Aku mendengarkan Mikayla yang bercerita sambil berurai air mata. Aku melihat wajahnya begitu murung penuh dengan kepedihan dan penderitaan. Â
"Sejak itu aku sudah tidak pernah lagi berhubungan dengan keluargaku di Medan. Aku sampai saat ini masih menaruh rasa dendam terhadap lelaki," kata Mikayla ditengah-tengah isak tangisnya.
Aku masih terdiam mendengar cerita memilukan ini. Tidak bisa terbayang bagaimana penderitaan yang harus ditanggung gadis yang malang ini.
Menghilangkan trauma akibat perkosaan membutuhkan waktu yang lama. Aku kagum kepada Mikayla yang begitu tegar bercerita kembali peristiwa traumatis itu.
Dia begitu lancarnya bercerita peristiwa pedih itu dan aku adalah orang yang dia percaya untuk mendengarkan isi hatinya.
Sebagian besar wanita yang mengalami perkosaan tak pernah bisa melupakan peristiwa pedih tersebut seumur hidupnya. Apalagi bagi Mikayla, yang merengut dengan paksa mahkota gadisnya adalah Si Biadab ayah tirinya.
Sungguh memilukan. Tentu saja efek dari tindakan biadab itu telah merasuk ke seluruh sendi kehidupannya. Bisa jadi Mikayla memilih untuk tidak menikah selama lamanya. Akibatnya trauma itu Mikayla menganggap bahwa setiap pria adalah sama, jahat, kejam dan tak bisa lagi dipercaya.
"Mas Hendar, aku ini wanita yang sudah berlumur dengan dosa. Sangat terhina. Apakah Tuhan mau memaafkanku jika aku kembali ke jalanNya?" Tanya Mikayla seolah bertanya kepada dirinya sendiri.
"Kayla, tentu saja Tuhan itu Maha Pemaaf tinggal kita melakukan taubat dan kembali kepadaNya."
"Apa yang kulakukan selama ini hanya sekedar untuk bertahan hidup namun ternyata jalan ini adalah jalan sesat. Aku telah salah melangkah," kata Mikayla lagi.
"Kayla yang penting bagimu sudah mau menyadari karena masalah dalam hidup itu bukan untuk dibiarkan, tetapi harus dihadapi dengan segala risiko yang harus dijalani."