Revisi UU MK Kembalikan Marwah Mahkamah Konstitusi Demi Integritas
Mahkamah Konstitusi (MK), adalah salah satu Lembaga Negara yang memiliki Otoritas penuh serta sah di tengah menjalankan fungsinya. Guna  memelihara konstituasionalitas.
Dan Mahkamah Konstitusi merupakan Badan Resmi yang ditunjuk oleh pemerintah terkait peranannya menegakan dan menjalankan sistem Demokrasi, di antara cabang kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Lembaga Peradilan (Judiciary).
Namun belakangan ini sepak terjang MK, menjadi sorotan publik serta tak lepas dari perbincangan khalayak ramai, Â dan juga menuai kontroversi, polemik, konflik serta pro-kontra lantaran putusannya ditenggarai berdasarkan laporan dari sejumlah elemen masyarakat.
Perihal dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi, terkait putusannya yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka hingga dapat melenggang mengikuti Pemilu Pilpres-Cawapres pada 2024.
Yang mana MK disinyalir telah menyalahgunakan wewenang kekuasaannya, lantas mencuatkan dualisme yakni persepsi yang datang dari kubu yang saling besebrangan. Mengenai hal tersebut. Mengakibatkan pandangan terbelah.
Atas dasar persepsi tersebutlah maka serta merta dijadikan acuan guna digulirkannya sebuah wacana, yakni Revisi Undang-undang MK oleh anggota dewan. Komisi III DPR RI pun telah mengambil langkah sedianya membentuk team work guna menyusun revisi UU MK.
Namun dewasa ini UU MK direvisi lantaran sarat konflik kepentingan serta diwarnai intervensi, tak serta merta direvisi demi visibilitas keadilan. Yang lamat-lamat bias dan samar.
Dan opini-opini di luar sana terlanjur merebak dan berkembang luas, sehingga tak kuasa dibendung. Di satu pihak didapati setuju lantas memberikan dukungan penuh dengan diadakannya revisi, dan memiliki anggapan bahwasannya perubahan itu amat sangat diperlukan.
Guna memperkuat kedudukan MK terkait pemeliharaan konstitusionalitas mengenai peraturan perundang-undangan. Namun di sudut yang berbeda yaitu di pihak yang notabene menolak diberlakukan revisi, justru beranggapan perihal tersebut bentuk intervensi MK terhadap kebijakan serta legitimasi pemerintah.
Akankah perubahan mengarah pada revitalisasi, atas nama perubahan dan perbaikan. Bukan sekedar membuat rancangan UU MK yang sebentar- bentar dilakukan uji materi, disahkan, diputuskan dalam tempo yang singkat.
Namun yang pasti dengan diadakannya revisi semakin memperkuat kedudukan atas MK, lantaran kian bertambahnya sejumlah wewenang dalam skala serta cakupan yang lebih luas guna mengawasi serangkaian kebijakan pemerintah.
Hendaknya dapat ditelaah lebih lanjut mengenai perubahan yang digagas oleh MK tersebut, dan semestinya MK dapat bersikap Netral serta memelihara Indepedensi tak menunjukan keberpihakan.
Oleh sebab itu diperlukan tindak serta upaya untuk memperjelas hal-hal yang dengan kriteria mengarah pada perundang-undangan yang berkenaan diuji oleh MK.
Adalah turut memperkuat mekanisme dilakukakan dan dilaksanakannya sebuah tindakan serta mengusung langkah-langkah konkret perihal arti sebuah ketegasan.
Hakim MK dituntut menjaga nilai-nilai independensi serta akuntabilitas, mengambil suatu putusan demi tegaknya Demokrasi terpimpin tanpa diintervensi oleh pihak-pihak mana pun. Putusan yang berdaulat bukan berdasarkan pesanan.
Terlebih agar Marwah MK yang merupakan Lembaga yudikatif, terpelihara, terselamatkan dan tak tercederai. sistem peradilan pun akan tetap tegak berdiri di atas pilar-pilarnya.
Dengan menggenggam tonggak kewenangan tanpa kesewenang-wenangan. Sehingga Marwah MK tetap terintegritas.
Jakarta, 07/12/2023
Hera Veronica Suherman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H