Vihara Avalokitesvara ini terletak sekitar 5 km ke arah utara dari Pesantren Darul Khoirot Serang. Bayu Gandana baru saja menghindari kejaran pasukan Kompeni yang mengepungnya di Pesantren Darul Khoirot tersebut.Â
Murid kesayangan Kiyai Furqon dari Padepokan Bayusuci di Anyer Kidul itu harus mengerahkan segala kemampuannya dari kejaran Pasukan Berkuda Kompeni.Â
Bayu mewarisi ilmu kanuragan Sang Guru yang dulunya adalah mantan prajurit Pangeran Dipenogoro dan murid Kiyai Mlangi, salah seorang ulama yang mendukung perjuangan Diponegoro melawan Kolonial Belanda di Boyolali.Â
Tidak percuma pemuda ini bernama Bayu karena dia memiliki kemampuan berlari seperti bayu. Anak muda ini berlari secepat angin. Cerdasnya, dia menghindari jalan terbuka, memilih jalan setapak di area hutan kecil sekitarnya.Â
Masih ingat dalam benak Bayu akan pesan dari KH Hamid, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Khoirot, agar segera menuju ke sebuah Vihara di sebelah Utara arah Karang Hantu.Â
Menurut KH Hamid, Vihara ini dibangun pada tahun 1652, pada masa keemasan kerajaan Banten saat dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.Â
Artinya Vihara tersebut tetap kokoh terpelihara dengan baik sampai dengan tahun 1880, dimana Bayu Gandana akan menuju ke sana.Â
Sultan saat itu membangunnya untuk kepentingan rakyatnya yang menganut agama dengan aliran Budha, Kong Hucu dan Taoisme. Vihara tersebut juga akrab disebut dengan Klenteng.Â
Bayu Gandana sempat pula bertanya kenapa harus mencari sebuah Vihara? KH Hamid menjelaskan bahwa Kompeni dengan serdadu-serdadunya mengincar Masjid-masjid, Surau, Padepokan dan Pesantren.Â
Hal itu mereka menganggap tempat-tempat itu adalah area persembunyian bagi para pengikut KH Wasid, Ulama asal Cilegon yang melakukan perlawanan dan menjadi buronan Belanda.Â
Bayu Gandana adalah salah satu santrinya yang juga menjadi incaran para serdadu-serdadu Kompeni tersebut. Selain itu Bayu juga adalah murid dari Padepokan Bayusuci di Anyer Kidul yang dipimpin oleh KH Furqon yang sudah lama juga menjadi incaran Belanda.Â
Jarak sekitar 5 km itu lumayan lama ditempuh Bayu walaupun dirinya telah mengerahkan ilmu berlari di atas rumput, sejenis ilmu meringankan tubuh yang tingkatannya sangat tinggi.Â
Dari Padepokan Anyer Kidul, Bayu Gandana adalah salah satu murid KH Furqon yang mampu menguasai ilmu tersebut dengan baik. Tidak semua murid-murid di padepokan tersebut bisa menguasai ilmu langka itu.Â
Akhirya menjelang Maghrib, Bayu tiba di depan Vihara yang menjadi tujuannya. Gerbangnya dengan beratap hiasan dua naga yang memperebutkan mustika Sang Penerang.Â
Vihara tersebut bercat warna merah yang mendominasi semua bangunannya. Suasana sepi di sekitanya hanya tercium bau dupa yang menyengat hidung. Suasana mistis sangat terasa pada senja kala menyambut kegelapan malam itu.Â
Bayu mendekati pintu gerbang yang tidak terkunci. Pemuda itu mendorong pintu gerbang yang terasa berat lalu masuk menuju ruang dalam.Â
Bayu tidak menemukan satu orang pun di sana setelah mencari ke semua sudut-sudut ruangan Vihara tersebut. Akhirnya Bayu menuju ruangan yang biasa dijadikan tempat beribadah dengan sebuah altar.Â
Vihara ini dengan altar Dewi Kwan Im sebagai Altar utamanya. Bayu melihat pada Altar tersebut ada patung Dewi Kwan Im yang berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut.Â
Begitu pula pada sisi samping kanan dan kiri juga terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 patung dan tiang batu yang berukiran sebuah naga.Â
Bayu sangat takjub dengan sebuah bangunan yang sangat indah dan terawat dengan baik selama berabad-abad, demikian pikir aak muda ini.Â
Berada di sana Bayu masih mengharapkan ada orang yang datang menemuinya tetapi hingga dia tertidur karena kecapaian tidak satupun ada orang yang datang.Â
Mungkin sudah hampir dua tiga jam Bayu tertidur ketika pemuda itu merasa tubuhnya disentuh sebuah tangan yang sangat lembut. Bayu membuka mata perlahan dan seketika dirinya terpana karena di hadapannya ada seorang gadis cantik.Â
