Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Koma

3 Oktober 2020   15:53 Diperbarui: 3 Oktober 2020   16:07 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu semester terasa begitu cepat. Mata kuliah yang kuberikan untuk Program Studi Profesi Apoteker dalam semester pertama ini adalah Manajemen Farmasi, disampaikan setiap Kamis pagi.

Sudah pasti setiap sesi kuliah itu aku selalu bertemu Listya. Uniknya setiap mengikuti kuliahku, Listya selalu duduk dibarisan kedua sebelah kanan.

Kadang-kadang aku sesekali mencuri pandang pada saat aku sedang memberikan presentasi mata kuliahku.

Sudah pasti setiap Kamis adalah hari yang selalu paling aku tunggu. Paling tidak dalam satu semester ini ada sekitar 16 sampai 18 hari Kamis. Ini artinya sebanyak itu pula aku bisa berjumpa Listya.

Daisy Listya memang wanita yang diciptakan Allah dengan aura kecantikan yang luhur karena dibalut dengan karakter mulia. Tidak ada lagi yang harus kuragukan tentang itu. 

Seusai kuliah pagi itu, aku sempat berbincang dengan Listya di Ruang Kelas.  Sementara itu Audray Lin yang biasanya nimbrung, kali ini pamit duluan karena mendadak mendapat telpon dari Tantenya.

"Listya bagaimana kabar kesehatan Mas Rizal?" kataku membuka pembicaraan menanyakan kesehatan suaminya yang sedang menderita gagal ginjal.

"Alhamdulillah baik Pak, hanya saja tetap harus melakukan cuci darah dua hari sekali. Sebenarnya dokter menyarankan operasi cangkok ginjal," kata Listya dengan wajah yang kelihatan murung memikirkan kesehatan suami tercinta.

"Apakah Mas Rizal ada keinginan untuk transplantasi ginjal?" tanyaku hati-hati.

"Beberapa hari ini keluarga juga mengharapkan agar Mas Rizal mau melakukan transplantasi ginjal. Namun Mas Rizal masih belum menjawab dengan pasti," suara Listya penuh keprihatinan.

"Saya turut prihatin Lis tapi mudah mudahan kalau harus transplantasi ginjal dimudahkan untuk mendapatkan donornya."

"Iya Pak. Mudah-mudahan Allah memberikan yang terbaik," kata Listya.

Dialog singkat ini cukup mengobati rasa rindu untuk berbincang dengan Listya walaupun isi dialognya adalah hal yang menyedihkan.

Kondisi kesehatan ginjal suami Listya, yang harus cuci darah dua hari sekali sudah sangat parah. Listya harus menghadapi keprihatinan ini. Semoga wanita ini bisa tabah.

Aku berpamitan kepada Listya karena siang ini harus menerima Tim Auditor dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang melakukan audit.

Persiapan yang sudah dilakukan dalam tiga bulan terakhir, hari ini di audit oleh Tim Auditor. Mereka para Auditor melakukan pekerjaannya selama dua hari.

Aku bersama Tim dari Fakultas Farmasi sudah menyiapkan semua dokumen sistem mutu maupun dokumen dokumen lain yang diperlukan oleh Tim Auditor.

Kami berharap dari assessment ini memberikan hasil yang sesuai dengan cita-cita Fakultas Farmasi yaitu terakreditasi dengan peringkat yang baik.

Maka dua hari ini sudah pasti kesibukanku benar-benar terkuras menemani Tim Auditor dibantu oleh teman-teman anggota dari Tim Akreditasi Fakultas.

Hari pertama semua program audit berjalan lancar demikian pula hari berikutnya. Hari Kamis sore itu akhirnya proses audit selesai dan beberapa temuan sementara yang bisa dikomunikasikan langsung di diskusikan di Ruang Rapat Fakultas.

Alhamdulillah dua hari yang melelahkan itu akhirnya usai dan sore itu aku pulang meninggalkan halaman parkir Fakultas di Dharmawangsa dengan penuh kelegaan.

Pada Kamis pagi ini, aku tidak melihat Listya mengikuti kuliahku, tidak ada kabar sama sekali baik lewat temannya, maupun pesan dari ponselnya.

Apa yang terjadi dengan Listya? Aku benar-benar sangat menghawatirkannya. Saat ini kekhawatiranku tertuju kepada keadaan kesehatan Rizal, suaminya. Semoga saja mereka baik baik dan selalu dalam lindungan Allah.

Namun pada pekan berikutnya, Listya sudah mulai mengikuti kuliahku lagi. Pada akhir kuliahku tadi Listya tidak sempat berbincang dan hanya berpamitan kepadaku karena ada urusan penting.

Sempat pula Listya akhirnya mengirim permintaan maaf melalui pesan pendek ponselnya karena absen Kamis yang lalu tidak masuk dalam kelas mata kuliah Manajemen Farmasi. Walaupun aku kecewa tidak sempat ngobrol tapi paling tidak kerinduanku melihat wajah Listya sudah terobati.

Esoknya ketika aku mengisi kuliah Semester Lima Mahasiswa S1, sebuah pesan dari Listya masuk ke ponselku.  Isinya mengabari, apakah aku punya waktu untuk bertemu seusai kuliah Farmakoterapi Terapan dari Dr Fadliansyah, M.Sc. Aku setuju bertemu Listya dengan membalas pesan tersebut.  

Ruang tempat kerjaku terasa sunyi tak ada suara kecuali isak tangis Listya. Sementara aku hanya bisa membisu tak ada kata yang mampu untuk menghentikan isak tangis Listya.

Wanita cantik ini menangis tersedu setelah bercerita penuh dengan haru. Aku yang duduk tepat dihadapannya hanya mampu terdiam menyatu dalam kesunyian.

Sudah seminggu ini, Rizal, suami Listya dalam keadaan koma.

@hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun