Itulah inti Idul Fitri yang penuh dengan makna tinggi yaitu bersilaturahim kepada kedua orang tua, para kerabat dan para sahabat yang selama ini bergaul saling mengisi dalam kehidupan sehari-hari.Â
Momen Idul Fitri ini juga adalah kesempatan baik untuk saling memaafkan diantara kita. Baik saling memaafkan di antara kerabat begitu pula saling memaafkan di antara para sahabat.Â
Karena bersama mereka itulah kita saling berinteraksi selama ini. Tentu dalam berinteraksi tersebut ada saja kesalahan dan kehilafan yang terjadi di antara kita.Â
Kata orang bijak, orang yang mudah mendapatkan kebahagiaan hidup adalah mereka yang mudah memaafkan saudaranya. Karena itu biasakanlah menjadi pemaaf niscaya dapat memperoleh kepuasaan jiwa dan kebahagiaan hati.Â
Menjadi orang pamaaf itu mudah jika dan hanya jika diri kita sudah pada taraf berjiwa besar. Ini adalah sifat terpuji yang selalu dicontohkan oleh para Sahabat Rasulullah.Â
Salah satu Sahabat Nabi, Jakfar bin Muhammad pernah berkata kepada anaknya :Â
"Wahai anakku jika ada seseorang marah kepadamu sampai tiga kali, tetapi dia tidak mengatakan kepadamu kecuali kebenaran, maka ambillah dia sebagai temanmu." Â
Sebuah cuplikan kisah yang ditulis seorang Filsuf besar, Imam Al-Ghazali dalam bukunya berjudul Menjadi Manusia Ma'rifat dan Berjiwa Besar.Â
Hal itu menjadi rujukan kita bahwa sesungguhnya kita hanya berteman dengan orang-orang yang selalu menasehati tentang kebenaran. Sebaik-baik teman adalah yang selalu memberikan nasehat diminta atau tidak.Â
Marah seperti dalam pernyataan sahabat Nabi tersebut adalah marah yang tidak perlu dijadikan sebuah kesalahan dan harus dimaklumi dengan pengertian yang luas. Tidak perlu maaf untuk dirinya tetapi justru rasa terimakasih.Â
Kisah dari sahabat Rasulullah itu mencerminkan bagi kita agar kita cukup memandang kebaikan-kebaikan saudara kita, sahabat kita.Â