Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cintaku di Titik Nadir, Benarkah?

21 September 2020   20:57 Diperbarui: 22 September 2020   03:28 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Pixabay

Sebulan yang lalu ketika aku sempat berbincang, Kinanti sudah menetapkan pilihan untk menolak lamaran Eko. Aku merasa begitu lega.  

"Kau tahu Alan mengapa aku menolak Eko? Karena sebenarnya Eko sedang dekat dengan Irma, rekan dosen di Fakultas lain. Irma rekan dosennya walaupun usianya sudah berumur namun dia masih gadis," suara Kinanti menjelaskan.

BACA JUGA : Lamaran

Saat itu aku sebenarnya merasakan bahwa Kinanti tidak ingin menerima lamaran Eko Priyotomo, rekan Dosen di Kampusnya untuk menjadi suaminya.

"Ya Kinan memang harus tegas jika tidak katakan tidak jika ya katakan ya. Aku jarang menemukan wanita setegas dirimu," kataku memuji Kinanti.

Anehnya keputusan Kinanti ini membuat hatiku merasa lega seolah olah aku tidak jadi kehilangan Kinanti.

"Hai Alan aku kok merasakan nada bicaramu seperti bersorak gembira karena aku menolak lamaran Mas Eko." Kata Kinanti mulai bercanda.

"Hah apa betul? Mungkin ya mungkin juga tidak. Namun jujur saja, mendengar berita ini aku seperti menemukan kembali sahabatku yang hilang."

"Memang sahabatmu hilang dimana?" Tanya Kinanti.

Mendengar ini aku hanya tertawa dan Kinantipun ikut dalam tawa yang lepas.

Wanita memang mahluk yang penuh dengan kebimbangan termasuk Kinanti yang selama ini aku kenal sebagai wanita tegar.

Nanti dulu, berbicara soal bimbang sebenarnya bukan hanya wanita tapi lelakipun demikian. Contohnya?

Profesor Alan Erlangga adalah lelaki penuh kebimbangan untuk menunjukkan cintanya kepada Daisy Listya. Jika tidak bimbang apa yang terjadi? Ah sudahlah aku harus menerima takdirku dengan ikhlas.

Namun dalam Minggu ini aku dikejutkan berita dari Kinanti bahwa dia bertunangan dengan Eko Priotomo, rekan dosennya itu. Akhirnya Kinanti menerima Eko sebagai tunangannya.

"Alan nanti aku jelaskan kenapa aku menerima lamaran Eko!" kata Kinanti ketika dia menelponku.

"Aku sangat senang akhirnya sahabatku mendapatkan jodohnya. Kinan jangan lupa hari pernikahanmu khabari aku!" kataku.

"Okey Alan aku pasti mengundangmu!" kata Kinanti dengan rasa senang.

Penjelasan Kinanti kepadaku mengapa sekarang dia menerima lamaran Eko? Karena Eko bisa meyakinkannya bahwa Eko sudah tidak berhubungan dengan Irma, rekan dosennya dari fakultas lain.

Irma adalah dosen di Fakultas MIPA. Sebenarnya Irma adalah adik kelasnya Eko sewaktu mereka kuliah di Yogyakarta.

Aku baru saja mengucapkan selamat atas pertunangan Kinanti dan Eko Priotomo, rekan sesama Dosen di Fakultasnya. Suara Kinanti hanya menjawab "terimakasih" dengan suara yang lirih. Terdengar gundah di ujung ponsel.

Kini resmi sudah Kinanti menjadi calon istri Eko Priotomo. Setelah Daisy Listya menjadi istri Rizal Anugerah. Maka lengkaplah kini cintaku ada di titik nadir. Benarkah?

Tak ada lagi sebuah harapan, tak ada lagi sebuah pijakan ketika semua sudah pergi. Mungkin hanya Tuhan tempat sebaik baik berharap.

Aku jadi teringat yang dikatakan seorang Filsuf Besar, Al-Ghozali. Simak yang dikatakannya.

Hari ini adalah milikmu. Jika tiba waktu pagi, janganlah engkau menunggu petang datang. 

Hari ini adalah hari yang sebenarnya engkau menghirup udara, hidup dan membuka mata. Hidupmu adalah hari ini. 

Hidupmu bukan hari kemarin yang telah meninggalkan kenangan baik maupun kenangan buruk. Janganlah engkau tenggelam dalam mengingat masa lalu. Jangan pula terlena merenungkan keindahan hidup yang pernah dulu kau jalani. 

Namun hidupmu juga bukan hari esok yang belum tentu engkau akan menjumpainya. Janganlah engkau terlena pada harapan harapan dan angan-angan masa depan. Jangan pula engkau merasa cemas dan takut untuk menghadapi hari esok. 

Lebih baik fikirkan saja hari ini. Hari ini adalah hidupmu, hari yang telah dinaungi oleh sinar Matahari dan engkau mendapati waktu siangmu adalah harimu yang sebenarnya. 

Oleh karena itu usiamu hanya sehari yaitu hari ini. Maka tanamkanlah di dalam hatimu sebuah kehidupan yang nyata pada hari ini seakan-akan dirimu dilahirkan pada hari ini dan mati pada hari ini pula.

Sungguh indah ungkapan yang sangat filosofis ini telah membuatku benar-benar menikmati hari ini.

Aku merasa lega akhirnya Kinanti jadi menikah lagi. Namun hati kecilku berkata bahwa aku seperti kehilangan bagian lain dari hatiku. Ya bagian itu adalah Kinanti Puspitasari.

@hensa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun