"Hensa rasanya seperti mimpi malam ini ternyata malam terakhir kita ketemu karena besok aku harus pergi ke Australia. Aku sebenarnya berat meninggalkan kota Bogor ini. Maafkan aku Hensa. Aku terlalu hanyut dengan perasaan ini."
Itu adalah kata demi kata yang diucapkan Aini sambil berurai air mata di Beranda Rumahnya malam itu. Sungguh aku tak bisa melupakan peristiwa malam itu. Aku merasakan ada kesedihan dalam diri Aini malam itu.
Tatapan matanya yang penuh kerinduan jelas sekali aku bisa merasakannya. Malam itu tatapan matanya yang teduh penuh dengan seribu arti padahal aku hanya membutuhkan cukup satu arti saja yaitu arti cinta yang terdalam yang aku tunggu-tunggu.
Sambil dia menatapku, air matanya tak henti terus menitik di pipinya. Hensa tidakkah kau rasakan bahwa hal itu berarti perasaan Aini begitu sedih meninggalkanmu. Hensa kenapa kau tidak yakin bahwa Aini sebenarnya benar-benar mencintaimu jika tidak mengapa dia harus menangis malam itu ketika saat terakhir bertemu denganmu.
Baca Juga : Benarkah Ada Cinta di Beranda Rumahmu?
Hensa tidakkah kau yakin sesungguhnya Aini menganggapmu laki-laki yang istimewa di hatinya, kalau tidak mengapa dia selalu menemanimu dikala kau merasa mengalami kesendirian. Hensa tidakkah kau merasakan cintanya. Malam itu saat berpisah air mata di pipinya terus mengalir deras. Itu berarti dia sangat bersedih harus berpisah denganmu karena harus menuntut ilmu di Seberang Samudera.
"Hen. Aku berharap kau mau hadir mengantarkan kepergianku tapi jika tidakpun malam ini kita kan sudah ketemu. Aku hanya berharap doamu Hen, agar aku diberi ketabahan karena aku merasakan begitu berat  meninggalkan Bogor yang penuh dengan kenangan ini."
Ini juga kalimat yang diucapkan Aini Mardiyah malam itu seakan masih mengiang di telingaku. Kenapa aku tidak begitu cepat merespon perasaannya malam itu. Kenapa keyakinan itu baru muncul saat ini saat Aini tidak berada di sisiku? Saat Aini sudah pergi meninggalkanku.Â
Hari ini mungkin dia sudah berangkat ke Jakarta karena malam ini dia sudah harus  terbang ke Brisbane. Oh Tuhan tiba-tiba saja aku ingin menyusul Aini. Aku harus ke Bandara sekarang. Aku harus menyusulnya untuk bertemu dengan Aini Mardiyah. Aku harus mengatakan cintaku kepadanya sebelum pesawat yang membawanya ke Brisbane terbang jauh.
Aku harus segera bergegas pergi ke Bandara demi cintaku. Aku harus yakin untuk mengatakan cintaku kepadanya. Oh Tuhan kini sudah pukul 14.00 padahal pesawat Aini akan megudara pukul 20.00. Secepatnya aku harus segera langsung pergi ke Bandara Soekarno  Hatta.