Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Idul Fitri dan Pentingnya Mempererat "Tali Silaturahim"

9 Mei 2022   18:18 Diperbarui: 9 Mei 2022   18:26 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Pexels-photo. 

"Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (Q.S. An-Nisaa : 1).

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam" (HR. Bukhari).

Untaian kalimat-kalimat dalam Kitab Al Quran dan hadis tersebut sudah cukup jelas. Firman Allah dan sabda RasululNya itu menjadi pedoman bagi umatnya untuk saling menjaga hubungan baik di antara kita. 

Selain hubungan baik di antara kerabat dekat juga hubungan baik bagi sesama manusia. Itulah makna sesungguhnya dari kemampuan kita memaknai hari Idul Fitri, hari dimana para jiwa berhasil meraih kemenangan. 

BACA JUGA : Idul Fitri dan Kebersihan Hati. 

Momen Lebaran atau Idul Fitri ini adalah waktu yang baik untuk kembali menjalin hubungan baik di antara karib dan kerabat dekat maupun kerabat jauh. Saatnya kembali menjalin tali silaturahmi. 

Terutama kerabat dekat yang sudah dua tahun ini tidak pernah dikunjungi karena alasan pandemi covid19, maka inilah saatnya beranjang sana kepada mereka.  

Bagi mereka yang masih memiliki orang tua, sudah dipastikan saatnya mudik bersilaturahim kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. 

Memuliakan orang tua adalah kewajiban bagi anak-anak. Berbahagialah bagi mereka yang saat ini masih memiliki orang tua, syukur masih lengkap dengan Ibu dan Ayah. 

Beliau-beliau ini adalah ladang bagi kita untuk meraih Ridho Allah dengan cara mengabdi sepenuhnya kepada mereka. Restu orang tua adalah gambaran dari ridho dari Allah. 

Itulah inti Idul Fitri yang penuh dengan makna tinggi yaitu bersilaturahim kepada kedua orang tua, para kerabat dan para sahabat yang selama ini bergaul saling mengisi dalam kehidupan sehari-hari. 

Momen Idul Fitri ini juga adalah kesempatan baik untuk saling memaafkan diantara kita. Baik saling memaafkan di antara kerabat begitu pula saling memaafkan di antara para sahabat. 

Karena bersama mereka itulah kita saling berinteraksi selama ini. Tentu dalam berinteraksi tersebut ada saja kesalahan dan kehilafan yang terjadi di antara kita. 

Kata orang bijak, orang yang mudah mendapatkan kebahagiaan hidup adalah mereka yang mudah memaafkan saudaranya. Karena itu biasakanlah menjadi pemaaf niscaya dapat memperoleh kepuasaan jiwa dan kebahagiaan hati. 

Menjadi orang pamaaf itu mudah jika dan hanya jika diri kita sudah pada taraf berjiwa besar. Ini adalah sifat terpuji yang selalu dicontohkan oleh para Sahabat Rasulullah. 

Salah satu Sahabat Nabi, Jakfar bin Muhammad pernah berkata kepada anaknya : 

"Wahai anakku jika ada seseorang marah kepadamu sampai tiga kali, tetapi dia tidak mengatakan kepadamu kecuali kebenaran, maka ambillah dia sebagai temanmu."  

Sebuah cuplikan kisah yang ditulis seorang Filsuf besar, Imam Al-Ghazali dalam bukunya berjudul Menjadi Manusia Ma'rifat dan Berjiwa Besar. 

Hal itu menjadi rujukan kita bahwa sesungguhnya kita hanya berteman dengan orang-orang yang selalu menasehati tentang kebenaran. Sebaik-baik teman adalah yang selalu memberikan nasehat diminta atau tidak. 

Marah seperti dalam pernyataan sahabat Nabi tersebut adalah marah yang tidak perlu dijadikan sebuah kesalahan dan harus dimaklumi dengan pengertian yang luas. Tidak perlu maaf untuk dirinya tetapi justru rasa terimakasih. 

Kisah dari sahabat Rasulullah itu mencerminkan bagi kita agar kita cukup memandang kebaikan-kebaikan saudara kita, sahabat kita. 

Karena sesungguhnya teguran saudara kita, sepahit apapun adalah hal yang menjadi berharga, jauh lebih baik daripada kehilangan dirinya dalam persahabatan.

Inilah sebenarnya hakikat dari silaturahim yaitu memperkokoh tali persahabatan, saling mengingatkan satu sama lain. Mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran serta keikhlasan. 

Semoga kita termasuk ke dalam orang yang selalu menjaga tali silatrahim di antara sesama hamba Allah. Aamiin. 

Salam @hensa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun