Salah satu wacana yang bakal menjadi berita menenangkan para kepala sekolah jenjang pendidikan dasar hingga menengah, adalah kebijakan penghapusan kewajiban mengajar di kelas bagi kepala sekolah, oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Mengapa wacana kebijakan Mendikbud ini, saya sebut dapat menenangkan kepala sekolah?
Selama ini pemerintah melalui Mendikbud, mewajibkan kepala sekolah untuk mengajar di kelas. Apalagi bagi kepala sekolah yang telah mendapatkan sertifikat tunjangan profesi. Pada data Dapodik sekolah, seorang kepala sekolah harus mencantumkan jumlah jam mengajar tertentu, sesuai disiplin mata pelajaran yang diampunya, untuk proses sinkronisasi data.
Sementara itu, pada paparan tugas dan peran kepala sekolah yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, secara umum kepala sekolah memiliki tugas dan peran dalam lima dimensi kompetensi.
Kelima dimensi kompetensi itu yakni: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Ketika lima dimensi kompetensi itu dijabarkan lagi menjadi beberapa subkompetensi operasional yang harus dilaksanakan, maka begitu luar biasanya kesibukan yang harus dijalani oleh seorang kepala sekolah. Sebagai contoh, dalam dimensi kompetensi kepribadian, subkompetensi yang harus diimplementasikan seorang kepala sekolah adalah berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
Pengimplementasian akhlak mulia agar menjadi teladan bagi komunitas di sekolah/madrasah sungguh suatu beban moral yang sangat berat. Tugas kepala sekolah sebagai figur sentral komunitas terdidik di sekolah dalam bidang pembangunan akhlak, tidaklah bisa dipandang ringan. Pelaksanaan proses pengembangan infrastruktur sarana dan prasarana di sekolah, saat ada dana bantuan pemerintah maupun dana dari masyarakat, menjadi beban tersendiri, karena kepala sekolah menjadi figur teladan yang berakhlak mulia. Apalagi jika ditambah dengan berbagai informasi di daerah lain ada pembebastugasan kepala sekolah seperti pemecatan sembilan kepala sekolah oleh walikota Ridwan Kamil di Bandung, karena ditengarai melakukan praktik pungutan liar (pungli). Beban moral itu kian menggelayut di dada. Padahal tugas kepala sekolah bukan sesuatu yang ngeri-ngeri sedap kan?
Di lain pihak, kepala sekolah sudah berupaya bekerja semaksimal mungkin sesuai dengan standar kompetensi manajerial tata kelola keuangan sekolah yang akuntabel, transparan dan efisien. Namun, jika nasib awak lagi tidak bagus bisa menjadi korban politis untuk pencitraan penguasa maupun LSM saat menciptakan zona bebas pungli.
Dimensi kompetensi lain yang tak kalah pentingya adalah kompetensi kewirausahaan. Dalam dimensi kompetensi ini, seorang kepala sekolah dituntut bisa menciptakan inovasi yang berguna, bekerja keras, memiliki motivasi yang kuat, pantang menyerah, dan memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola jasa sekolah sebagai sumber belajar para peserta didik.
Kepala sekolah harus bisa menciptakan brand yang spesifikbagi sekolahnya. Kemampuan branding ini akan sangat berpengaruh bagi nilai jual sekolah yang dimanagenya, terutama aspek keunggulannya. Bagaimanapun kondisi masyarakat pengguna jasa sekolah saat ini sudah sangat cerdas. Hanya sekolah yang memiliki ciri keunggulan tertentu sajalah yang akan eksis dan menjadi pilihan pertama dan utama masyarakat, saat mereka ingin mengantar putra-putrinya ke jenjang sukses di masa datang. Sedangkan untuk bisa mencapai ke tahap menciptakan brand seperti itu, bukan tugas ringan kepala sekolah. Perlu ada kegilaan tertentu yang harus ditonjolkan oleh seorang kepala sekolah, agar masyarakat tergila-gila terhadap keunggulan sekolah yang berada di bawah sistem manajerialnya.
Lalu bagaimana dengan keberadaan kepala sekolah dalam kehidupan sosial masyarakatnya? Kepala sekolah sebagai bagian dari kehidupan sosial di lingkungannya tentu saja memiliki peran yang sangat penting terutama berkaitan dengan upaya membangun citra sekolah yang dikelolanya. Dia harus bisa memanfaatkan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat untuk diajak bekerja sama membangun komunitas terdidiknya.
Bersama dengan Komite Sekolah, seorang kepala sekolah harus bisa menjalin kerja sama dengan masyarakat yang peduli dengan perkembangan satuan pendidikan. Tokoh masyarakat, terutama pengusaha, sangat besar manfaatnya jika mau bergabung dalam manajemen kepala sekolah dengan memberi kontribusi konstruktif guna peningkatan kompetensi tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, maupun sarana dan prasarana sekolah.
Rasanya tidak berlebihanlah jika sederetan paparan tugas dan kewajiban kepala sekolah yang telah disebut di atas, sebagai tugas yang tidak ringan. Dalam dimensi kompetensi dan penjabarannya, begitu banyak kegiatan yang harus dilaksanakan maupun diikuti oleh kepala sekolah. Belum lagi keterlibatannya dalam berbagai bentuk kegiatan seremonial ketika ada peringatan hari-hari besar nasional maupun keagamaan, ataupun peringatan hari jadi kabupaten/kotamadya. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab komunitas terdidik di satuan pendidikan, harus berperan aktif memeriahkan bentuk seremonial upacara-upacara dimaksud, dengan mengirimkan siswa sesuai kebutuhan yang diperlukan.
Keinginan Mendikbud agar kepala sekolah dibebaskan dari tugas mengajar siswa di kelas sungguh bisa menjadi berita yang menenangkan sekaligus barangkali menyegarkan. Bagaimanapun banyaknya kompetensi yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh kepala sekolah, sering mengakibatkan persiapan untuk tugas mengajar di kelas menjadi tidak maksimal.Â
Padahal proses pembelajaran di kelas sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, bukan semata proses transfer materi pelajaran kepada peserta didik. Proses pembelajaran haruslah membangkitkan motivasi peserta didik dalam mengaktualisasikan aspek spiritual, karakter, dan sikap secara simultan bersama-sama kompetensi akademisnya.
Semoga dengan kebijakan baru itu nanti, para kepala sekolah tingkat pendidikan dasar hingga menengah, bisa menjadi lebih bertanggung jawab akan tugas dan perannya sebagai manajer di satuan pendidikan yang diembannya. Hal ini juga dapat memberi espektasi baru bagi peningkatan mutu pendidikan di negeri ini, karena tugas-tugas yang dikerjakan oleh kepala sekolah menjadi lebih fokus pada action yang edukatif, konstruktif, kreatif, dan inspiratif bagi komunitas terdidiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H