Maka siang itu dengan menggunakan Damri jurusan Bogor -- Soekarno-Hatta, aku menyusul Aini. Selama dalam perjalanan itu hatiku gundah dan resah sementara waktu terus berlalu begitu cepat. Bus Damri ini serasa begitu lambat untuk segera tiba di bandara. Padahal di Tol Jagorawi itu kecepatannya mencapai 120 km per jam. Â Jalan Tol dalam kota Jakarta begitu padat karena itu kemacetanpun tidak bisa dihindari. Aku semakin gelisah semoga Aini masih bisa aku temui.
Baca Juga : Injakkan Kakimu di Bumi
Sesampainya di Bandara aku berlari menuju Terminal 3 tempat keberangkatan Maskapai Penerbangan Qantas. Aku melihat ke kiri ke kanan berusaha untuk mencari Aini diantara penumpang-penumpang itu. Masih belum terlambat jika aku melihat gadis pujaanku itu maka aku akan memanggilnya.
Oh Tuhan benar saja, aku melihat Aini di sana sedang menunggu antrian pemeriksaan tiket. Kupanggil namanya sambil berlari. Aini berbalik dan dia melihatku. Tuhan, sungguh Engkau Maha Besar. Segala puja puji hanya untukMu.
Aku melihat Ainipun berlari menghampiriku sambil memanggil namaku. Kini kami berhadapan dekat sekali ya dekat sekali tapi tidak mampu untuk berkata-kata dan hanya bisa saling memandang. Kulihat tatapan mata kerinduan yang rasanya pernah kukenal dulu. Bekas tangisan tadi malam masih membekas di matanya yang indah itu.Â
Kami saling bertatapan sambil berpegangan tangan seolah olah seperti dua kekasih yang sudah lama berpisah dan baru bertemu lagi untuk melepaskan kerinduan.
"Hensa!" suara Aini.
"Aini!" suaraku tertahan di kerongkongan.
Sesungguhnya aku ingin segera mengucapkan rasa cintaku kepadanya. Tapi bibirku rasanya terkatup rapat. Lidahku kelu tidak mampu aku berkata-kata lagi selain menatap Aini sepuas-puasnya. Aku seakan tidak mau melepaskannya. Aku seakan ingin memeluknya dan mengajaknya kembali ke Bogor.
Inilah saatnya aku harus mengutarakan cintaku. Tapi sungguh bibirku terkunci. Kata-kata cinta yang sudah aku persiapkan sejak tadi malam seakan hilang entah kemana. Aku melihat bibir gadis yang kucinta itu bergetar menahan tangis. Matanya memandangku dalam kesedihan seolah-olah ini adalah perpisahan yang terakhir kali.
Kedua tangannya memegang tanganku erat-erat seakan tidak mau lepas. Tidak lama kemudian terdengar suara pemberitahuan agar para penumpang pesawat tujuan Brisbane segera bersiap-siap. Mendengar pemberitahuan itu kami baru tersadar.