Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Fitrah, Makna Terdalam Sebuah Kemenangan

17 Mei 2021   08:19 Diperbarui: 17 Mei 2021   08:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna terdalamnya sebuah kemenangan adalah semua latihan selama bulan Ramadan penuh berkah tersebut harus mampu diwujudkan dalam keseharian pada sebelas bulan berikutnya hingga kembali bertemu Ramadan tahun depan. 

Usai sudah berpuasa selama 30 hari penuh pada bulan Ramadan yang penuh dengan berkahNya.

Ibadah puasa di hadapan Allah adalah ibadah yang sangat istimewa karena inilah ibadah yang hanya diketahui oleh hamba bersama Tuhannya.

Sebuah Hadis Qudsi menyebutkan bahwa Allah berfirman : "Setiap kebaikan itu digandakan pahalanya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu adalah untukKu. Aku yang akan memberinya pahala."

Begitu pula Rasul Allah pernah berkata bahwa setiap sesuatu itu mempuna pintu dan pintu ibadah itu adalah puasa.

Dua hal di atas menggambarkan betapa istimewanya ibadah puasa, salah satu rukun dari 5 rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh hamba Allah.

Nilai puasa yang memiliki level tinggi di hadapan Allah tersebut memiliki landasan yang kuat yang berguna bagi pembinaan karakter ketauhidan.

Puasa mengandung pelajaran yang bertumpu pada kemampuan untuk menahan diri. Ini adalah amalan sangat rahasia yang hanya diketahui oleh Allah.

Dengan berpuasa kita menahan diri dari rasa lapar dan haus. Selain itu juga menahan diri dari nafsu syahwat, yang merupakan pintu paling disukai setan untuk menjerumuskan hamba Allah.

Perjuangan menahan diri ini seperti mendaki jalan yang sangat terjal. Menahan diri dari syahwat mata dalam memandang. Menahan diri telinga dari mendengar. Menahan diri mulut dalam berkata. Bahkan menahan diri cara berfikir dan bertindak dalam memutuskan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun