama Giles dan Zelda pun berupaya untuk menculik monster air tersebut dan membantunya untuk melarikan diri.Â
Namun pada akhir cerita film ini, Elis tewas ditembak oleh Richard dan Richard sendiri tewas setelah mendapat tusukan di bagian leher oleh monster amphibi ini. Hingga pada akhirnya, monster tersebut menggendong elis dan membawanya terjun kedalam air agar dapat hidup bersama dengannya untuk selamanya.
Film ini syarat akan makna khusus nya politis. Disamping mengajak kita untuk melihat dunia akan menjadi damai jika kita tidak terus-terus memaksakan kehendak sendiri dan bisa hidup berdampingan meskipun penuh perbedaan juga tidak kalah penting adalah film ini menyuarakan akan diskriminasi yang marak terjadi hingga saat ini. Hal ini dibuktikan melalui tokoh Elis yang merupakan putri dengan dunianya sendiri. Sebab di dunia luar, dia bukan siapa-siapa.Â
Orang yang tidak bisa bicara sama terasingnya dengan kulit hitam ataupun golongan LGBT. Karakter Elis jadi simbol yang tepat melambangkan gerakan progresif perempuan dalam beberapa tahun terakhir yang terus bergaung di AS. Dalam film ini, meskipun tak punya kuasa apa-apa, ia berani menyelundupkan Si Aset atas nama perikemanusiaan, dan tak gentar melawan Richard, bos tempatnya bekerja.Â
Secara implisit, lewat karakter Richard, ia juga ingin menunjukkan privilege yang digenggam golongan kulit putih tersebut sudah sejak lama memang ada dan nyata serta sangat berbanding terbalik dengan tokoh Zelda, perempuan kulit hitam dari kelas bawah yang sama halnya diperlakukan dan dianggap rendah.Â
Komunikasi Non-Verbal pada film The Shape of Water tidak hanya ditampilkan melalui Bahasa Isyarat yang dilakukan oleh Elis saja, tetapi melalui jam tangan yang digunakannya sebagai simbol waktu yang hadir di banyak adegan serta warna pakaian dan sinematografi gradasi berwarna hijau dimana warna hijau menggambarkan masa depan.Â
Daftar Pustaka :
Adam, A. (2018, Januari 29). Yang Bikin The Shape of Water Jadi Favorit di Academy Awards. Diakses dari : Â https://tirto.id/yang-bikin-the-shape-of-water-jadi-favorit-di-academy-awards-cDWa
Samovar, L. A., Porter, R. E., Mcdaniel, E. R., & Roy, C. S. (2015). Communication between cultures. Boston, Massachusetts: Cengage Learning.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H