Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Ramadan di Masa Kecil

2 April 2023   05:01 Diperbarui: 2 April 2023   06:54 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto (Sumber : Republika/Yogi Ardhi). 

Kisah Ramadan di masa kecil adalah kenangan yang tidak akan terlupakan. Masa kecil saya saat itu adalah pada dekade tahun 1960 an pada masa sekolah dasar. 

Banyak sekali kenangan indah saat menjalani ibadah puasa yang menjadi nostalgia masa kecil. Kenangan-kenangan itu sangat berkesan hingga saat usia kini yang sudah lansia. 

Mengenang masa kecil terbersit rasa haru dan rasa syukur tiada terhingga kehadirat Allah. Karena Allah lah yang memberikan kehidupan hingga saat ini untuk diri kita mampu mengenang kembali Ramadan pada masa kecil. 

Ada sosok yang membentuk diri saya pada masa kecil itu sehingga mampu menjalani ibadah puasa dengan baik. Sosok itu adalah Almarhumah Nenek yang paling saya hormati dan saya cintai. 

Petuah dan ajaran Nenek telah banyak membentuk karakter diri saya untuk memahami ilmu agama dengan baik. Nenek sejak kecil selalu mengajarkan disiplin sholat. 

Pada awal-awal belajar puasa saat itu awal Januari 1965, masyarakat harus menghadapi krisis kehidupan. Misalnya harus hidup prihatin dengan makan nasi campur jagung. 

Antrian membeli minyak tanah (saat itu masyarakat masih banyak menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah). Saat itu juga situasi politik sedang memanas menjelang pemberontakan PKI 30 September 1965. 

Tentu saja saya saat menjalani kehidupan ketika itu, tidak tahu urusan politik. Hanya tahu ketika orang-orang PKI sangat memusuhi orang-orang yang berpuasa. 

Pada tahun 1965 tersebut adalah tahun yang sangat istimewa karena ada momen dua Ramadan dalam satu tahun yang sama. Ramadan pertama dimulai pada 4 Januari 1965 dan awal Ramadan kedua dimulai pada 24 Desember 1965. 

Sebagai anak yang masih duduk di Sekolah Dasar, saya selalu mengingat pesan Nenek agar berpuasalah dengan penuh kesabaran. Belajar puasa untuk pertama kali hanya mampu sampai waktu Dhuhur lalu berbuka. 

Demikian hari-hari berpuasa saya lalui hingga bedug Dhuhur sampai akhirnya mampu bertahan hingga Ashar. Akhirnya saya pun mampu berpuasa hingga waktu Maghrib seperti dikerjakan oleh orang-orang dewasa. 

Puasa bertahap itu awalnya berbuka pada waktu Dhuhur lalu kembali puasa hingga Ashar lalu berbuka. Kemudian lanjut hingga ikut berbuka puasa bersama pada waktu Maghrib. 

Kegiatan malam hari selalu diisi dengan kegiatan Sholat Tarawih di Masjid bersama teman-teman. Begitu pula melaksanakan Sholat Subuh berjamah di Masjid. 

Selain kegiatan ibadah tersebut ada juga kegiatan bermain usai sholat Subuh. Anak-anak biasanya pulang dari Masjid tidak langsung menuju rumah mereka. 

Kami masih bermain misalnya bermain petasan atau petak umpet. Begitu pula nostalgia yang sangat berkesan adalah pada saat ngabuburit di pesawahan atau mandi di sungai. 

Nostalgia Ramadan yang satu ini juga tidak akan pernah terlupakan. Rela bangun sahur lebih awal hanya untuk ikut keliling kampung membangunkan penduduk untuk makan sahur. 

Bagi anak-anak masa itu ini adalah momen yang menyenangkan. Berkeliling bareng teman-teman penuh kebersamaan membangunkan penduduk agar tidak kesiangan makan sahur. 

Masa-masa kecil yang penuh dengan nostalgia menjalani puasa dengan penuh gembira. Hal itu patut disyukuri karena kebetulan lingkungan keluarga dan masyarakat kampung dimana saya tinggal sangat mendukung dalam menjalankan puasa dengan taat. 

Nostalgia tersebut selalu terkenang terutama ketika mengingat kembali semua petuah khususnya dari Almarhumah Nenek yang banyak memberikan pencerahan ilmu agama saat kecil dulu. 

Tentu saja semakin beranjak dewasa pemahaman ilmu agama itu semakin jelas dan semakin mampu untuk menjalankannya. Saya sungguh bersyukur memiliki sosok Nenek yang menjadi Guru Spiritual masa kecil dulu. 

Semoga Allah selalu memberikan perlindungan kepada Almarhum Nenek di Alam Barzah dan menempatkan pada tempat sebaik-baik tempat dan kemuliaan di Sisi Allah. Aamiin. 

Salam bahagia @hensa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun