Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kita Teladani Jejak Toleransi Rasulullah SAW

31 Maret 2024   09:33 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:35 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto Shutterstock

Berbicara toleransi, Islam sudah mengajarkan melalui Rasul UtusanNya, Muhammad SAW. Kita bisa kembali mengkaji apa yang dilakukan Rasulullah selama menjalani hijrah di Madinah, kota yang multi etnis, multi agama.  

Sebuah fakta saat itu, ketika Rasulullah SAW menetap di Madinah pasca-hijrah dari Mekkah, beliau di sana melihat kenyataan bahwa Madinah merupakan kota yang majemuk, baik agama maupun suku-suku yang tinggal di dalamnya. 

Kemajemukan itu bisa saja menjadi sumber persoalan dan rentan terhadap konflik di tengah masyarakat di sana. 

Rasulullah SAW datang ke Madinah membawa agama Islam sedangkan di sana sudah ada kaum yang bergama Kristen, Yahudi dan Majusi. 

Oleh karenanya, Rasulullah SAW mangantisipasinya dengan melakukan pertemuan bersama masyarakat setempat dan menyepakati suatu perjanjian yang dapat mendamaikan dan menyatukan berbagai perbedaan itu. 

Perjanjian itu kita kenal sebagai kesepakatan Piagam Madinah. Banyak pengamat sejarah piagam ini merupakan embrio perjanjian antar bangsa, seperti Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Magna Charta. 

Islam mengajarkan umatnya harus bersikap toleran terhadap berbagai perbedaan. Nabi Muhammad SAW memberikan jaminan perlindungan kepada umat Kristiani untuk melaksanakan ibadah sesuai agama mereka, begitu pula kepada umat Yahudi. 

Jaminan tersebut adalah kesepakatan seperti tertera di dalam naskah perjanjian Piagam Madinah itu, berbagai ketentuan yang menjamin adanya keterbukaan, saling menghormati, dan toleransi di antara mereka. 

Dalam fakta sehari-hari di Madinah jelas sudah tergambar praktik di kalangan masyarakat di sana, kebebasan beragama bagi pemeluk agama dan pembelaan bagi kaum yang lemah. 

Selain sejarah tercapainya perjanjian yang dikenal sebagai kesepkatan Piagam Madinah, Rasulullah SAW juga meninggalkan peristiwa sejarah yang meninggalkan sikap toleransi tinggi kepada kaum yang berbeda keyakinan.  

Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukan kembali kota Makkah yang terjadi pada tahun 630 M atau tahun ke-8 sejak hijrah dari Mekkah. 

Peristiwa penaklukan Makkah ini merupakan peristiwa toleransi paling agung dalam sejarah Islam. 

Bayangkan ketika Nabi Muhammad SAW pernah disakiti, bahkan diusir dari tanah airnya oleh penduduk Makkah yang sebagian besar adalah kaum Quraisy yang kafir. 

Akan tetapi, pada saat Makkah diambil alih kembali oleh Nabi Muhammad SAW, ternyata tidak ada dendam dari sosok Muhammad SAW terhadap mereka. 

Tidak ada sedikit pun pertumpahan darah kepada kafir Quraisy yang pernah mengejar dan membunuhnya bahkan melenyapkannya dari bumi Makkah. 

Justru mereka mendapatkan perlindungan dari Rasulullah SAW. Mereka diperlakukan dengan sangat baik dan dijamin keamanannya. 

Muhammad SAW memberikan teladan bagaimana memperlakukan mereka yang kalah dalam perang. Toleransi bukan soal mayoritas kepada minoritas semata. 

Jauh lebih penting lagi dari itu yakni memberikan hak-hak kepada mereka yang memiliki perbedaan dengan kita.  

Namun juga harus ingat bahwa toleransi tidak boleh mencampuradukkan aqidah. Toleransi juga bukan soal membenarkan keyakinan yang berbeda-beda. 

Toleransi merupakan tindakan untuk menghormati dan menghargai perbedaan di antara kita, agar hidup tetap rukun dan damai.

Supaya penghambaan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa tetap bisa dilaksanakan, maka kita membutuhkan sikap toleran kepada sesama. 

Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan bagaimana menerapkan toleransi kepada sesama dengan paripurna. 

Sebuah telada lainnya yang sudah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW bagaimana beliu menyikapi sikap kejam dari kaum Aqobah di Thaif yang melempari beliau sehingga wajahnya berdarah. 

Peristiwa itu diriwayatkan dalam sebuah hadis oleh Imam Bukhari, sebuah kejadian yang menunjukkan sikap toleran dari Rasulullah SAW.  

Bunda Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, pernahkan Anda mengalami hari yang lebih buruk dari perang Uhud?" 

Lalu Rasulullah SAW menjawab bahwa Rasulullah pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah Beliau temui sebelumnya. Yaitu saat menemui suatu kaum di kampung Aqabah (Thaif). Ketika itu, Beliau bermaksud menemui Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (untuk meminta bantuan menyebarkan Islam). 

Namun ternyata kejadian yang buruk dialami oleh Rasulullah SAW saat itu. Beliau pulang dalam keadaan wajah yang berdarah karena perbuatan warga Thaif yang melempari batu. 

Ketika itu Rasulullah berhenti di Qarnul Tsa'alib, kemudian beliau melihat awan menaunginya sehingga merasakan teduh. 

Malaikat Jibril memanggil Rasulullah dan menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah telah mendengar hinaan kaum di kampung Aqabah dan penolakan mereka terhadap Islam. Kini Allah SWT telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk Rasulullah. 

Kemudian, Malaikat penjaga gunungpun menawarkan kepada Rasulullah SAW, apakah beliau berkenan jika dua gunung yang ada di kota Makkah itu ditimpakan kepada mereka sebagai pembalasan. Rasulullah ternyata menolak tawaran itu. 

Luar biasa sikap Rasulullah SAW yang tidak pernah menyimpan dendam dalam hatinya walaupun wajahnya berdarah karena lemparan batu, tetapi beliau masih memaafkan mereka. Padahal Allah sudah mengutus Malaikat ntuk membuat perhitungan pada kaum di Thaif tersebut. 

Malah Rasulullah SAW berdoa: "Aku berharap mudah-mudahan Allah SWT mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun." (HR. Imam Bukhari). 

Sosok Muhammad SAW adalah sosok yang menjadi teladan sempurna bagi kaum muslim. Beliau sudah memberikan teladan bagaimana menjalankan toleransi kepada sesama. 

Karen Armstrong, sosok penulis terkenal asal Inggris yang mantan Biarawati pernah menulis tentang sosok Nabi Muhammad SAW.  

Karya pemikirannya ditulis dalam buku Muhammad: Prophet for Our Time. Di buku itu Karen menuliskan, bahwa No view of the modern world is complete without an understanding of Islam. To understand Islam, we must understand Muhammad as prophet and man. 

"Tidak ada pandangan dunia modern yang lengkap tanpa pemahaman tentang Islam. Untuk memahami Islam, kita harus memahami Muhammad sebagai nabi dan manusia." 

Salam Ramadan @hensa17. 

#Toleransi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun