Sesungguhnya striker tidak bisa juga disalahkan jika mereka tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari lini tengah. Umpan-umpan dari seorang play maker sangat dibutuhkan seorang striker.
Evan Dimas dan Syahrian Abimanyu belum optimal mengeluarkan kemampuannya dalam setiap laga mereka.
Begitu pula dukungan dari sisi sayap. Pada posisi ini mungkin hanya Asnawi Mangkualam, Egy dan Witan yang bisa dikatakan bermain sangat baik.
Budaya Prestasi Instan Federasi
Selama ini pengurus PSSI selalu mempunyai program yang jangkauannya pendek. Mungkin hanya sebatas masa kepengurusan mereka.
Bahkan ketika PSSI memutuskan memilih Shin Tae yong bukan memilih Luis Milla. Hal itu karena Shin berani mencapai target jaura SEA Games 2021 di Vietnam. Sedangkan Luis Milla ingin membina Timnas Garuda dengan program jangka panjang.
Hal itu terkesan mengincar prestasi instan sangat kental. Apalagi jika nanti Shin gagal mencapai target kemudian dipecat, maka semakin jelas apa yang diinginkan pengurus PSSI.
Walaupun benar sekali bahwa kita harus realistis menghadapi kekalahan dengan lapang dada.
Namun hal tersebut harus memaknainya dengan positif karena prestasi itu tidak hadir seperti orang bikin mie instan. Butuh perjuangan panjang.
Joachim Louw saja sejak melatih Jerman pada tahun 2006 baru bisa meraih prestasi tinggi di Piala Dunia 2014 sebagai juara. Delapan tahun yang panjang.
Apalagi Indonesia dengan SDM pesepakbola dengan level jauh di bawah Jerman, tentu memerlukan waktu jauh lebih lama lagi.