Minggu pagi jalan Tol menuju Bandara Juanda tidak begitu padat mungkin karena hari masih pagi.
Aku sepagi itu sudah meluncur menuju Bandara Juanda karena mengejar waktu untuk Kinanti yang kembali ke Bandung hari itu.
Selama dalam perjalanan, tidak habis-habisnya Kinanti membicarakan Daisy Listya.
"Daisy Listya seorang gadis yang sangat mempesona. Kesan pertama berkenalan dengannya, aku sudah terkesan alangkah ramah dan lembut sapaannya." Suara Kinanti sambil melirik kepadaku.
"Aku yakin hatinya juga seramah dan selembut itu. Wajar jika seorang Alan Erlangga harus jatuh hati padanya," kembali suara Kinanti memecah kesunyian ketika kami masih meluncur di jalan Tol menuju Bandara Juanda.
Mendengar kata-kata Kinanti, aku hanya bisa tersenyum hambar. Tersenyum dengan rasa perih karena kini harapan hanya tinggal harapan. Daisy Listya sudah menikah dengan orang lain.
"Ya Kinan. Rasanya aku juga seperti bermimpi bertemu dan berkenalan dengan Listya yang telah membuka hati agar aku jangan hidup di masa lalu. Hiduplah di masa kini." Kataku menimpali perkataan Kinanti.
Listya adalah gadis yang telah membangunkanku dari tidur yang panjang. Rasanya tidak percaya dia menikah dengan orang lain.
"Aku sebenarnya tidak kuasa melihat Listya bersanding dengan pria lain." Suaraku tersekat di kerongkongan. Â
Kinanti hanya menepuk punggungku sambil mengatakan agar aku tabah. Aku hanya bisa berterima kasih atas dukungan Kinanti.
"Kau harus mengerti apa dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya," kembali suara lembut Kinanti.