Filosofi sepak bola yang dimiliki klub asal Inggris ini sudah mengakar kuat dalam budaya mereka. Hal itu terbukti, siapapun pelatihnya, siapapun pemain-pemainnya, gaya bermain The Reds tetap sama.Â
Sejak era pelatih asal Jerman, Juergen Klopp, pasukan yang bermarkas di Merseyside ini dibangun dalam sebuah sistem sepak bola menyerang dengan pressing tinggi.Â
Filosofi ini terus dipertahankan bahkan sudah menjadi budaya baku bagi klub yang akrab dengan kostum merah membara ini.Â
Juergen Klopp dengan khas menerapkan sepak bola Gegenpessing yang diterapkannya di skuad asuhannya, Liverpool.Â
Berbicara Gegenpressing, kita tidak bisa menghindar dari sosok Ralf Rangnick, pelatih asal Jerman yang pertama kali menemukan filosofi sepak bola ini sehingga terkenal dengan sebutan Bapak Gegenpressing.Â
Juergen Klopp adalah murid terbaik dari Ralf Rangnick yang berhasil menerapakn Gegenpressing di Borrusia Dortmund untuk meraih juara Bundesliga dua musim berturut-turut yaitu edisi 2010-2011 dan 2011-2012.Â
Kemudian Klopp membawanya ke skuad Liverpool saat dirinya melatih The Reds sejak tahun 2015 sampai 2024 selama 9 tahun berada di Merseyside.Â
Ciri kental gaya sepak bola Gegenpressing adalah kolektivitas para pemain untuk kembali merebut bola dari lawan secepat mungkin, setiap mereka kehilangan bola. Orang juga biasa menyebutnya sebagai counter pressing.Â
Kemudian menguasai bola selama mungkin untuk menyerang ke area gawang lawan dengan tujuan akhir mencetak gol.Â
Sebenarnya gaya ini mirip dengan total football ala Rinus Michels Belanda yang menerapkan penguasaan bola secara intens.Â
Mohamed Salah sempat mengomentari tentang kesamaan antara tim Liverpool saat ini bersama asuhan pelatih asal Belanda Arne Slot dan pemenang Liga Champions 2019 di bawah asuhan Juergen Klopp.Â
Keduanya menggunakan sistem Gegenpressing. Filosofi sepak bola menekan dengan ketat tanpa memberikan kesempatan lawan untuk bernafas.
Walaupun berbeda pemain, berbeda pelatih tetapi filosofinya tetap sama yaitu Gegenpressing yang sudah menjadi budaya sepak bola mereka.Â
"Ini berbeda. Manajernya berbeda, pemainnya juga berbeda. Kami memiliki empat, lima, atau enam pemain tersisa dari skuad itu, tetapi kami memiliki bakat yang bagus, pemain yang bekerja sangat keras, dan manajer dengan ide-ide yang bagus.Â
"Kami akan mencobanya dan melihat hasilnya." Demikian Mohamed Salah mengomentari kinerja skuad Liverpool ketika mereka berhasil menang 2-1 atas Lille, klub asal Prancis di ajang Liga Champions fase grup liga, seperti dilansir Skysports.com (22/1/25). .Â
Kemenangan ini adalah kemenangan ke-7 dari 7 laga mereka di fase liga, UEFA Champions League 2024-2025.Â
Hanya tinggal selangkah laga Liverpool lolos ke fase gugur dengan menjadi tim yang masuk 8 besar pertama.Â
Bahkan saat inpun mereka sudah berhak lolos ke 16 besar fase gugur, karena jumlah poin mereka tidak mungkin terlampaui tim yang ada di peringkat 9.Â
Dalam laga ini juga, Mohamed Salah mengukir sejarah dengan prestasinya menjadi pemain Liverpool pertama yang mencetak 50 gol di Eropa.Â
Mo Salah juga berdoa semoga saja dirinya bukan yang terakhir. Artinya masih ada pemain lain yang memiliki rekor seperti Mo Salah.Â
Bahkan dalam laga itu dirinya tidak fokus pada rekor sebelum pertandingan berlangsung. Dia hanya  ingin memenangkan laga tersebut.Â
Pemain Liverpool asal Mesir itu juga mengakui bahwa lawannya, skuad Lille memiliki rencana permainan yang sangat bagus.Â
Mereka tidak terkalahkan selama 21 pertandingan dan merupakan tim yang tangguh dengan pertahanan berlapis.Â
Akhirnya dengan kolaborasi Mohamed Salah dengan para pemain yang lebih muda seperti  Harvey Elliot yang mencetak gol kedua Liverpool juga Curtis Jones, Bradley dan Darwin Nunez,Liverpool berhasil meraih hasil luar biasa.Â
Filosofi Gegenpressing terbukti sudah menjadi budaya klub Liverpool yang bermarkas di Anfield dengan suporter fanatik mereka. Selamat untuk The Reds.Â
*****Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H