"Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya berdosa?" Daisy Listya
Agenda hari ini seperti biasa sangat padat setelah mengisi kuliah di Pasca Sarjana dan Program Profesi Apoteker. Kegiatan berikutnya adalah Rapat Tim Akreditasi Laboratorium Farmasi.
Setelah istirahat nanti mungkin aku baru bisa melanjutkan mengolah data penelitianku di Laboratorium.
Aku segera meninggalkan ruangan menuju Gedung Pasca Sarjana cukup hanya berjalan kaki saja karena hanya berjarak beberapa meter saja dari Fakultas Farmasi.
Pagi itu kegiatan Kampus benar-benar hidup. Kantin penuh oleh mahasiswa yang sarapan atau hanya sekedar duduk-duduk sambil minum kopi. Sementara mahasiswa yang mengikuti kuliah mulai bergegas menuju ruang kuliah.
Aku menelusuri trotoar kampus yang juga cukup ramai dengan lalu lalang para mahasiswa. "Selamat pagi Pak Alan!" Beberapa mahasiswa menyapaku ketika kami berpapasan. Aku menyambut sapaan mereka dengan senyum.
Hari ini memang penuh dengan senyum seakan semua orang tersenyum padaku. Semua senyum yang aku terima sangat menawan penuh ramah.
Setelah sesi kuliah di Program Pasca, hari ini adalah kuliah pertama untuk Program Apoteker. Ketika aku memasuki Ruang kuliah semua peserta program ini sudah duduk dengan tertib.
Aku mengenal beberapa mahasiswa atau mahasiswi yang dulu pernah ku bimbing. Aku melihat Listya duduk dibarisan kedua sementara di depannya Audray Lin, gadis cantik berdarah Tionghoa itu.
Ketika mataku tertuju kepada Listya, wanita ini tersenyum kepadaku dan aku benar benar terpana. Senyum itu adalah senyum mendiang calon istriku, Diana Faria seakan di ruang ini ada Diana Faria.