Arab Saudi adalah negara kaya raya sering juga disebut sebagai negara petro dolar. Faktanya memang demikian, negara minyak ini telah membuat rakyatnya makmur berlebihan.
Mobil mewah pribadi berseliweran di jalan raya bebas hambatan. Di sana mobil sedan menjadi kendaraan pribadi seperti halnya sepeda motor di Indonesia.Â
Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya, sepeda motor merupakan kendaraan rakyat.
Hal ini bisa disaksikan saat jam kerja pagi hari, sepeda motor sudah menyemut memenuhi jalan raya menyelinap diantara kemacetan kota yang sangat akrab.Â
Lain halnya di Arab Saudi, sangat jarang atau tidak ditemui adanya sepeda motor di jalan raya kecuali sepeda motor Petugas Kepolisian.
Namun kali ini sepeda motor menjadi alat transportasi yang banyak dicari para jemaah ketika mereka selesai wukuf dan melakukan ritual melempar jumroh aqobah.Â
Pada Hari Haji itu tepatnya 10 Dzulhijah, di pelataran parkir Jamarat pagi itu, selain banyak kendaraan Bus, Mobil pribadi, Taksi, sekarang ditambah pula dengan sepeda motor yang kebanyakan bermerk Jepang itu berjajar menunggu para penumpang.Â
Sudah dua tahun Usman bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia bidang kontruksi. Jomlo lulusan S1 Teknik Sipil dari salah satu Perguruan Tinggi di Bandung ini menjadi salah satu tenaga kerja dalam pembangunan perluasan area Masjid Nabawi di Medinah.Â
Pada musim haji ini, mereka para pegawai yang bekerja dibidang kontruksi mendapat liburan selama satu pekan. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Usman mencari pendapatan sambilan sebagai pengendara ojek. Â
 "Man! sudah berapa orang hari ini kamu antar para jemaat ke Mekkah?" Pertanyaan dari Halim, teman sesama Tenaga Kerja yang juga ikut mangkal dengan sepeda motornya.Â
"Baru satu orang ketika Subuh tadi. Nah ini Dani sudah tiga orang." Kata Usman sambil menunjuk ke arah Dani di sebelahnya.Â
"Iya tadi aku dapat penumpang di depan Hotel Akhyar. Lalu pulangnya dari Masjid Al Haram dapat satu lagi minta diantar ke Jamarat." Kata Dani yang asal Surabaya.Â
Tiga anak muda yang sedang berjuang ini adalah para mujahidin yang tengah mempertaruhkan pengabdian mereka kepada keluarga di Tanah Air.Â
Usman, Halim dan Dani hanya sedikit saja gambaran dari sekian banyak pemuda yang berusaha meneladani pengorbanan Nabi Ismail yang sangat fenomenal kepada Ayah dan Bundanya, Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Â
Pelataran Parkir Jamarat pagi itu demikian penuh dengan hiruk pikuk para jamaah yang baru saja selesai melempar jumrah aqobah.Â
Selain tiga pemuda asal Indonesia itu, juga parkir di sana adalah orang-orang Pakistan dan Banglades yang jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka menawarkan jasa ojek mereka. Namun tetap saja para jamaah dari Jamarat ini masih kekurangan alat transportasi.Â
Mekkah pada musim haji berubah menjadi kota yang benar-benar padat karena dua juta umat Islam seluruh dunia menuju ke sana untuk menunaikan rukun Islam ke lima ini.
Selain Mekkah ada tiga tempat lagi yang mendadak menjadi penuh dengan lautan manusia yaitu Arafah-Mudzdalifah dan Mina.
Terutama saat puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah dan melempar jumroh aqobah pada tanggal 10 Dzulhijah.
Dua hari ini adalah saat dimana lautan manusia memenuhi Mina terutama tempat dimana para jamaah haji akan melempar jumroh aqobah di Jamarat.
Sejak setelah maghrib masuk 10 Dzulhijah para jamaah haji mulai bergerak dari Arafah menuju Mina dengan menggunakan Bus dan Kereta Api.
Mereka menempati maktab-maktab yang sudah ditentukan di Mina. Setelah istirahat beberapa saat termasuk sholat Magrib dan Isya serta makan malam, pada dini hari itu sudah banyak rombongan jamaah yang meninggalkan maktab.
Mereka  menuju Jamarat yaitu tempat dimana dilakukan ritual melempar jumroh aqobah. Waktu yang utama untuk melempar jumroh aqobah ini adalah saat waktu duha atau sekitar pk 8-10 waktu setempat.
Namun banyak jemaah yang menghindari waktu tersebut karena saat itu dipastikan kepadatan jemaah yang akan melakukan lempar jumroh semakin banyak sehingga menimbulkan kehawatiran benturan dan berdesakan.
Bagi jemaah asal Indonesia situasi seperti itu harus dihindari karena mereka memiliki tubuh yang realatif kecil dibandingkan jamaah dari Timur Tengah, Afrika maupun Eropa.
Pagi itu kepadatan jamaah di Jamarat mengakibatkan juga kepadatan di daerah sekitar seperti Syisyah yang hanya 1 km dari Jamarat dan Mina.
Saat itu Al Hajj Street, yaitu jalan yang menghubungkan arah menuju Masjidil Haram mengalami kepadatan dan kemacetan yang luar biasa.
Pada hari itu para jamaah yang telah selesai melempar jumroh aqobah mulai bergerak menuju Masjidil Haram untuk melakukan Thowaf Ifadoh.
Sementara sebagian Jamaah lainnya ada yang menunda thowaf ini dan kembali ke maktab masing-masing.
Kemacetan semakin parah saat hari semakin siang menjelang Dhuhur. Para jamaah yang melakukan lempar jumroh pada pagi hari terutama sebelum Subuh, mereka masih bisa menggunakan jasa taksi namun dengan tarif yang selangit yaitu 100 Saudi Riyal (SR), tarif normal antara 15-20 SR.
Para sopir taksi mematok tarif tersebut karena memang banyak yang membutuhkan angkutannya menuju Masjidil Haram.
Ketika kemacetan sudah parah di jalan-jalan menuju Mekkah (Masjidil Haram), Taksipun banyak yang menolak penumpang karena kemacetan tersebut.
Rupanya hal ini dimanfaatkan oleh para pengemudi ojek dadakan. Umumnya mereka adalah orang Banglades dan Pakistan.
Sepeda motornya saja yang digunakan sebagai Ojek kondisinya seadanya. Ojek ini akhirnya banyak dicari juga oleh para Jamaah untuk menuju Masjidil Haram, walaupun mereka tidak bisa diturunkan di area terdekat Masjid hanya boleh masuk sekitar 1 km sebelum Masjid atau di sekitar Terminal Gaza atau Syieb Amir.
Tawar menawar ongkos ojek saat kepadatan kota Makkah seperti itu ada pada kisaran 15-30 SR. Saat itu Kurs  1 SR senilai dengan Rp 4000.Â
Padahal ongkos itu adalah tarif Taksi dari Syisyah atau Jamarat pada kondisi normal hanya 15 - 20 SR saja.
Bagi para pengemudi Ojek dadakan yang umumnya orang-orang Banglades dan Pakistan, hari itu memang hari panen bagi mereka. Satu hari mereka bisa mengantar rata-rata 5 sampai 10 orang jamaah.Â
Penghelatan haji selalu saja memberi manfaat bagi orang-orang kecil. Fenomena Ojek di Makkah ini menunjukkan bahwa moda transportasi ini bisa berada dimana-mana pada saat keadaan lalu lintas dalam keadaan darurat.
Di Indonesia kondisi lalu lintas kota-kota besar selalu dalam keadaan darurat karena kemacetan sudah merupakan rutinitas setiap hari.
Jika ada Ojek beroperasi adalah hal yang wajar dan masyarakat banyak yang tertolong dengan mode transportasi ini.Â
Demikian pula di Makkah. Bedanya ojek di sana hanya dadakan dan setelah musim haji berakhir mereka para sopir ojek itu kembali ke profesi mereka sebagai tenaga proyek.Â
Usman baru saja mengantar seorang jamaah asal Indonesia dan menurunkannya persis di depan Terminal Syieb Amir. Baru saja Usman mengendarai motor beberapa meter, seorang petugas Polisi Arab Saudi menghentikannya. Polisi itu menanyakan dokumen lalu lintas yang dimiliki Usman.Â
Namun pemuda ini tidak bisa menunjukkan dokumen lengkap sepeda motornya. Kecuali SIM yang dimilikinya dari Tanah Air. Sepeda motor sewaan itupun terpaksa harus ditahan oleh Polisi yang berwenang. Usman harus kembali berkurban bagaimana caranya menebus sepeda motor sewaannya.Â
Selamat Idul Adha, selamat menunaikan Hari Raya Qurban. saatnya kita teladani pengurbanan keluarga Ibrahim beserta anak dan istrinya.Â
Salam bahagia @hensaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H