Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tantangan Industri Gula dalam Menjaga Lingkungan dan Menunjang Energi Terbarukan

5 Februari 2024   19:41 Diperbarui: 5 Februari 2024   19:43 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, sebuah Lembaga Riset untuk sarana inovasi industri gula Nasional (Foto Dokumen Pribadi). 

Menjaga lingkungan dari limbah domestik adalah upaya untuk pelestarian Bumi kita tercinta ini agar tetap terjaga dengan baik dari cemaran berbahaya di sekitarnya. 

Kita jangan berpura-pura tidak tahu bahwa dunia industri di sekitar kita masih belum sepenuhnya melakukan upaya yang ideal dalam menunjang pelestarian lingkungan. 

Banyak kita temukan pencemaran sungai yang diakibatkan oleh limbah cair industri yang tidak dikelola dengan sistem yang baik melalui instalasi pengolah limbah cair.  

Akibatnya sungai-sungai tersebut tercemar dengan bahan-bahan berbahaya yang mengancam biota airdan kesehatan penduduk di sekitarnya. 

Sungai yang tercemar limbah cair industri bisa dilihat secara visual berwarna pekat, berbau dan memiliki nilai oksigen terlarut yang rendah sehingga ikan-ikan mati mengambang karena kekurangan oksigen. 

Selain pencemaran akibat limbah cair, ancaman pencemaran datang juga dari cerobong-cerobong asap pabrik-pabrik yang melalaikan prosedur untuk mencegah pencemaran udara. 

Semua fakta tersebut masih ada di sekitar kita kendati Pemerintah sudah melakukan aksi nyata melalui Kementerian terkait dalam membimbing pelaku industri menuju industri yang ramah lingkungan.  

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) adalah program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. PROPER adalah upaya pembinaan langsung dari Pemerintah kepada pelaku industri. 

Sertifikasi yang mereka dapatkan merupakan bentuk kepatuhan Perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan.

Dalam artikel ini akan kita ulas bagaimana industri gula kita berhasil melakukan upaya-upaya nyata dalam menjaga lingkungan dari cemaran limbah yang dihasilkannya. 

Begitu pula industri gula selalu ada di depan dalam menunjang energi terbarukan melalui penerapan diversifikasi produknya. 

Pabrik Gula, akrab dengan sebutan singkat PG, dalam proses produksinya akan menghasilkan limbah berupa limbah padat, limbah cair dan limbah gas. 

Beberapa tahun terakhir ini istilah limbah tersebut sudah diubah dengan sebutan hasil samping. Hal itu karena limbah padat, limbah cair dan limbah gas tersebut ternyata bisa digunakan kembali untuk menunjang proses produksi. 

Upaya Nyata Pabrik Gula Mengolah Limbah Cair

Upaya nyata penanganan limbah cair PG sudah lama dilakukan sebagai program pemanfaatkan kembali air untuk kebutuhan irigasi tanaman tebu. 

Sudah banyak PG di Indonesia dalam lingkungan PT Perkebunan Nusantara, PT Rajawali Nusantara Indonesia dan PT Kebon Agung mengaplikasikan teknologi pengolahan limbah yang sangat efisien. 

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), sebuah pusat riset nasional yang berada di Pasuruan telah menemukan teknolgi pegolahan limbah cair dengan metode sistem aerasi lanjut (Teknologi SAL). 

Pengolahan air limbah dengan Teknolgi SAL di PG Rejosari Jawa Timur (Foto Dokumen Pribadi). 
Pengolahan air limbah dengan Teknolgi SAL di PG Rejosari Jawa Timur (Foto Dokumen Pribadi). 

Temuan inovasi ini terbukti sangat efisien dan afektif karena tidak memerlukan lahan yang luas seperti misalnya penanganan dengan metode biologis aerasi lagoon. Atau sistim dengan metode pengendapan menggunakan bahan kimia. 

Hanya dengan menggunakan lahan sempit sistem aerasi lanjut temuan P3GI ini mampu menghasilkan out put air hasil olah dengan cemaran yang memenuhi syarat sebagai air irigasi. 

Dengan demikian limbah cair PG yang sudah mengalami pengolahan di Instalasi Pengolah Air Limbah bisa kembali digunakan sebagai air irigasi bagi tanaman tebu di sekitar PG. 

Teknologi SAL ini adalah metode penanganan limbah organik dengan menggunakan lumpur aktif. Hanya saja metode SAL hanya membutuhkan lahan yang relatif sempit dibandingkan sistem lumpur aktif lainnya. 

Begitu pula waktu retensi yang terjadi pada kolam aerasi relatif lebih singkat karena kinerja bakteri pengurai yang jauh lebih efektif dibandingkan bakteri pengurai yang lain. 

