"Untuk sementara lupakan dulu saja hal itu. Sekarang Listya sedang dirundung sedih suaminya mengalami gagal ginjal yang sangat parah," kataku.
"Oh Tuhan aku ikut prihatin," suara Kinanti dengan nada sedih.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku bukakan pintu dan di sana berdiri bidadari cantik itu. Listya tersenyum dan aku terpana memandangnya dengan penuh kerinduan.
Bukan aku saja yang terpana tapi kulihat Kinantipun tertegun di tempat duduknya. Setelah sadar baru dia beranjak menghampiri Listya. Mereka berpelukan layaknya dua insan yang saling merindukan karena lama tidak berjumpa padahal ini adalah pertemuan kedua mereka. Sejak bertemu dihari pernikahan itu mereka tidak pernah bertemu.
"Bu Kinan rasanya seperti mimpi bisa bertemu ibu lagi karena selama ini kita hanya bertemu lewat telepon. Ibu baik-baik saja?" Tata Listya sambil memandang Kinanti.
"Ya Listya. Alhamdulillah. Aku juga kangen Listya habis selama ini cuma dengar suara merdumu lewat ponsel sekarang aku bisa bertemu langsung dengan orangnya. Tidak percuma jauh jauh dari Bandung bisa ketemu Listya yang cantik," kata Kinanti memuji. "Pujian hanya untuk Allah. Saya juga bersyukur bisa bertemu Bu Kinan yang tetap awet cantik," suara Listya balas memuji kecantikan Kinanti.
"Listya, pujian hanya untuk Allah," kata Kinanti. Mereka tertawa ditengah dialog-dialog kecil itu. Aku benar-benar menikmati dua mahluk Allah yang mempesona ini.Â
Kinanti masih tetap cantik dengan tutur kata yang lembut dan Listya disaat tersenyum itu rasanya ada kedamaian yang singgah di hati.
Mereka berbincang akrab seperti teman yang sudah kenal lama. Usia yang terpaut jauh tidak menjadi penghalang keakraban mereka.
Aneh juga mengapa Listya dan Kinanti bisa seakrab ini padahal sebelum ini hanya pernah bertemu sekali di hari pernikahan Listya dulu.
Mereka mungkin memiliki chemistry yang identik atau ada faktor lain. Namun jangan-jangan faktor itu adalah aku. Jangan ah nanti malah aku tambah bingung.