Entah kapan hati yang teguh itu bisa luruh, aku tetap terus menunggu. Tetapi andai Kinanti Puspitasari sudah siap dilamar, apakah aku mampu menghapus dosa besarku yang tersembunyi selama ini?Â
Di tengah kesibukan di Kampus, aku masih menyempatkan menelpon Kinanti di Bandung. Mengobrol seperti biasa dan aku juga merasakan kangen kepadanya seperti biasa.
BACA JUGA : Aborsi
Padahal baru sepekan berlalu kami bertemu, saat menghadiri resepsi pernikahan Audray Lin. Saat itu bahkan Kinanti sempat digoda Audray, mempelai wanita yang cantik.
"Bu Kinan dan Pak Alan segera menyusul ya!" Kata Audray sambil tersenyum padaku. Aku melihat Kinanti hanya tersenyum penuh arti sambil memandang ke arahku.
Sebelum kejadian malam jahanam itu aku pernah meminta kepastian kepada Kinanti, kapan aku bisa datang ke Bandung untuk melamarnya. Namun Kinanti selalu saja mengatakan belum siap.
Teringat pada suatu malam di teras rumah Kinanti itu, kami mengobrol ditemani wedang bajigur yang hangat. Namun aku melihat Kinanti tidak seceria seperti biasanya.
"Kinan sepertinya kamu kurang sehat?"
"Mungkin juga Alan. Semalam aku tidak bisa tidur lelap," kata Kinanti.
"Banyak pikiran? Mungkin aku bisa membantu. Ceritakan padaku agar bebanmu menjadi ringan." Kinanti hanya tersenyum dan aku hanya angkat bahu.