Malam ini Ibu kembali berada ditengah-tengah keluarga besarnya di Bandung. Rupaya beliau masih ingin ikut gembira sehingga acara syukuran ulang tahunnya yang ke-81 tetap diadakan. Walaupun tidak pada hari H nya.Â
Duduk menghadapi kue tart yang ada lilin berbentuk angka 81. Ketika Ibu meniup lilin ulang tahun itu dengan susah payah aku semakin prihatin dengan kondisi Ibu.Â
Walaupun akhirnya lilin yang ditiup itu padam juga dan tepuk tangan kembali berkumandang seperti tahun lalu.Â
Namun aku melihat wajah Ibu meski tersenyum bahagia, tidak terlihat pancaran cahaya dari matanya. Wajah Ibu seperti mulai meredup dan lelah.
Saat itu 60 tahun sudah aku mengarungi kehidupan ini bersama Ibuku. Teringat masa kecil dulu saat pertama Ibu mengajari membaca Al Quran.Â
Begitu pula saat usia anak sekolah dasar, aku juga mulai diajarkan Ibu berpuasa. Puasa Dhuhur adalah puasa yang pertama diajarkan Ibu padaku yaitu puasa yang dilakukan hanya sampai bedug Dhuhur berbunyi.Â
Tentu saja dalam agama tidak ada yang namanya puasa Dhuhur. Â Paling tidak berlatih puasa Dhuhur telah membuat aku berani berpuasa sejak kecil.Â
Bahkan akhirnya saat masih duduk dibangku SD, aku sudah terbiasa berpuasa penuh dibulan Ramadhan.Â
Saat akan berbuka adalah saat yang paling bahagia terutama karena aku begitu sangat menikmati takjil dengan kolak pisang bercampur kolang-kaling buatan Ibu.Â
Di acara ulang tahun Ibu yang ke 81 ini, aku masih memandang Ibu dengan penuh keprihatinan.Â
Raut wajahnya yang sudah penuh dengan garis-garis keriput adalah bukti ketangguhan beliau membesarkan anak-anaknya menjadi orang-orang berjiwa besar, tangguh dalam mengarungi kehidupan.Â