Matanya memperhatikan halaman penjara saat beberapa santri berhasil ditangkap, sebagian lainnya tertembak. Melihat momen itu Bayu menitikkan air mata, sedih ditinggal guru tercintanya, Kiyai Furqon.Â
Dalam kesedihan itu terbayang kenangan bagaimana Kiyai Furqon mendidiknya menjadi sosok pemuda berilmu tinggi. Baik dalam ilmu agama maupun ilmu kanuragan.Â
Tetiba Bayu merasakan kedua pundaknya dipegang dengan cengkraman tangan yang sangat kuat. Dengan rekleks Bayu melakukan perlawanan, tetapi lawan lebih cekatan gerakannya, sehingga membuat Bayu tidak berdaya.Â
"Siapa kamu?" Teriak Bayu. Orang itu tidak bereaksi, kedua tangannya mengunci tubuh Bayu yang tidak berkutik.Â
"Bayu, akhirnya kamu datang juga," suara lembut yang sangat familiar bagi Bayu. Suara yang selama ini dirindukannya.Â
"Kiyai Guru!" Teriak Bayu berbalik menatap sosok di hadapannya.Â
Kiyai Furqon berdiri dengan senyum ramahnya. Terlihat rambut putih panjang dengan kumis dan janggutnya yang juga berwarna putih. Namun tidak mampu mengelabui Bayu bahwa di hadapannya adalah Gurunya yang sangat dirindukan selama ini. Merekapun berpelukan.Â
@Hendro SantosoÂ
Kompasianer anggota Komunitas Pulpen, penggemar Cerpen yang terus menerus belajar menulis tanpa batas.Â
*****
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI