Malam ini kembali aku diajak berkunjung ke Rumah tua itu. Hanya kali ini tidak bertemu dengan Oma Rachel, kata Denis beliau sedang pergi ke luar kota.
Di ruang tamu itu aku memperhatikan foto Laura. Senyum itu ternyata benar mirip dengan senyumku seperti dikatakan Oma Rachel. Semakin aku perhatikan maka senyum itu semakin jelas. Senyum manis penuh dengan ketulusan.
Aku fokus tidak berkedip menatap foto Laura. Aku tersentak dan bulu kudukku berdiri karena ternyata Laura dalam foto itu tersenyum padaku. Laura benar-benar tersenyum. Bibirnya bergerak dan mengatakan sesuatu padaku. Aku terpana dan hanya mampu membisu. Tanpa sadar aku bergegas menuju dapur mengambil sebilah pisau. Kemudian kembali lagi ke ruang tengah menghampiri Denis yang sedang duduk sambil membaca buku.
Dengan kekuatan yang tidak pernah aku sadari, entah berapa tikaman pisau tajam itu menikam ke arah dada lelaki yang gagah dan kekar itu. Â Denis tidak sempat berbuat apapun sehingga membuatnya terkulai tak berdaya. Maka, darahpun berceceran di karpet.
Pisau itu masih kugenggam. Ada sisa darah segar di sana. Laura kembali tersenyum di foto itu lalu berkata : "Dialah pembunuhku. Aku tidak rela dia menjadi milik siapapun. Dia hanya milikku, " kata Laura sambil menunjuk mayat Denis.Â
Aku hanya membisu. Bibirku kelu dan pisau tajam berlumuran darah itu masih kugenggam.
#hensa #kompasianaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H