Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia U17 Indonesia Tahun 2023 dan Kritikan Shin Tae yong

5 Desember 2023   05:45 Diperbarui: 5 Desember 2023   09:30 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Piala Dunia U17 tahun 2023 yang berlangsung di Indonesia sejak 10 November sampai 2 Desember baru saja usai dengan menghasilkan juara baru yaitu Timnas U17 Jerman. 

Dalam final Jerman berhasil mengalahkan Prancis penuh dengan drama menegangkan. Setelah bermain imbang 2-2 dengan 10 pemain di waktu normal 90 menit, akhirnya Der Panzer menang dalam adu penalti 4-3. 

Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae yong turut menyaksikan laga final Piala Dunia U17, Sabtu (2/12/23) di Stadion Manahan Surakarta. Coach asal Korea Selatan ini sempat memberikan kritikan usai laga final tersebut. 

"Jujur, bukan saya yang seharusnya menonton laga-laga ini di Piala Dunia U-17 2023, tetapi mereka yang bermain di lapangan secara langsung," kata Shin Tae-yong seperti dilansir Kompas.com (3/12/23). 

Coach Shin Tae yong sangat menyesalkan pemain-pemain muda Indonesia saat ini memang tidak begitu banyak menonton laga-laga di ajang tersebut. 

Apa yang dikatakan Shin Tae yong itu adalah fakta bahwa pemain muda kita tidak mau belajar pada tim-tim muda Eropa, Amerika Latin walaupun hanya sekedar menonton laga mereka di Piala Dunia U17 yang berlangsung di Indonesia. 

Dari Eropa ada tim-tim muda yang sangat fenomenal seperti Inggris, Spanyol, Prancis dan Jerman. Begitu pula Argentina dan Brasil serta Mali wakil Afrika. Talenta-telenta muda mereka sudah sangat matang memainkan sepak bola modern. 

Mereka memang mendapatkan gemblengan secara profesional di Akademi Klub-klub profesional yang bermain di kompetisi utama negara mereka. 

Beberapa pemain ada yang merupakan anggota Akademi Barcelona, Chelsea, Manchester United, Bayern Munich dan Paris Saint German. Talenta-talenta muda tersebut memang mereka persiapkan dengan baik. 

Mungkin sebagai gambaran nyata yang tersaji di depan mata kita bagaimana Timnas Jerman U17 bermain menghadapi Prancis U17 di laga final yang ketat. 

Dua tim Eropa ini sangat matang memainkan sepak bola modern. Mereka sangat kolektif menerapkan kerja sama tim yang solid. Organisasi tim dalam permainan sudah mereka kuasai dengan baik. 

Padahal skuad Jerman dan Prancis adalah para pemain belia di bawah 17 Tahun, seusia anak Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Namun kita lihat, mereka sudah matang dalam permainan sepak bola modern. 

Teknik dasar sepak bola seperti passing, kontrol bola, dribbling, shoting, heading, bukan lagi masalah utama karena mereka sudah sangat menguasai teknik dasar itu sejak usia dini 9-12 tahun. 

Berbeda dengan pemain-pemain kita. Masih banyak diantara mereka yang masih melakukan kesalahan dalam menerapkan teknik dasar sepak bola yang seharusnya sudah mereka kuasai. 

Bahkan juga kerap terjadi kesalahan mendasar yang dilakukan pemain dengan level Nasional. Sungguh sangat memprihatinkan. 

Menikmati laga final tersebut yang menjadi kekaguman kita adalah sisi mentalitas tim. Baik Prancis maupun Jerman memiliki mentalitas tim yang sangat baik. 

Prancis membutkikan tim yang bermental baja. Mereka tertinggal 0-2 hingga babak kedua sudah memasuki separuhnya. Gol-gol dari Paris Brunner dan Noah Darvich membawa Jerman unggul 2-0. 

Namun gol cepat dari Saimon Bouabre memperkecil ketinggalan menjadi 1-2. Kemudian kartu merah untuk pemain Jerman, Winners Osawe merupakan momentum bagi Prancis. 

Akhirnya Mathis Amougou mencetak gol penyeimbang di menit ke-85 untuk memaksakan laga harus diselesaikan dengan adu penalti. 

Dalam duel adu penalti itu, Jerman adalah tim yang tengah tertekan ketika dua penendang mereka gagal menjadi gol. Mereka tertinggal 0-2 terlebih dulu. 

Namun sekali lagi kiper Jerman, Konstantin Heide kembali menjadi pahlawan bagi. Dia berhasil menggagalkan dua penalti pemain Prancis untuk skor menjadi 3-3. 

Penembak terakhir Almugera Kabar dengan percaya diri mengeksekusi tendangan penalti yang menjadi penentu kemenangan Jerman dengan skor 4-3. 

Laga adu penalti yang menguras mentalitas tim. Dan  skuad Jerman membuktikan bahwa mereka memiliki metal yang sangat kokoh menghadapi ketegangan drama adu penalti. 

Pertandingan final yang sangat bermutu di Piala Dunia U17 tahun 2023. Memang sangat disayangkan para pemain muda kita tidak menyaksikan laga tersebut dan hadir di Stadion Manahan Solo. 

Hal itu yang menjadi kritikan coach Shin Tae yong, para pemain muda kita tidak mau belajar dengan menyaksikan para pemain muda Jerman dan Prancis bermain menerapkan sepak bola modern dengan baik. 

Piala Dunia U17 ini juga mengajarkan bahwa untuk menghasilkan Timnas yang kuat dan berprestasi harus dimulai dari pembinaan usia muda dengan program berjenjang. 

Tidak mungkin menghasilkan prestasi dengan hanya melakukan pembinaan yang instan hanya sekedar mengejar target sesaat. 

Kini sudah saatnya Federasi PSSI meninggalkan program instan mengejar target juara sesaat. Mereka harus membuka mata dalam melakukan pembinaan usia muda dengan memutar kompetisi usia muda secara terencana dan reguler. Bravo Merah Putih. 

Salam bola @hensa17. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun