Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Het Proefstation voor de Java Suiker" 1887, Jejak Kolonial Riset Gula

18 Agustus 2022   08:45 Diperbarui: 25 Agustus 2022   19:29 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung lama Proefstation yang dihancurkan masa penjajahan Jepang (Sumber Foto Mediacenterhpi.com). 

Belanda yang telah menjajah selama Tiga Setengah Abad, jejak era kolonialnya berserakkan di Bumi Pertiwi ini. Kita harus mampu menyikap jejak tersebut dengan pikiran positif sehingga tidak menjadi sampah kolonial. 

Salah satu jejak yang ditinggalkan kolonial Belanda adalah sebuah lembaga riset yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang beralamat di Pasuruan Jawa Timur. 

P3GI merupakan suatu lembaga riset pergulaan di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dalam kiprah mereka menghadapi tantangan pergulaan Dunia. Lembaga tersebut sebagai jejak refleksi kolonial yang masih eksis hingga kini. 

Pada tahun 1887, Belanda mendirikan lembaga riset ini dengan nama Het Proefstation voor de Java Suiker (POJ). 

Lembaga riset tersebut untuk mendukung industri gula di wilayah Hindia Belanda saat itu dengan tujuan memberikan pelayanan kepada stakeholders dan para pengguna teknologi gula. 

Saat itu peran Proefstation menjadi kiblat industri gula tebu dunia. Hal itu karena prestasi spektakuler mereka ketika pada tahun 1921 berhasil menemukan varietas unggul tebu dengan nama POJ 2878. 

Pada saat dunia pergulaan tengah menghadapi masa suram karena serangan penyakit sereh yang meraja lela seluruh Dunia. Maka varietas unggul POJ 2878 yang kebal penyakit sereh, mampu menyelamatkan industri gula dunia. 

Begitu pula lembaga riset tersebut menemukan varietas unggul lainnya pada tahun 1930 dengan nama POJ 3016. Varietas ini sangat unggul karena mampu menghasilkan 18 ton gula per hektar. 

Dengan dua varietas tersebut bahkan saat itu Negeri kita di masa kolonial, mampu menjadi pengekspor gula terbesar di Dunia pada tahun 1941. 

Kini sejarah cemerlangnya pergulaan era kolonial sudah berlalu. Hanya mampu meninggalkan jejak yang tersisa berupa lembaga riset yang bernama Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 

Kiprah Lembaga Riset Gula pada Masa Kini

Saat ini P3GI menjadi satu-satunya lembaga penelitian di Indonesia yang khusus meneliti tentang gula dan pemanis. Penelitian mencakup sektor on-farm, off-farm hingga konsep kebijakan dan tata niaga. 

Dengan peran tersebut sudah sangat jelas kinerja industri gula di Indonesia tidak terlepas dari lembaga riset gula ini. P3GI saat ini telah banyak menghasilkan teknologi baik dari sisi pra panen maupun pasca panen. 

Hal tersebut karena P3GI mempunyai tugas untuk menghasilkan berbagai inovasi teknologi dan produk bagi kemajuan masyarakat gula. 

Kajian-kajian dalam program penelitian P3GI banyak bermanfaat khususnya bagi petani tebu dan Pabrik Gula (PG) di Negeri ini. Peran tersebut sudah banyak memberikan manfaat besar bagi industri gula Nasional. 

Para Peneliti Breeding di lembaga riset ini secara terus menerus menghasilkan varietas-varietas tebu unggul yang baru untuk kepentingan produktivitas tinggi panen bagi petani tebu. 

Begitu pula teknologi-teknologi baru untuk menunjang produktivitas pada sektor pabrikasi memberikan hasil yang nyata bagi upaya swa sembada gula. 

Audit enersi untuk memberikan efisiensi yang maksimal juga kerap dilakukan para peneliti dengan bekerja sama dengan pabrik-pabrik gula di Indonesia. 

Dalam upaya penanganan limbah, baik untuk limbah padat, limbah gas maupun limbah cair, P3GI juga memiliki teknologi terapan yang bisa dipakai oleh para pelaku industri gula di Indonesia. 

Teknologi pembuatan kompos dengan memanfaatkan limbah padat, beberapa pabrik gula sudah benyak memanfaatkan temuan teknologi dari P3GI. 

Untuk menunjang program lingkungan dari cemaran limba cair, mereka juga menggunakan teknologi P3GI yaitu pengolahan air limbah dengan sistem aerasi lanjut dengan memanfaatkan mikroba. 

P3GI Jadi Jejak Kolonial Riset Gula 

Meskipun P3GI memiliki peran yang nyata bagi kemajuan industri gula Nasional, tetapi Pemerintah tidak banyak memberikan perhatian pada institusi penelitian satu-satunya warisan Belanda ini. 

Tentu kita semua akan menyayangkan jika jejak kolonial ini pada suatu hari mungkin hanya menjadi sampah kolonial karena tidak mampu mendapatkan perhatian yang selayaknya. 

Gedung lama Proefstation yang dihancurkan masa penjajahan Jepang (Sumber Foto Mediacenterhpi.com). 
Gedung lama Proefstation yang dihancurkan masa penjajahan Jepang (Sumber Foto Mediacenterhpi.com). 

Seperti diketahui pada tahun 1957 Pemerintah Indonesia mengambil alih POJ dan mengganti nama menjadi Balai Penyelidikan Perusahaan Perusahaan Gula (BP3G). 

Kemudian pada tahun 1963, BP3GI secara organisasi diserahkan kepada Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula Indonesia (BPU-PPN Gula) Jakarta. 

Kemudian untuk menunjang dan mengawasi program-program penelitian, Menteri Pertanian membentuk "Dewan Pembina BP3G" yang bertugas mengelola Balai melalui SK Mentan No 344/Kpts/12/1968. 

Pada 11 Mei tahun 1987 Dewan Pembina merubah nama BP3G menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 

Begitu pula Pemerintah membentuk Asosiasi Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (AP2GI) untuk menunjang kegiatan penelitian yang dilakukan oleh P3GI pada 15 Mei 1992. 

Pada 1 Februari 1996 lahirlah sebuah lembaga yang bernama Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI). 

Lembaga tersebut merupakan integrasi dari Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Penelitian Indonesia (AP3I) dan Asosiasi Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (AP2GI). Penggabungan dua asosiasi dalam bidang perkebunan.  

Pada 23 Desember 2002, APPI membentuk Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) sebagai pengelola Pusat Penelitian Perkebunan d Indonesia yang terdiri dari:

  • Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.
  • Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia di Pasuruan.
  • Pusat Penelitian Teh dan Kina di Gambung.
  • Pusat Penelitian Karet di Sungai Putih, Sumatera Utara, yang memiliki 3 Balai yakni Balai Penelitian Sembawa, Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, dan Balai Penelitian Getas.
  • Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan, yang memiliki 2 Balai yakni Balai Penelitian Medan dan Balai Penelitian Marihat.
  • Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia di Bogor.

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia ini akhirnya memiliki status sendiri menjadi swasta murni, Perseroan Terbatas. Artinya mereka menjadi lembaga yang tidak terkait dengan Pemerintah dalam urusan pembiayaan. 

Lembaga tersebut mendirikan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN) yang merupakan transformasi dari LRPI, pada 20 November 2009. 

PT RPN yang membawahi 6 Puslit Perkebunan di Indonesia bekerja tanpa APBN, tanpa bantuan dan perhatian Pemerintah. Semoga mereka mampu eksis dalam menunjang pembangunan industri perkebunan di Indonesia. 

@hensa.  

Sumber Rujukan (1)  (2) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun