Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ada Apa dengan "Kutukan" di Piala AFF? Omong Kosong

29 Desember 2021   10:00 Diperbarui: 29 Desember 2021   21:36 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong (Foto Aseanfootball.org). 

Berbicara tentang Piala AFF, dulu bernama Piala Tiger sampai tahun 2004, merupakan ajang turnamen paling bergengsi bagi negara-negara di Asia Tenggara. Ajang Piala AFF tahun ini adalah edisi turnamen yang ke-13 dan baru 4 negara yang berhasil meraih trofi ini yaitu Thailand, Singapura, Vietnam dan Malaysia. 

BACA JUGA : Terbongkarnya Rahasia Pelatih Singapura. 

Selama ini Thailand adalah pemegang juara terbanyak dengan meraih 5 kali juara, disusul Singapura meraih 4 kali juara, Vietnam dua kali juara dan Malaysia sekali juara. 

Sedangkan Indonesia adalah peraih runner up terbanyak dengan raihan 5 kali sebagai tim yang kalah sebagai finalis. 

Konon banyak yang mengatakan bahwa Indonesia sebagai pemegang runner up terbanyak tersebut disebabkan karena adanya kutukan. 

Mitos kutukan dalam olahraga seringkali muncul ketika sebuah tim tidak pernah berhasil meraih prestasi yang diharapkan. Sudah banyak contoh yang terjadi termasuk dalam cabang sepakbola. 

Konon pula kutukan itu akibat skandal sepakbola gajah yang pernah dilakukan Indonesia dalam ajang turnamen ini pada tahun 1998. 

Ketika itu Indonesia bermain sepakbola gajah melawan Thailand untuk menghindari tuan rumah Vietnam di babak semifinal. 

Jika benar, Timnas Garuda dikutuk akibat sepak bola gajah tersebut, maka anehnya kutukan itu tidak terjadi pada tim Thailand yang juga bermain sepak bola gajah. Justru sejauh ini Thailand sudah berhasil meraih 5 kali juara. 

Jadi? Jelas sudah yang menyebabkan Indonesia sering menjadi runner up sebanyak lima kali, bukan karena kutukan tersebut. 

Penyebabknya adalah kualitas tim kita yang masih belum mengimbangi lawan-lawan di Asia Tenggara ini. 

Membicarakan final pada edisi Piala AFF yang ke-13 ini sebaiknya tidak perlu lagi menyinggung soal "kutukan" runner up dan tidak mampu juara. Sebaiknya mari kita bedah tuntas kekuatan dari kedua tim yang berlaga di final ini. 

 1. Tim Produktif versus Tim Pertahanan Terbaik 

Timnas Indonesia menjadi peserta turnamen yang memiliki produktivitas gol yang baik. Skuad asuhan Shin Tae-yong ini berhasil mencetak 18 gol. Jumlah gol tersubur dibandingkan seluruh tim lainnya. 

Dalam 6 laga yang sudah dijalani, skuad Garuda berhasil mengoleksi total 18 gol dan kebobolan 7 gol. Mereka selama babak fase grup sudah mencetak 13 gol dalam 4 laga.  

Catatan 7 gol ke gawang Indonesia, 4 gol diantaranya berasal dari bola mati atau set piece tendangan bebas atau tendangan penjuru. 

Shin Tae yong sudah kerap kali memperbaiki kelemahan akibat bola dari set piece lawan ini. Namun sejauh ini masih belum berhasil dengan baik. 

Tiga gol lainnya akibat terlambatnya mengantisipasi serangan balik lawan, saat itu ketika berhadapan dengan Laos. 

Transisi menyerang ke posisi permainan bertahan sangat lambat sehingga terjadilah gol tersebut. Demikian pula saat melawan Singapura dan Malaysia. 

Berbeda dengan Indonesia yang sudah kebobolan 7 gol, Thailand selama ini hanya kebobolan 1 gol. Satu-satunya kebobolan dari gol yang dicetak oleh Filipina. 

Fakta ini menggambarkan bahwa pertahanan Thailand sangat solid karena mereka berhasil mempertahankan 5 kali clean sheet dari 6 laga yang pernah dijalani. Thailand berhasil mengoleksi 10 gol dalam 6 laga tersebut. 

Maka laga final ini mempertemukan antara tim Indonesia yang produktif mencetak gol melawan tim Thailand yang solid dalam bertahan. 

2. Rekor Pertemuan di Piala AFF. 

Sejak Piala AFF pertama kali berlangsung pada tahun 1996 yang saat itu bernama Piala Tiger, Timnas Indonesia dan Thailand sudah bertemu 12 kali di Piala AFF. Hasilnya Indonesia menang tiga kali dan kalah sembilan kali. 

Dalam sejarah pertemuan tersebut, tiga dari 9 kekalahan Timnas Indonesia terjadi dalam laga final Piala AFF tahun 2000, 2002, dan 2016. Pada final 2016, Indonesia sempat menang 2-1 atas Thailand pada leg pertama, tetapi kalah 0-2 pada leg kedua. 

Dari segi ranking FIFA yang diterapkan sejak 1993, Indonesia juga tidak pernah berhasil mengungguli Thailand. Pada tahun 1998 saat Indonesia berada di posisi ke-76 dunia, Thailand saat itu bertengger di urutan ke-43 ranking FIFA. 

Begitu juga saat ini Thailand masih unggul dalam ranking FIFA mereka yang berada di posisi ke -115 dibandingkan Indonesia yang ada pada posisi 164. Catatan fakta yang bisa dijadikan acuan untuk menggambarkan kekuatan kedua tim.   

Pada tahun ini diajang yang sama, kembali Timnas Garuda bertemu Thailand di final. Leg pertama akan berlangsung Rabu (29/12/21) pukul 19.30 WIB di National Stadium Kallang Singapura dan leg kedua di tempat dan waktu yang sama pada Sabtu (1/1/22). 

Dari sejarah rekor pertemuan dan performa selama bermain dalam laga di fase grup dan semi final, dapat dilihat seberapa besar peluang mereka merebut juara Piala AFF 2020 (2021) ini. 

3. Juara Piala AFF 2020 (2021)? 

Sebagai orang Indonesia sudah jelas saya berharap tinggi, Timnas Indonesia berhasil meraih juara di ajang Piala AFF tahun ini. Kendati jujur bahwa tim Thailand mempunyai organisasi permainan lebih baik. 

Materi pemain mereka lebih berpengalaman dibandingkan pemain-pemain muda kita. Mereka masih memiliki 7 pemain senior waktu bermain dalam laga final tahun 2016.  

Sedangkan Indonesia saat ini hanya memiliki satu pemain yaitu Evan Dimas yang saat itu juga sebagai pemain cadangan yang tidak dimainkan pelatih Indonesia, Alfred Riedl dalam final tahun 2016. 

Materi pemain asuhan pelatih Shin Tae-yong saat ini diperkuat pemain-pemain muda yang merupakan debutan dalam turnamen level ASEAN ini. 

Jika Indonesia berhasil juara maka itu bukan karena memecahkan mitos kutukan yang sering dibicarakan orang, tetapi karena skuad Garuda bermain luar biasa. 

Begitu pula jika Timnas Indonesia belum berhasil meraih juara, maka itu itu bukan karena kutukan sepak bola gajah yang terjadi tahun 1998 masih berlaku. Mari kita berfikir positif untuk kemajuan sepak bola Indonesia. 

Bravo Merah Putih @hensa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun