Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Benarkah Ada Cinta di Beranda Rumahmu?

11 Agustus 2019   14:37 Diperbarui: 11 Agustus 2019   17:08 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Kujang Kota Bogor (Foto Simbada.kotabogor.go.id) 

"Besok aku harus bersiap karena  dua hari setelah itu ada intensif bahasa Inggris yang harus kuikuti di sana selama tiga bulan sebelum mengikuti kuliah pada awal Agustus, " kata Aini.

Oh Tuhan hanya tinggal malam ini aku bisa bercengkrama dengan gadis ini dan setelah itu aku harus berpisah dalam waktu yang lama. Entah kapan akan dipertemukan kembali dengannya.

Malam itu kami duduk diteras depan. Suasana malam itu seperti berbeda. Kulihat Aini tidak ceria seperti biasanya. Wajahnya yang teduh yang selalu menjadi rasa damai hatiku, terlihat agak bermuram.

"Hensa aku sebenarnya berat meninggalkan kota Bogor ini. Bukan apa-apa aku tidak terbiasa merantau. Di Australiapun nanti aku tinggal di rumah sepupu Papaku yang sudah delapan tahun bekerja di Brisbane. Mudah-mudahan aku betah di sana," kata Aini dengan suara pelan.

"In Sya Allah Aini demi kariermu dan demi masa depanmu kau pasti betah di sana," kataku perlahan namun rasanya kalimat itu terucap seperti tersendat di kerongkongan.

"Hensa rasanya seperti mimpi malam ini ternyata malam terakhir kita ketemu karena besok aku harus pergi ke Australia. Besok aku dapat penerbangan malam pukul 20.00 dari Bandara Soekarno Hatta."

"Iya Aini. Rasanya seperti mimpi. Empat tahun bersama tidak terasa ternyata besok kita harus berpisah." Aku merasakan ada rasa haru dari setiap perkataan Aini malam itu. Aku mencoba memandang wajahnya yang lembut terlihat ada garis-garis kesedihan.

"Hen. Aku berharap kau mau hadir mengantarkan kepergianku tapi jika tidakpun malam ini kita kan sudah ketemu. Aku hanya berharap doamu Hen, agar aku diberi ketabahan karena aku merasakan begitu berat  meninggalkan Bogor yang penuh dengan kenangan ini," suara Aini perlahan hampir tak terdengar lalu aku melihat ada setitik air mata dipipinya.

Sesungguhnya aku terkejut mengapa Aini menangis. Kenapa harus ada air mata itu di pipinya. Apakah dia berat meninggalkan Bogor atau berat meninggalkanku. Aku tidak tahu.

Baca Juga : Tangga Perpustakaan Kampusku

"Maafkan aku Hensa. Aku terlalu hanyut dengan perasaan ini," kata Aini sambil mengusap air mata itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun