Mohon tunggu...
Herbert
Herbert Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UBAYA

Mahasiswa UBAYA

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Sering Dicap sebagai Bad Influence, Media Sosial Ternyata Jadi Senjata Andalan Komunitas

1 Juli 2021   23:47 Diperbarui: 1 Juli 2021   23:58 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penulis: Sumawakti Kumalasari, Herbert Sen, Alexandra Kusnoharjo, Elisa Cornelis

Dalam berjalannya, komunikasi menjadi salah satu hal penting dalam komunitas. Komunikasi digunakan dalam berbagai interaksi sosial, rapat, konferensi, hingga pengenalan komunitas pada dunia luar. Eksistensi komunitas di era modern menjadikan media sosial sebagai sarana komunikasi yang bagus bagi komunitas. 

Berdasarkan smallbiztrends.com (2021), media sosial pertama kali diciptakan oleh Andrew Weinreich pada tahun 1997, sekarang hampir semua orang di dunia menggunakan media sosial. 

Dilansir dari wearesocial.com (2021), pengguna aktif media sosial mencapai sekitar 4.33 miliar orang, yang artinya sekitar 55% orang di dunia mengakses media sosial. Media sosial dapat menghubungkan individu dengan orang lain tanpa mempedulikan jarak dan waktu, selama terdapat akses internet. 

Tidak hanya menghubungkan setiap individu dalam komunitas, media sosial juga memampukan individu menjalin hubungan untuk membuat sendiri komunitas yang diinginkannya. 

Media sosial memiliki dampak tersendiri bagi individu yang menggunakannya. Menurut Bashir dan Bhat (2017) media sosial memiliki efek negatif pada kesehatan mental generasi muda karena munculnya masalah terkait kesehatan mental yang dapat menjadi wabah dalam kehidupan individu. 

Efek negatif yang dimaksud adalah depresi, cyber-bullying, sexting, kelelahan, stress, dan menurunnya kemampuan intelektual. 

Masyarakat hanya mengetahui sisi negatif dari internet dan media sosial karena lebih mudah dilihat dan yang diliput oleh media berita hanya sisi negatifnya saja. Efek-efek tersebut yang menjadi alasan tersematnya label "bad influence" pada media sosial. 

Kenyataannya, media sosial memiliki dampak positifnya sendiri. Media sosial dapat menjadi sarana bantuan bagi individu yang memiliki masalah kesehatan mental (Berryman, dkk., 2017). 

Beberapa aspek dari media sosial memiliki dampak positif pada well-being remaja, seperti dapat memiliki teman dengan latar belakang berbeda dan kemudahan mengakses dukungan atau bantuan (Vidal, dkk., 2020). Memiliki teman dengan latar belakang berbeda dapat memudahkan individu untuk lebih berpikiran terbuka. 

Dengan kemudahan mengakses dukungan dan bantuan, individu dapat lebih mudah melakukan sharing dengan orang lain. Sama halnya dengan Komunitas Kawan Dengar yang mampu menunjang kesejahteraan psikologis sebagian masyarakat di Indonesia melalui penggunaan media sosial. 

Kemajuan teknologi masa kini dalam bidang sosial mendukung tujuan Komunitas Kawan Dengar untuk memperluas jangkauannya. Saat ini Komunitas Kawan Dengar telah meningkatkan jumlah kliennya hingga mencakup masyarakat di luar kota Semarang. Media social memang dapat membuat individu membandingkan diri dengan orang lain atau menjadi korban cyberbullying. 

Namun bukan berarti media sosial merupakan hal negatif secara keseluruhan. Tergantung bagaimana individu menggunakannya, media sosial dapat menjadi sarana pemulihan kesehatan mental. 

Di dalam media sosial terdapat banyak sekali komunitas yang dibuat oleh orang-orang dari berbagai tempat. Komunitas ini beragam, mulai dari peminat game, perkumpulan Kpopers, hingga komunitas kesehatan.

Laporan Nasional Riskesdas 2018 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan kesehatan mental di kalangan masyarakat Indonesia yang perlu diperhatikan. 

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia prevalensi gangguan depresi pada remaja usia 15 tahun keatas meningkat 6,1%. Hanya 9% orang yang menjalani pengobatan dan mendapatkan penanganan ahli, 91% lainnya tidak mendapatkan penanganan ahli dan tidak menjalani pengobatan. 

Angka tersebut dinyatakan terus meningkat selama masa pandemi Covid-19. Hal ini mendorong Komunitas Kawan Dengar untuk mengembangkan serta memberdayakan komunitasnya. 

Komunitas Kawan Dengar merupakan sebuah komunitas di Semarang yang memberikan pelayanan konseling guna meningkatkan kesejahteraan psikologis masyarakat Indonesia. 

Dalam mengembangkan komunitasnya, Komunitas Kawan Dengar memanfaatkan teknologi terutama dalam bidang komunikasi untuk menjangkau lebih banyak orang. 

Teknologi yang paling sering digunakan adalah internet dan media sosial. Komunitas Kawan Dengar menggunakan media sosial untuk melakukan sounding serta melakukan rekrutmen anggotanya. Hal ini dilakukan dengan memberikan informasi-informasi untuk meningkatkan awareness pada masyarakat mengenai kesehatan mental. 

Selain itu, dalam komunitas ini, media sosial juga digunakan untuk melakukan konseling secara online, baik secara tatap muka langsung seperti menggunakan meeting platform, serta melakukan konsultasi dalam bentuk chatting menggunakan whatsapp, instagram, dan line. (Mahanani, dkk., 2020). Tanpa adanya media sosial yang mendukung, akan sulit bagi komunitas untuk menjangkau individu-individu yang membutuhkan layanan komunitas. 

Terlebih lagi saat ini dunia sedang menghadapi pandemi yang semakin membatasi manusia untuk berinteraksi secara langsung. Hal tersebut dapat menghambat komunitas untuk berkembang serta mempersulit komunitas dalam mencapai tujuannya yang adalah untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia.

Dibalik segudang dampak negatif media sosial menurut kacamata masyarakat, media sosial berkontribusi besar bagi komunitas. Teknologi berkontribusi dalam komunikasi, baik dalam arti berbagi informasi maupun dalam mengembangkan hubungan (Kloos, dkk., 2012). Salah satu bentuk penggunaan teknologi yang tampak pada upaya pengembangan Komunitas Kawan Dengar ialah media sosial. 

Berkat media sosial, komunitas dapat meluas ke berbagai wilayah karena tidak adanya batasan jarak dalam menjangkau orang lain. Terbukti dari peningkatan anggota dan klien Komunitas Kawan Dengar hingga ke seluruh indonesia dengan kemudahan untuk berkomunikasi jarak jauh yang disediakan oleh media sosial. 

Hal tersebut tentunya berkontribusi pada upaya pengembangan Komunitas Kawan Dengar baik dalam perluasannya maupun peningkatan fungsinya. Peningkatan fungsi ini ditunjukan dengan meningkatnya jumlah klien yang menunjang peningkatan kesehatan mental di Indonesia. 

Dengan menggunakan media sosial, komunitas dapat melakukan sounding untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap kesehatan mental dilakukan oleh komunitas dengan menggunakan media sosial. 

Melihat besarnya dampak-dampak yang diberikan oleh media sosial, pencapaian komunitas ini akan sulit dicapai tanpa media sosial. Dapat dijamin akan lebih sulit menjangkau masyarakat di luar Semarang bila tidak menggunakan media sosial.

Penggunaan media sosial ini memampukan terjadinya bonding. Bonding biasanya mengacu pada menciptakan dan memelihara ikatan sosial emosional yang kuat (Kloos, dkk., 2012). 

Hal ini juga terjadi dalam Komunitas Kawan Dengar, dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki suatu kesamaan yaitu keinginan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan mental. Bonding yang ada dalam komunitas ini dapat membantu individu dalam menghilangkan perasaan sendiri. 

Peluang untuk memunculkan bonding adalah salah satu keunggulan dari media sosial di komunitas. Tanpa adanya media sosial, akan sulit bagi komunitas untuk melakukan bonding apalagi kita sedang menghadapi masa pandemi. 

Komunitas Kawan Dengar menunjukan salah satu komponen dari social capital. Social capital meliputi 2 komponen: asosiasi objektif (struktur jaringan sosial yang dapat diobservasi) dan subjektif/ hubungan emosional (dikarakterisasi dengan timbal balik dan kepercayaan) (Pamela Paxton, 1999). 

Dalam Komunitas Kawan Dengar komponen yang lebih tampak ialah komponen subjektif, karena dalam berjalannya komunitas ini terdapat suatu hubungan timbal balik kepercayaan antara konselor dengan klien. Media sosial ini yang menjadi media untuk mewujudkan hubungan timbal balik dalam komunitas ini. 

