Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya

1 Agustus 2024   16:24 Diperbarui: 1 Agustus 2024   16:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbaring tidak berdaya, sudah berbulan-bulan hanya berteman botol infus dan peralatan medis seperti ventilator untuk alat bantu pernafasannya dan Electro Cardiograph yaitu alat monitor denyut jantung. 

Hendarno mengalami kondisi tidak sadarkan diri akibat adanya penyumbatan di pembuluh darah menuju otak. Hal itu karena adanya komplikasi penyakit diabetesnya dan penimbunan kolesterol yang parah. 

Dalam 3 hari terakhir ini ada satu keajaiban ketika dalam kondisi tidak sadar tersebut, tetiba ingatannya masih bisa menerawang. Banyak yang kembali teringat kenangan-kenangan indah dari lelaki berusia 80 tahun itu. 

Dalam ruang ingatannya yang muncul pertama kali adalah senyum Ibundanya yang sudah wafat tahun 2016 yang lalu. Sebagai anak tertua, Hendarno selalu menerima pesan untuk selalu membimbing adik-adiknya. 

Senyum Ibundanya juga mengandung arti kasih sayang yang sangat tulus tiada batas. Hendarno seakan masih bisa merasakannya bagaimana Ibundanya selalu menciumnya ketika Hendarno berangkat ke sekolah. 

Masa kecil yang indah yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi. Masa kecil yang penuh dengan kasih sayang Sang Bunda dengan segala ilmu yang diajarkannya bagi Hendarno. 

Ilmu itu adalah ilmu kelembutan dalam bertutur kata dan selalu memberikan senyum kepada siapa saja. Ilmu kasih sayang dari Sang Bunda yang sangat berharga. 

Berikutnya dalam ruang ingatannya hadirlah sosok Ayahandanya yang tlah lama meninggal tahun 1995. Beliau adalah sosok tegas, disiplin dan teguh dalam pendirian, sosok Ayah ideal bagi anak-anak yang butuh kepribadian kuat. 

Sampai beranjak dewasa, Hendarno sangat terkesan dengan cara mendidik Ayahandanya. Kadang memperlakukan dirinya dengan keras bukan kasar apalagi dengan mencederai bagian dari tubuhnya. 

Misalkan Ayahadanya menghukum akibat kesalahan Hendarno karena nilai pelajaran Aljabar hanya mendapat nila 5. 

Sang Ayah menghukumnya dengan memberi tugas mengisi kamar mandi dengan air dari sumur dengan menimba. Tugas itu dilakukan selama seminggu. Artinya jatah tugas adik-adiknya menjadi tanggungan Hendarno. 

"Ayah ingin kamu menjadi lelaki tangguh, tanggung jawab dan mencintai keluarga." Demikian pesan Ayahandanya sesaat setelah hukuman itu berakhir.  

Ayah dan Ibu adalah sosok-sosok panutan bagi Hendarno. Ayah dan Ibu adalah keteladanan yang sempurna bagi kehidupan Hendarno. Mereka selalu mengajarkan kasih sayang dalam hidupnya. 

Bagi lelaki 80 tahun itu merasakan rasa syukur justru pada saat-saat kritis ini. Dirinya masih bisa mengingat kembali segala petuah dan wejangan serta keteladanan dari Ayah dan Ibunya. 

Berharap renungan tentang petuah Ayah Ibunya menjadi bekal untuk menghadapi segala rintangan yang mungkin akan dihadapinya di depan nanti. 

Semoga merenung pada saat-saat akhir ini masih bisa berfaedah. Hendarno ingat akan sabda Rasulullah bahwa merenung sesaat jauh lebih baik daripada beribadah selama setahun. 

Hendarno yakin Tuhan sangat menghargai mereka yang selalu merenung tentang kejadian-kejadian di langit dan di bumi. Juga merenugkan tentang hati yang harus bersih. 

Renungan yang ada pada diri manusia, pada alam-alam malakut yang tidak pernah terjangkau secara kasat mata. Hendarno baru menyadari tentang hal itu, tetapi dia yakin ini belum terlambat untuk memohon ampunanNya. 

Tiba-tiba ruangan rawat itu penuh dengan isak tangis. Alunan bacaan ayat-ayat Al Quran berkumandang terdengar nyaman di telinga Hendarno, sungguh sangat menenteramkan. 

Hendarno merasakan denyut jantungnya mulai melemah. Terdengar isak tangis di ruang rawat itu semakin penuh dengan air mata di tengah-tengah alunan ayat Al Quran yang damai. 

Sejenak lelaki tua itu merenung dalam-dalam, mencoba memahami apa yang tengah terjadi. Tetiba ada seberkas cahaya mendekat. Hendarno mencoba bertanya dalam hati, ini cahaya dari mana.  

Lelaki tua renta itu tidak tahu bahwa cahaya yang datang itu adalah Izrail dari Alam Malakut, untuk menjemputnya. 

Sindangpalay 1 Agustus 2024. 

@hensa17. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun