Pastinya Anda tidak asing lagi dengan TikTok Shop, sebuah fitur belanja online yang terintegrasi dalam aplikasi TikTok. Hal tersebut berarti TikTok Shop juga terintegrasi dengan format video pendek yang dipakai TikTok, sehingga memungkinkan pengguna untuk langsung membeli sebuah produk dengan menekan sebuah ikon dalam video pendek yang mereka tonton. Cara pembelian yang beragam tapi praktis ini memudahkan interaksi pembeli dan toko, serta menjembatani sela antara e-commerce dan hiburan.
Fitur yang diluncurkan pada 17 April 2021 ini telah menjadi salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia. Bahkan platform ini telah menyalip Tokopedia dan Bukalapak dalam kurun waktu 3 tahun.
Menurut informasi dari TMO Group, 9% ( Rp76,8 triliun) dari transaksi bruto e-commerce di Indonesia berasal dari TikTok Shop. Persentase ini baru menunjukkan transaksi yang terjadi eksklusif di TikTok Shop. Setelah mengakuisisi Tokopedia pada Desember 2023, transaksi TikTok Shop di Indonesia pun semakin meningkat.
Bagaimana Cara Kerja TikTok Shop?
Sama seperti platform e-commerce lainnya, TikTok Shop menjual barang secara online. Kunci dari kesuksesannya terletak pada teknik pemasaran khas yang dipakai. TikTok Shop memanfaatkan konten video pendek untuk memasarkan produk, sering kali dengan bantuan influencer (disebut juga affiliate marketing) atau melalui live commerce dalam TikTok Live. Selain itu, ada juga fitur - fitur lainnya, yaitu diskon besar dan flash sale yang mendorong konsumsi para pengguna.
Teknik live commerce sesuai namanya adalah teknik penjualan produk melalui interaksi langsung antara pembeli dan penjual secara online. Teknik ini memungkinkan toko - toko atau merek - merek kecil untuk berinteraksi langsung dengan audiens luas, sehingga mereka setidaknya dapat dilihat oleh banyak orang. Anda dapat melihat praktik ini secara langsung dengan cara membuka aplikasi TikTok lalu menekan ikon/tombol LIVE di kiri atas.
Mereka menawarkan produk dengan promosi menarik, seperti diskon besar-besaran atau bonus eksklusif. Ditambah lagi, konsep FOMO (Fear of Missing Out) mendorong konsumen untuk segera membeli sebelum kehabisan.
Teknik affiliate marketing memungkinkan keuntungan bagi pihak produsen dan konsumen dengan cara memberikan komisi kepada setiap orang yang membuat konten promosi produk. Teknik ini sebenarnya sudah ada dan sudah digunakan oleh platform lainnya sejak dulu, tapi belum ada yang berhasil memanfaatkannya seperti TikTok Shop. Melalui teknik ini, toko - toko atau merek - merek yang kurang terkenal dapat menjadi sukses dan terkenal.
Menurut Arnold Oscar, VP of B2B Commercial, hal tersebut disebabkan oleh affiliate yang memasarkan produknya. "Dulu konsumen melihat apa yang digunakan oleh orang terkenal untuk pertimbangan. Sekarang, rekomendasi teman terdekat bisa menjadi pertimbangan.”
Umumnya para affiliate membuat video ulasan produk, tapi banyak juga yang menggunakan hiburan untuk menarik pembeli. Misalnya, mengintegrasikan iklan produk di dalam sebuah video lucu, menggunakan lelucon dan candaan saat memasarkan produknya, dan lainnya. Fitur video pendek yang ada di TikTok membawa kemungkinan yang luas bagi orang - orang untuk memasarkan sebuah produk.
Hedonisme di Era Digital
Hedonisme merupakan perilaku yang menuhankan kenikmatan dan kesenangan pribadi, kemewahan, dan kemapanan diatas segalanya (Hersika et al., 2020). Kata hedonisme diambil dari bahasa Yunani ἡδονισμός (dibaca hēdonismos) dari akar kata ἡδονή (dibaca hēdonē, yang berarti 'kesenangan'). Maka dapat disimpulkan bahwa hedonisme adalah sebuah paham yang mengutamakan kesenangan dan kepuasan diri sendiri.
Di era digital, konsep ini semakin kuat dengan kehadiran media sosial yang terus memamerkan gaya hidup mewah dan konsumtif. Dipujanya penggunaan pakaian dengan merek terkenal, makanan baru dari luar negri (contohnya coklat Dubai yang saat ini sedang viral), dan benda - benda mewah lainnya mendorong sikap FOMO (Fear Of Missing Out) dan konsumtif para pengguna.
TikTok dengan konten yang penuh kreativitas dan daya tarik visual, menjadi salah satu platform yang mempromosikan hedonisme secara tidak langsung. Melalui video singkat yang menampilkan produk-produk mewah, tren fashion terbaru, hingga pengalaman belanja instan, pengguna cenderung tergoda untuk mengikuti gaya hidup ini demi validasi sosial dan kepuasan pribadi.
Hubungan TikTok Shop dan Hedonisme
1. Promosi Gaya Hidup Konsumtif
TikTok Shop dirancang untuk menarik perhatian konsumen dengan menampilkan produk-produk yang seolah menjadi "keharusan" untuk dimiliki. Melalui konten-konten menarik yang dibuat oleh influencer, pengguna merasa terdorong untuk membeli demi mendapatkan kesenangan atau untuk mengikuti tren. Mereka meyakinkan bahwa dengan membeli produk - produk tersebut, pengguna bisa merasakan kesenangan dan kepuasan yang sama.
2. Strategi Pemasaran Berbasis Impulsif
TikTok Shop menggunakan strategi pemasaran yang dirancang untuk memicu pembelian impulsif. Video singkat dengan visual menarik, musik catchy, dan testimoni dari influencer menciptakan urgensi untuk membeli.
Selain itu, pembelian impulsif juga didorong oleh diskon besar - besaran. Jika Anda sering menggunakan TikTok, pastinya Anda pernah menemukan video yang memasarkan sebuah produk dengan harga abnormal. Saya sendiri pernah menemukan video yang memasarkan kue soes kering berisi coklat dengan harga 100 perak. Penurunan harga yang drastis tersebut disebabkan oleh diskon besar - besaran yang sering diadakan oleh TikTok Shop.
Berdasarkan informasi di atas, TikTok Shop menjadi motivasi hedonik. Menurut Solomon, Bamossy, Askegaard dan Hogg (2006:312-313) ada 6 motivasi hedonik, yaitu adventure shopping, value shopping, idea shopping, social shopping, gratification shopping, dan role shopping. Berdasarkan informasi yang saya berikan, TikTok Shop termasuk ke value shopping dan idea shopping.
Value shopping adalah kenikmatan yang dirasakan konsumen ketika mendapat diskon, promosi, atau ketika berhasil tawar menawar harga. Diskon besar - besaran dan berbagai promo yang diberikan TikTok Shop mendorong sejalan dengan pengertian ini. Kenikmatan yang dirasakan para pengguna TikTok Shop mendorong mereka untuk terus melakukan pembelian impulsif dan melakukan tindakan hedonis.
Idea shopping adalah pembelian barang yang dilakukan akibat sebuah tren dan mode baru. Tren coklat Dubai yang viral di TikTok mendorong banyak orang untuk membelinya. Mereka ingin mengikuti tren dan merasakan produk baru tersebut. Selain coklat Dubai, masih banyak contoh lain yang menunjukkan pengguna TikTok Shop membeli suatu barang akibat tren.
Dampak Hedonisme bagi Pengguna TikTok Shop
1. Masalah Finansial
Kebiasaan belanja impulsif yang dipicu TikTok Shop berisiko menimbulkan masalah finansial. Banyak konsumen yang tidak sadar telah menghabiskan uang untuk barang-barang yang kurang bermanfaat, sehingga gaya hidup boros menjadi hal yang umum. Hal ini kemudian akan menuju kepada penurunan kualitas hidup
2. Masalah psikologis
Secara psikologis perilaku konsumtif menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan rasa tidak aman. hal ini disebabkan individu selalu merasa adanya tuntutan untuk membeli barang yang diinginkannya akan tetapi kegiatan pembelian tidak ditunjang dengan finansial yang memadai sehingga timbulnya rasa cemas karena keinginannya tidak terpenuhi (Suyasa dan Fransiska 2005).
Solusi Mencegah Tumbuhnya Hedonisme
1. Edukasi Generasi Muda
Menurut Donny Eryastha selaku Head of Public Policy TikTok Indonesia, pengguna aplikasi TikTok di Indonesia didominasi oleh generasi Y dan Z (Rakhmayanti, 2020). Generasi Y juga biasa disebut generasi milenial, sedangkan generasi Z atau kerap disingkat dengan Gen Z sendiri merupakan generasi di bawah milenial antara umur 14 sampai dengan 24. Ini berarti mereka rentan membangun sikap hedonisme sejak masa muda.
Oleh karena itu, perlu ditanamkan literasi keuangan, sehingga generasi muda dapat membuat keputusan belanja yang lebih bijak. Kampanye edukasi tentang belanja cerdas juga diperlukan untuk melawan tren hedonisme di TikTok Shop.
2. Kesadaran Finansial
Penting bagi pengguna untuk memahami prioritas kebutuhan dibandingkan keinginan. Membuat anggaran belanja dan membatasi penggunaan media sosial dapat membantu mengontrol kebiasaan konsumtif.
3. Menyaring Iklan di TikTok
Setelah membangun pola berpikir yang bijak secara finansial, para pengguna TikTok juga harus membangun sebuah lingkungan yang mendukung. Jika mereka tetap dihadapkan dengan godaan - godaan pemantik hedonisme, maka hanya masalah waktu sebelum mereka kembali 'terjatuh'. Oleh karena itu, sebisa mungkin saring video - video di TikTok Anda agar tidak menunjukkan iklan yang menggoda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H