Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | [Cemburu] Dari Balik Bingkai Foto

4 November 2018   15:28 Diperbarui: 4 November 2018   15:28 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto Mejakomputer.com

Denis mengajakku berkunjung ke kediaman Oma Rachel hanya sekedar untuk memperkenalkanku sebagai calon istrinya. Oma Rachel yang sudah berusia hampir 90 tahun namun masih kelihatan sehat. Dengan pandangan mata dan pendengaran  yang sangat baik, menyambut kami dengan ramah.

Oma Rachel tinggal di sebuah Rumah berarsitektur lama peninggalan Belanda. Konon kata Denis rumah itu adalah warisan Suaminya yang berdarah Belanda. Selain rumah itu, Oma Rachel juga memiliki kekayaan berupa saham berharga dari beberapa perusahaan property. Oma Rachel tinggal hanya berdua dengan seorang Perawat khusus Lansia.   

"Senang sekali bertemu denganmu, Mayang, " kata Oma Rachel menyapaku lembut. Aku hanya tersenyum menyambut pelukannya.

"Sama-sama Oma" kataku senang. Perkenalan awal yang sangat berkesan.

"Kamu itu lembut seperti mendiang istri Denis. Ya seperti Laura, " kembali suara Oma Rachel sambil menatap Denis, cucu mantunya.  

Aku tersanjung namun juga jadi ragu jangan-jangan Denis memilihku hanya karena aku lembut seperti mendiang istrinya dulu, Laura.  

"Mayang coba perhatikan foto besar Laura di Ruang Tamu itu. Senyumnya mirip kamu, " kata Oma Rachel memecah kesunyian.

Aku memandang foto dengan pigura besar itu. Laura mendiang istri Denis, sedang tersenyum. Apakah mirip dengan senyumku? Mungkin hanya orang lain yang bisa menilai. Tapi yang jelas Laura adalah wanita yang cantik dengan kulit putih dan rambut pirangnya. Garis garis kecantikan wanita berdarah Belanda ini benar-benar sangat memukau.  

"Mayang aku sangat sedih setiap melihat kembali foto Laura. Dulu saat masih hidup, rumah ini penuh ceria. Namun sekarang hanya sepi yang ada, " terdengar ada nada suara Oma Rachel yang terasa getir. Laura adalah cucu satu-satunya.

"Laura pergi dengan cara menyedihkan. Dia terbunuh dan Pembunuhnya belum ditemukan. " Oma Rachel terisak didera rasa sedih yang sangat dalam.

"Sabar Oma biarlah Laura damai di SorgaNya," kataku menghibur. Wanita lanjut usia itu sangat sedih mengingat kembali cucu kesayangannya.

Malam ini kembali aku diajak berkunjung ke Rumah tua itu. Hanya kali ini tidak bertemu dengan Oma Rachel, kata Denis beliau sedang pergi ke luar kota.

Di ruang tamu itu aku memperhatikan foto Laura. Senyum itu ternyata benar mirip dengan senyumku seperti dikatakan Oma Rachel. Semakin aku perhatikan maka senyum itu semakin jelas. Senyum manis penuh dengan ketulusan.

Aku fokus tidak berkedip menatap foto Laura. Aku tersentak dan bulu kudukku berdiri karena ternyata Laura dalam foto itu tersenyum padaku. Laura benar-benar tersenyum. Bibirnya bergerak dan mengatakan sesuatu padaku. Aku terpana dan hanya mampu membisu. Tanpa sadar aku bergegas menuju dapur mengambil sebilah pisau. Kemudian kembali lagi ke ruang tengah menghampiri Denis yang sedang duduk sambil membaca buku.

Dengan kekuatan yang tidak pernah aku sadari, entah berapa tikaman pisau tajam itu menikam ke arah dada lelaki yang gagah dan kekar itu.  Denis tidak sempat berbuat apapun sehingga membuatnya terkulai tak berdaya. Maka, darahpun berceceran di karpet.

Pisau itu masih kugenggam. Ada sisa darah segar di sana. Laura kembali tersenyum di foto itu lalu berkata : "Dialah pembunuhku. Aku tidak rela dia menjadi milik siapapun. Dia hanya milikku, " kata Laura sambil menunjuk mayat Denis. 

Aku hanya membisu. Bibirku kelu dan pisau tajam berlumuran darah itu masih kugenggam.

#hensa #kompasiana 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun