Sosok Solihin sebagai orang lama yang berkecimpung dalam seluk belum pengolahan gula sangat aku andalkan bisa menangani problem ini.  Pengalamannya  dengan jam terbang yang panjang sebenarnya sudah cukup untuk Solihin menjadi salah satu Administratur di Perusahaan Gula ini.
Siang itu aku sengaja melakukan kunjungan ke dalam pabrik terutama melihat bagian proses kristalisasi gula dengan ditemani oleh Kabag Pabrikasi, Solihin.
"Inilah Pak gula pasir yang dihasilkan dari bahan baku tebu terbakar tadi malam, " kata Solihin sambil tangannya mengambil gula pasir dari karung yang masih belum disegel. Aku memperhatikan gula pasir itu warnanya tidak begitu putih, mungkin masuk kategori di bawah standar SNI.
"Warnanya agak coklat ya Pak Solihin" komentarku sambil memperhatikan gula pasir yang digenggam Solihin. Aku sebenarnya ingin melihat dampak yang ditimbulkan di stasiun kristalisasi ini akibat bahan baku tebu terbakar. Solihin hanya menjelaskan sejauh ini masih aman tidak ada kendala gumpalan zat dextran yang ditakutkan timbul di sana.
"Oh ya Pak Pras, kemarin ada Pak Brotodewo menghadap?"
"Iya membicarakan kordinasi tebang terutama pencegahan tebu terbakar" kataku menjelaskan. Solihin kelihatan terdiam namun seperti ada hal penting yang hendak dikatakan.
"Ada apa Pak Solihin? Kelihatannya ada yang mau disampaikan"tanyaku. Pertanyaanku rupanya sedikit mengejutkannya dilihat dari raut muka yang gugup.
"Tidak apa-apa Pak, " kata Solihin. "Hanya saja saya ingin mengatakan tahun lalu biang kebakaran tebu itu akibat ulah dari anak buahnya Brotodewo. Sengaja dilakukan agar kebun tebu miliknya menjadi pilihan pertama tebang." Mendengar penjelasan ini tentu saja aku terkejut dan tidak menyangka jika tebu terbakar yang terjadi sekarangpun jangan-jangan memang ulah dari Brotodewo.
Informasi dari Solihin ini tentu saja sangat penting dan aku harus meyakini dan mempercayai stafku sendiri. Benar-benar diluar dugaan jika hal tersebut benar-benar terjadi, sungguh aku sangat kecewa dengan ulah Brotodewo yang selama ini merupakan mitra bagi pabrik gula.
Persoalan tebu terbakar ini benar-benar telah menguras pikiranku. Diluar jam kerjapun aku masih terus intensif mengawasi kegiatan proses di pabrik dengan cara komunikasi dengan staf dan kabag yang bertugas.
Malam itu baru saja aku selesai makan malam ketika sebuah nada panggilan dari hand phone. Rupanya Brotodewo menyampaikan kabar terbaru tentang tebu terbakar. Broto minta izin bertemu denganku. Hanya berselang tidak sampai lima menit Brotodewo sudah berada di teras dengan ditemani Satpam penjaga Rumah Dinas Administratur. Ternyata Broto tidak sendiri, dia membawa seseorang. Mereka aku persilahkan duduk di ruang tamu.