Melalui media sosial, individu bisa mendapat dukungan emosional yang didapat bisa membantu dalam proses penyembuhan penyakit mental seperti depresi dan stress. Dengan begitu bila penggunaan media sosial tidak diberlakukan dalam komunitas, maka kesulitan bagi komunitas untuk menjalin relasi akan meningkat.

Selain keterkaitan emosional yang telah disampaikan di atas, harus diingat bahwa dampak dari penggunaan media sosial bervariasi dari individu ke individu lain. 

Menurut penelitian yang dilakukan Kraut dan rekan-rekannya (2001), individu extrovert memiliki kecenderungan untuk memunculkan dampak positif dalam penggunaan internet. Lebih spesifik, hal ini juga berlaku pada penggunaan media social. Individu ekstrovert cenderung lebih mudah membaur dalam komunitas dan lebih terbuka dibandingkan yang introvert. Perbedaan gender juga mempengaruhi apakah individu dapat terbuka atau tidak. 

Perempuan cenderung lebih terbuka secara emosional dibandingkan laki-laki, sehingga kemungkinan laki-laki bergabung dalam komunitas kesehatan mental lebih rendah dibandingkan perempuan. Perempuan juga lebih mudah meminta bantuan dan menyarankan orang lain untuk mencari bantuan dibandingkan laki-laki (Jackson, 2011). 

Hal ini mengindikasikan individu ekstrovert atau perempuan lebih memungkinkan mendapatkan hasil positif dari media sosial dibandingkan individu introvert atau laki-laki. Namun di samping hal-hal tersebut, media sosial tetap dapat diandalkan oleh komunitas untuk merangkul lebih banyak insan manusia. Dengan begitu media sosial dapat menjadi media emotional support.

Disamping berbagai dampak buruk yang dimiliki, media sosial menjadi sebuah senjata jitu untuk mengembangkan komunitas. Media sosial yang katanya dapat mengancam kesehatan mental dan fisik seseorang nyatanya juga dapat berperan sebaliknya. 

Melalui perannya dalam komunitas Kawan Dengar, media sosial berhasil menunjukan dampak positifnya dengan menunjang peningkatan kesehatan mental di Indonesia. Melalui media sosial, individu dapat mencari bantuan dengan lebih cepat dan mudah. Para pengguna media sosial dapat melakukan bonding dengan orang lain sehingga tidak merasa sendiri. 

Bonding juga membantu dalam proses penyembuhan penyakit mental seperti stress dan depresi. Namun perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari penggunaan media sosial bervariasi. Kepribadian dan gender individu dapat mempengaruhi penggunaan media sosial, terutama kepribadian individu itu sendiri. Seseorang yang cenderung terbuka biasanya mendapatkan manfaat positif yang lebih banyak dari penggunaan media sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Bashir, H., & Bhat, S. A. (2017). Effects of Social Media on Mental Health: A Review. The International Journal of Indian Psychology, 4(3), 125--131. https://doi.org/10.25215/0403.134

Berryman, C., Ferguson, C. J., & Negy, C. (2017). Social Media Use and Mental Health among Young Adults. Psychiatric Quarterly, 89(2), 307-- 314. https://doi.org/10.1007/s11126-017-9535-6

Jackson, J. (2011). Gender Differences in Seeking Help (thesis). Eastern Kentucky University, Kentucky.

Kemp, S., Mazloumian, P., Currey, H., & Wickerson, B. (2021, April 21). 60 percent of the world's population is now online. We Are Social. https://wearesocial.com/blog/2021/04/60-percent-of-the-worlds-population- is-now-online.

Kloos, B., Hill, J., Thomas, E., Wandersman, A., Elias, M. J., & Dalton, J. H. (2012). Community Psychology: Linking Individuals and Communities (3rd ed.). Wadsworth.

Mahanani, F. K., Rizki, B. M. T., Pratiwi, P. C., Mabruri, M. I., & Amawidyati, S.

A. G. (2020). Komunitas Kawan Dengar: Acquiring Online Counseling Microskills. Edukasi, 14(2), 116-122.

Published: May 8, 2013L. U. J. 22. (2021, January 22). The Complete History of Social Media: Then And Now. Small Business Trends. https://smallbiztrends.com/2013/05/the-complete-history-of-social-media- infographic.html.

Vidal, C., Lhaksampa, T., Miller, L., & Platt, R. (2020). Social media use and depression in adolescents: a scoping review. International Review of Psychiatry, 32(3), 235--253. https://doi.org/10.1080/09540261.2020.1720623

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun