Jika Pemerintah bersama dengan mitra dari pihak swasta bisa memenuhi kebutuhan gula nasional sehingga mampu memenuhi swa sembada gula nasional maka secara tidak langsung juga sinergis dengan program pengembangan inovasi energi terbarukan.Â
Hal ini karena hasil samping dari produksi gula pasir akan dihasilkan tetes (molasses) yang melimpah. Sebesar 1,1 juta ton tetes yang diperoleh bisa menghasilkan 250 juta liter bioetanol per tahun.
Indonesia sudah sangat mendesak untuk segera memanfaatkan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak atau BBM yang digunakan selama ini.Â
Apabila sekitar dua puluh persen saja dari total kebutuhan BBM tersebut disubstitusi dengan bioetanol, maka terbuka adanya peluang pasar bioetanol sebesar 6,68 milyar liter per tahun.Â
Kadar tersebut yang memenuhi syarat untuk dilakukan pencampuran bioetanol dengan BBM menjadi Gasohol E-10 yaitu produk bahan bakar dengan kandungan 10 % bioetanol.Â
Untuk menunjang inovasi tersebut, mungkin fakta dilapang masih belum terpenuhi yaitu target produksi bioetanol dari pabrik alkohol yang sekarang beroperasi.
Sebenarnya sudah jauh-jauh sebelumnya pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar.Â
Presiden menginstruksikan 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah percepatan dan pemanfaatan biofuel.Â
Kemudian disusul dengan SK Dirjen Minyak dan Gas Bumi No. 3674/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 yang mengizinkan pencampuran bioetanol kedalam gasoline hingga 10% termasuk memberikan subsidi sebesar Rp 1.000 per liter kepada produsen bahan bakar nabati (BBN) seperti bioetanol dan mandatory kepada industri untuk menggunakan BBN.
Potensi bahan baku sudah tersedia sangat berlimpah, teknologi sudah dikuasai dan semua perangkat hukum serta dukungan Pemerintah sudah jelas.Â