Putri mulai mencurahkan isi hatinya. Sengaja aku biarkan Putri bicara sepuasnya. Semua ganjalan di hatinya dilepaskan semuanya.
"Bunda aku seakan tak percaya mengapa dia berhianat kepadaku. Aku tidak percaya dia berpaling dariku," kembali suara Putri dengan isak tangisnya.Â
Aku memeluknya semakin erat sambil aku menciumnya penuh kasih sayang. Putri masih terisak dalam pelukanku.
"Putri sayang. Bunda jadi ingat kata kata bijak bahwa perempuan baik-baik hanya diperuntukkan bagi lelaki baik baik. Bunda tahu Putri adalah perempuan baik-baik maka Putri harus mendapatkan lelaki baik baik pula. Janganlah kita buang-buang waktu hanya untuk memikirkan seorang lelaki penghianat. Tentu saja penghianat itu bukan lelaki baik-baik. Rupanya Tuhan Maha Tahu dia Si Penghianat itu tidak setara denganmu maka Tuhan memisahkannya darimu. Berhentilah menangis sayang," kataku sambil tetap memeluknya semakin erat.Â
Aku mencium keningnya. Tiba-tiba suamiku berkata:
"Putri lihatlah. Ayah ini adalah lelaki baik-baik maka Ayah dapat jodoh Bunda dan tentu saja Bunda adalah perempuan baik-baik. Bunda layak mendapatkan Ayah dan Ayahpun sangat pantas untuk Bunda, " kata suamiku.
Mendengar perkataaan ayahnya kulihat putri mulai tersenyum diantara derai air mata yang mengalir dipipinya. Alhamdulillah anak gadisku mulai kembali tersenyum. Lalu aku merasakan Putri memelukku. Erat sekali seolah tidak mau lepas untuk selamanya.
"Bunda tolong aku bantu untuk dapatkan lelaki baik baik seperti Ayah," katanya perlahan.
"Ya sayang. Mulai sekarang jangan buang-buang waktumu untuk mengingat lagi Si Penghianat itu ya. Dia tidak setara denganmu," kataku sambil mencium anak gadisku penuh dengan kasih sayang.
"Iya Bunda!" Lirih Putri masih dalam pelukanku.Â