Tak lupa diberi seperangkat sound system, sebagai hiburan tatkala melintasi tempat tujuan. Meski tak jarang bunyi speakernya terdengar semblep alias sember dan suara bassnya pun tak mantul terlebih bulet. Melainkan pecah. Maklumlah hanya menggunakan speaker aktif seadanya.
Odong-odong ini pun kian hari kian tumbuh menjamur, populasinya kian banyak. Yang mana semestinya dapat diantisipasi, sebelum menjadi polemik tersendiri yang sukar diberantas.
Tak dapat dipungkiri Odong-odong yang tengah ngetem sekenanya, memberi kontribusi kemacetan. Kian memperparah keadaan di ruas jalan tersebut, karenanya sukar diurai. Sebab keberadaannya menciutkan dan memakan badan jalan.
Para supir odong-odong yang mayoritas anak-anak muda putus sekolah dan para pengangguran, parkir di bahu jalan menanti penumpang datang berhambur dari area pasar yang dilintasi dua arah.
Semoga Pemprov DKI serta Dinas Perhubungan terkait lebih serius lagi menanggulangi perihal kemacetan di ruas jalan tersebut, dan menertibkan keberadaan Odong-odong yang yang turut serta menjadi biang keladi kemacetan.
Meski dirasa bagai memakan buah simalakama, di satu sisi memberi mata pencaharian dan penghidupan. Sedianya memberdayakan pengangguran bagi mereka-mereka tak terserap bursa lapangan kerja.
Namun di lain sisi memperparah kemacetan di ruas jalan yang tak seberapa besar tersebut, terlebih di jam-jam padat merayap.
Jakarta, 13/9/2023
Salam kompasiana
Hera Vetonica Suherman