Pada sistem Teknologi SAL digunakan bakteri pengurai hasil biakan sendiri di Pusat Penelitian Perkebunan Gulan Indonesia yang dinamakan Inola. 

Teknologi SAL ini merupakan paket teknologi yang terdiri dari desain instalasi pengolah air limbah (IPAL), bakteri pengurai Inola dan sistem operasi bakunya. Saat ini hampir semua PG di Indonesia sudah menggunakan Teknologi SAL ini.  

Prinsip kerja SAL adalah menguraikan bahan organik cemaran dalam air limbah dengan bakteri Inola yang berlangsung pada 4 kolam aerasi. Bakteri tersebut bekerja secara simultan selama 24 jam untuk melakukan degradasi limbah organik. 

Sebuah kriteria penting yang harus dipenuhi sebelum air limbah masuk ke dalam IPAL harus memenuhi persyaratan pH netral sekitar pH 7, shun kisaran 37-38 derajat Celcius dan bahan cemaran melalui indikator Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 1000 mg per liter. 

Kiteria tersebut harus dipenuhi untuk memberikan hasil kinerja teknologi SAL yang berhasil sesuai kriteria air buangan yang aman sebagai air irigasi. 

Jika semua kinerja sesuai dengan prosedur operasi baku dari teknologi SAL, maka hasil olahan limbah cair menghasilkan out put cemaran COD sekitar 100-300 mg per liter sesuai dengan kriteria air irigasi yang aman. 

Upaya Nyata Diversifikasi Produk

Energi terbarukan dalam industri gula sudah sejak lama dilakukan dengan program diversifikasi produk di pabrik gula, selain sebagai penghasil utama berupa gula pasir.  

Upaya industri gula untuk menghasilkan energi terbarukan salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan usaha sebagai penghasil produk Etanol. 

Salah satu Pabrik Gula (PG) yaitu PG Djatiroto sudah sejak lama melakukan diversifikasi produk ramah lingkungan yang menunjang energi terbarukan. 

Pabrik Gula yang didirikan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1910 ini juga memiliki pabrik pembuat etanol atau alkohol yaitu Pabrik Alkohol dan Spiritus Djatiroto (PT PASA Djatiroto).  

Pabrik ini memiliki kapasitas sebesar 1.13 Juta Liter per tahun atau setara dengan produksi 15.000 liter per hari selama produksi efektif selama 90 hari. Demikian menurut informasi data yang tercatat tahun 2018. 

Sejak tahun 2017, PASA Djatiroto sudah mulai memproduksi Etanol Prima 96,5 persen dengan level Food Grade selain memproduksi Spiritus. Etanol Prima tersebut sudah bisa dipasarkan untuk keperluan industri dalam negeri. 

Selain Pabrik Alkohol dan Spiritus Djatiroto Lumajang, Presiden Joko Widodo telah pula meresmikan pabrik bioetanol, PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Desa Gempolkrep, Kabupaten Mojokerto dengan total produksi sebesar 34.874 KL.

Berdirinya pabrik bioetanol tersebut sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi nasional yang juga terkait dengan menunjang energi terbarukan. 

Etanol atau bioetanol adalah produk yang berbahan baku dari tetes tebu atau molases. Bahan baku ini adalah hasil samping dari proses kritalisasi gula pasir di pabrik. 

Tetes tebu sangat  melimpah sebagai hasil samping dari pabrik gula yang bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan bioetanol. 

Sebagian besar tetes tebu sebagai produk samping PG di Jawa Timur diguankan untuk kebutuhan bahan baku bagi pabrik bioetanol tersebut. 

Untuk pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara, mereka mendapatkan bahan baku tetes tebu dari PG-PG di bawah PT Perkebunan Nusantara X. 

Sedangkan untuk PT PASA Djatiroto, bahan bau tetes tebu diperoleh dari PG-PG dibawah tanggung jawab PT Perkebunan Nusantara XI. 

Teknologi pembuatan etanol dari tetes tebu sudah sepenuhnya dikuasai oleh pelaku industri etanol. Melalui proses fermentasi dengan menggunakan mikrobial berupa yeast, tetes tebu diubah menjadi etanol. 

Tantangan ke depan bagi industri gula tidak saja hanya memproduksi bioetanol yang teknologinya sangat sederhana. Mereka juga bisa memproduksi asam sitrat, asam asetat dan ethyl asetat yang semuanya berbasis bahan baku tetes tebu. 

Program yang selama ini dilakukan indutsri gula tersebut sangat jelas merupakan upaya nyata untuk menunjang energi terbarukan yang ramah lingkungan. 

Salam Lestari Ramah Lingkungan @hensa17.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun