Beberapa hari ini mulai hangat lagi cerita tentang korupsi di Kemenpora ketika Taufik Hidayat bicara terbuka dalam acara talks show bersama Deddy Corbuzier yang tayang di akun Youtubenya.
Pengakuan Taufik Hidayat dalam acara tersebut yang menyebutkan bahwa institusi Kemenpora dipenuhi banyak “tikus” dan perlu dirombak satu gedung penuh. Tentu saja pernyataan ini mengundang banyak tanggapan termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara sebelumnya dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Rabu (6/5/20), Taufik Hidayat selaku Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017, mengakui menjadi perantara pemberian gratifikasi untuk Imam Nahrawi. Uang itu diberikan kepada Imam melalui asisten pribadi Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum.
Kejujuran pengakuan Taufik Hidayat tersebut paling tidak membawa dua dampak yaitu bagi institusi KPK dan juga Kemenpora sendiri. Ada kecenderungan sikap berhati-hati dalam menggunakan uang Negara yang berasal ari APBN.
Dampak pertama adalah pihak KPK yang saat ini terus mendalami semua temuan yang muncul dalam sidang tersebut. Bahkan kabar terakhir menyebutkan bahwa KPK sudah merampungkan kajian mengenai bantuan pemerintah dalam bidang olahraga setelah kasus korupsi pemberian dana hibah yang menjerat mantan Menpora Imam Nahrawi tersebut.
Upaya itu dilakukan berkenaan dengan program pencegahan korupsi di Kemenpora. "Terkait Kemenpora, pasca kasus suap hibah KONI, maka KPK telah menyelesaikan kajian tentang bantuan pemerintah di bidang olahraga pada 2019." Demikian disampaikan oleh Pelaksana Tugas Jubir Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, seperti dilansir CNNIndonesia.com (12/5/20).
Program pencegahan korupsi yang dilakukan KPK ini cukup menarik diikuti karena selama ini institusi anti korupsi ini hanya menjalankan program pemberantasan dan operasi tangkap tangan.
Bentuk-bentuk pencegahan yang dilakukan KPK adalah mendorong kepatuhan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan gratifikasi sebagai instrumen pencegahan korupsi yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara.
Begitu juga dilakukannya kegiatan edukasi dan kampanye antikorupsi. Hal itu untuk mendorong pembangunan sistem pencegahan korupsi. Tujuan utamanya adalah institusi yang bebas korupsi, mendorong praktik pemerintahan yang baik, atau membangun manajemen antisuap.
Jubir KPK, Ipi Maryati juga menjelaskan bahwa melalui upaya perbaikan sistem akan menutup celah atau potensi korupsi sehingga tidak bisa korupsi. Dalam perbaikan sistem, tidak hanya aspek regulasi tetapi juga tata kelola diperbaiki. Seefektif apakah program ini bisa diterapkan, sangat tergantung berbagai factor.
Dampak kedua adalah Kemenpora sebagai institusi Pemerintahan tentu wajib menerapkan hasil kajian yang sudah dilakukan oleh KPK. Insititusi harus mampu belajar dari kasus yang menjerat Menteri mereka. Sudah ada dua Menpora yang terjerat kasus korupsi yaitu Andi Malarangeng dan terakhir ini adalah Imam Nahrawi yang masih menyelesaikan proses persidangan.
Jika Taufik Hidayat mengatakan banyak tikus bersarang di Gedung Kemenpora dalam acara di Youtube nya Deddy Corbuzier, maka KPK berkewajiban menjerat tikus tikus tersebut. Tidak ada cara lain misalnya mengajak para tikus tersebut kembali ke jalan yang benar.
Pada prinsipnya KPK tetap melakukan upaya-upaya pencegahan tersebut terintegrasi dengan penindakan. Upaya pencegahan dengan kajian sistem dilakukan setelah terjadi kasus korupsi pada kementerian seperti yang terjadi di Kemenpora. Baiklah. Selamat bekerja KPK.
Salam hangat dan sehat selalu @hensa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H