Muculnya ide tersebut berawal dari keluhan Abu Musa al-Ash'ari, seorang pejabat di Basrah (Irak), tentang kurangnya tanggal yang konsisten pada setiap korespondensi yang dia terima.
Abu Musa al-Ash'ari mengirim surat kepada Khalifa Umar, memintanya mengembangkan cara baru untuk menghitung tanggal atau kalender dengan system Islam.
Khalifa Umar melakukan diskusi dengan para penasihat. Beberapa menyarankan bahwa tanggal kelahiran Nabi bisa digunakan untuk menandai awal kalender baru, sementara yang lain menyarankan tanggal wafat Nabi.
Namun, akhirnya mayoritas setuju bahwa kalender harus dimulai dengan tanggal ketika Nabi melakukan hijrah dari Mecca ke Madinah.
Khalifa Umar kemudian berkonsultasi dengan sahabat Nabi yang sangat dihormatinya, Utsman ibn Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka menyetujui kesepakatan tersebut.
Maka segera Khalifa Umar mengumumkan bahwa tahun di mana Nabi Muhammad berhijrah akan menandai dimulainya kalender Hijriah.
Hijrah Nabi dari Mecca ke Madinah tersebut merupakan upaya menuju ke arah yang jauh lebih baik.
Kalender akan dimulai dengan bulan pertama bernama Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzu Al Hijjah. Maka sudah resmi tahun 622 Masehi yaitu tahun dimana Nabi melakukan hijrah dari Mecca ke Madinah merupakan tahun pertama dalam penanggalan Hijiriah.
Berbeda dengan tahun Masehi yang berdasarkan pada pergerakkan Matahari maka tahun hijrah berdasarkan peredaran Bulan.
Tahun Hijriah terdiri dari 12 bulan. Seperti yang dikatakan Allah dalam Alquran di ayat (36) Surat al-Taubah:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan lawanlah kaum musyrikin itu secara total sebagaimana merekapun melawan kamu dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."