Saat ini aku berada diantara kebahagiaan menempuh masa depan dengan Kinanti Puspitasari dan rasa duka Daisy Listya karena kepergian suaminya untuk selamanya.
Sungguh keberadaan yang sangat sulit yang harus kuhadapi. Listya sedang berduka sedangkan Kinanti berbahagia. Dua kondisi yang bertolak belakang.
Seperti saat malam itu Kinanti menerima telponku dengan penuh keceriaan. Bagaimana tidak, malam itu kami sedang membicarakan tentang acara lamaran sekaligus menentukan tanggal pernikahan.
Aku seakan tidak percaya pada akhirnya aku menikah juga dengan seorang pendamping hidupku. Aku seakan lebih tidak percaya lagi ternyata calon istriku adalah Kinanti Puspitasari, teman SMA yang dulu pernah menolak menjadi pacarku.
Sungguh sesuatu yang menakjubkan dalam perjalanan hidupku bahwa nanti pada hari pernikahan itu yang menjadi istriku adalah Kinanti Puspitasari. Aku yakin mungkin inilah takdirku.
Ternyata kabar pernikahanku dengan Kinanti rupanya sampai juga kepada Daisy Listya. Sore itu ketika aku baru saja tiba di rumah, aku menerima telpon dari Listya.
"Pak Alan. Selamat untuk rencana pernikahannya dengan Bu Kinan," kata Listya.
"Terima kasih Listya," jawabku pendek.
"Tadi pagi Bu Kinan memberi saya kabar tentang rencana pernikahannya dengan Pak Alan. Saya sangat gembira mendengar kabar ini," suara Listya penuh haru.
"Listya sekali lagi terima kasih. Mohon doa restunya saja agar semua rencana itu berjalan dengan baik," kataku.