"Ya benar Lis. Dia adalah seorang gadis yang sangat aku kagumi. Dia memang bukan Diana Faria tapi dia adalah orang yang telah kembali membuat hidupku menjadi semangat penuh gairah. Dia yang telah mampu menyentuh hatiku seperti Diana Faria dulu." Kataku menjelaskan dengan kalimat yang meluncur begitu saja.
Tiba-tiba saja aku tersadar sebenarnya hal tersebut tidak perlu dikatakan kepada Listya. Maka buru-buru aku meminta maafnya karena sangat emosional.
"Tidak apa-apa Pak Alan. Sebaiknya Bapak harus mengeluarkan seluruh perasaan. Â Jangan didiamkan saja. Saya juga bersyukur jika Bapak sekarang sudah menemukan orang yang telah membuat Bapak merasa bersemangat kembali." Kata Daisy Listya sambil memandangku diiringi senyumnya yang menawan. Â
"Ya Lis terima kasih. Â Oke tidak terasa hari sudah sore begini."
"Betul Pak, kita harus segera pulang!" Ajak Listya.
"Sebaiknya Listya pulang bareng saya. Kostnya dimana?"
"Karang Menjangan. Tetapi masuk gang. Nanti berhenti di depan gang saja. Terima kasih Pak." Ujar gadis anggun yang ramah ini sambil tersenyum.
Sore itu kami meninggalkan laboratorium HPLC dan seperti permintaan Listya mobilku berhenti di depan gang lalu Listya pun pamit kepadaku, tersenyum sambil melambaikan tangan.
Mobil Kijang Kapsulku kembali meluncur di jalan Kota Surabaya yang padat dengan kendaraan pada sore hari itu. Terutama sepeda motor yang memenuhi jalan. Mereka adalah para karyawan pabrik yang pulang kerja sore itu.
Dari arah Kertajaya aku meluncur lurus menuju jalan Dr Sutomo tidak berbelok ke arah jalan Darmo. Sengaja aku menggunakan Tol Dalam Kota sehingga langsung bisa masuk akses Mesjid Al-Akbar. Jalur ini bisa lebih cepat dan menghemat waktu untuk menuju Menanggal, tempat kediamanku. Â
Hari itupun terasa begitu panjang namun ada rasa lega ketika aku ingat bahwa Daisy Listya sudah tahu semuanya tentang Diana Faria.