Gadis berkulit kuning langsat itu tersenyum ke arah Bayu membuat pemuda itu terpesona menatap gadis peranakan Tionghoa tersebut.Â
Rambutnya dibiarkan tergerai sampai bahunya. Gadis ini berpakaian tradisonal Tiongkok yang bernama Hanfu.Â
Pakaian adat berbahan sutera ini sudah berusia 4000 tahunan. Takjub memandang gadis lembut berpakaian tradisional Tionghoa itu, Bayu hanya tertegun.Â
"Tuan tertidur di sini. Maaf saya bangunkan," Suara lembut Gadis Mandarin yang menawan, tinggi langsing. Bayu tidak mampu berkata sepatah katapun. Pemuda itu terbangun pada dini hari yang udaranya mulai terasa dingin.Â
Bayu hanya menatap tajam mengagumi kecantikan gadis di depan matanya. Namun hanya beberapa saat saja pemuda itu bisa memandang kecantikan gadis itu, tetiba terdengar pintu gerbang Vihara didobrak dengan kasar.Â
Para serdadu Kompeni itu berhamburan masuk. Bayu terkejut dan heran mereka bisa tahu bahwa dirinya ada di Vihara itu.Â
Namun yang lebih membuat pemuda itu lebih terkejut lagi adalah gadis Tionghoa itu tidak merasa ketakutan. Dia hanya tersenyum memandang para serdadu Kompeni itu.Â
"Ada apa-tuan-tuan datang ke Vihara Suci ini dengan cara biadab?" Tanya Gadis itu. "Nona sebaiknya Anda minggir. Serahkan pemberontak itu sekarang juga!" Perintah salah satu Serdadu yang tampaknya sebagai Pimpinan mereka.Â
Mendengar perintah itu, Gadis itu hanya tersenyum sambil memandang ke arah Bayu. "Dia teman saya. Langkahi dulu mayat saya jika ingin mengambilnya!" Suara gadis itu tegas dan ketus.Â
Adegan berikutnya membuat Bayu terperangah ketika puluhan serdadu terpental mengerang kesakitan menerima pukulan lembut Gadis itu hanya dengan dua gerakan saja.Â
Gerakan Si Cantik itu sangat gemulai tetapi mematikan. Itu menurut Bayu adalah ilmu silat dengan memanfaatkan tenaga lawan untuk menyerang. Ilmu yang sudah langka dimiliki para jawara.Â
Bayu semakin bengong ketika salah serdadu menembakkan sejatanya dan peluru yang meluncur deras dengan cekatan ditangkap oleh jari lentik gadis cantik itu.Â
Bayu berpikir, ini mahluk dari mana? Apakah dia manusia dari dunia ghaib? Radar intuisi pemuda ini mulai bekerja dengan baik. Ilmu dari KH Furqon baru saja diterapkannya.Â
Para serdadu itu akhirnya mudur berlari tunggang langgang dari arena pertempuran mereka. Beberapa diantaranya ada yang meregang nyawa karena sengatan kuku gadis itu yang berbisa.Â
"Terima kasih Nona sudah menolong saya." Seru Bayu. Gadis itu hanya tersenyum lembut sambil memperbaiki pakaiannya yang terlihat berantakan karena pertarungan dengan para serdadu itu.Â
"Tidak perlu berterima kasih Tuan. Dulu waktu di Leuweung Hideung Tuan juga sudah menolong saya dari kejaran Si Cobra." Suara lembut Gadis itu membuat Bayu mengernyitkan dahinya untuk berpikir ke belakang.Â
Bayu baru teringat seekor ular hijau yang hampir saja dimangsa Si Cobra. Saat itu Bayu datang menyelamatkan ular hijau itu dengan mengusir Si Cobra yang ketakutan bertemu dengan Bayu.Â
"Tuhan itu Maha Besar. Kita bisa bertemu di sini. Saya bersyukur karena berhasil selamat dari kejaran para serdadu kompeni itu," ujar Bayu.Â
Malam sudah hampir mendekati pagi,sayup-sayup terdengar suara Adzan Subuh dari Masjid di sekitar Vihara. "Tuan izinkan saya pamit untuk kembali..." Suara lembut Gadis itu.
Sesaat kemudian wujudnya hilang dan berubah menjadi seekor ular hijau berjalan melata di atas lantai Vihara menuju keluar lewat pintu Gerbang.Â
Di balik tembok Vihara itu Bayu masih tertegun menatap seekor ular hijau meninggalkan dirinya. Pemuda itu tidak percaya telah megalami hal-hal ghaib seperti itu. Siluman saja tahu diri untuk membalas kebaikan orang lain.Â
Bayu Gandana akhirnya bergegas keluar dari Vihara itu menuju Masjid terdekat untuk berserah diri dengan menunaikan ibadah salat Subuh.Â
Salam @hensa17.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H