A K I . . . Â Di Sela Udud Pagi
Duduk di kursi bambu
dengan derit bunyi
krekekkkkk
Celah jemari kisut menjepit
sebatang rokok kaung
buatnya gandrung
Asap disesap hingga lesap
seraya ongkang kaki
beralas sandal jepit
Bertudung peci hitam
bertengger di kepala
serta tak alpa
Kenakan baju kebesarannya
yakni selembar kaos
oblong tipis serta
Sarung motif kotak-kotak
dililitnya di pinggang
lalu senyum girang
Lengan di topang lantas
pikirnya mengawang
sukar diterawang
Pikirnya teramat sederhana
takada secuil pun muluk
di letih kerap memeluk
Seperti halnya tubuh kehidupan
yang digigit kuat-kuat oleh
tajam taring kenyataan
Dan terjepit di tengah ekonomi
serba sulit namun masih
bisa berceloteh riang
Bak burung kutilang jalang
sembari.nikmati jilatan
hangat lidah mentari
Centil menari di pori pagi
hingga mata pagi buta
sebab dihunus gulita
Dan begitu untuk seterusnya
aki nikmati hari dalam
sepotong kue tersaji
Di nampan kenyataan dan
di baki kehidupan lantas
berujar bahwasannya
Hidup tak bisa ditawar dan
bahagia tak bisa ditakar
jadi nikmati saja
Segala yang Tuhan beri
kendati pahit manis
menyisa ampas
Hingga hadirkan tawa lepas
lantas kembali mensesap
candu batang cerutu
Selorohnya niscaya rasa susah
kelak menguap lenyap
bak.kepulan asap
Aki di sela udud pagi dan
terkadang ditingkahi
batuk teruhuk
H 3 R 4
Jakarta, 24/5/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H