[caption caption="My Diary Foto Fiksiana Community"][/caption]Peserta No.3 Hendro Santoso
Dear Diary
Waktu itu aku pernah menulis sebuah cerpen. Hanya coba-coba saja untuk sekedar mencurahkan perasaanku yang selalu buntu. Jika dibiarkan tidak mengalir khawatir membahayakan denyut jantungku semakin berdegup kencang. Apalagi jika saat aku bertemu dengannya. Dalam cerpen itu kalimat demi kalimat kurangkai menjadi untaian cerita yang mengalir indah. Berulang-ulang aku membaca alinea demi alinea. Memang indah sekali. Cerpen ini bercerita tentang kecantikan seorang gadis. Bukan hanya cantik secara fisik namun juga nun jauh di dalam jiwanya ada kecantikan yang mengalir melalui tutur katanya, tatap matanya, senyum bibirnya, ramah sapanya dan akrab candanya. Aku sangat mengaguminya. Sungguh inilah wanita idaman yang sangat aku inginkan menjadi Ibu dari anak-anakku. Hanya saja saat ini dia hanya seorang sahabat terbaikku. Jujur aku sangat mencintainya namun dia lebih memilih bertunangan dengan Pria lain.
Dear Diary
Cerpen ini aku tulis di sini. Tolong jangan sampai dia tahu aku menulis cerpen ini. Apalagi sampai dia membacanya. Biar saja hanya Kamu, Dear Diary yang tahu cerpen ini. Sebulan yang lalu aku masih ingat ketika dia mengatakan sangat menyukai cerpen dan menginginkan aku membuat cerpen untuknya. Aku memang tidak meng iya kan permintaannya namun juga tidak menolak. Pada awalnya aku ingin memberikan cerpen ini kepadanya namun aku mengurungkan niatku itu. Aku berfikir jika dia membaca cerpenku maka sama saja dia akan tahu isi hatiku padahal dia sudah bertunangan dengan Pria idamannya. Akupun nanti mungkin akan dikatakannya sebagai seorang sahabat yang tidak tahu diri.
Dear Diary
Itulah alasan kenapa aku tidak mengizinkan dia untuk membaca cerpenku. Satu lagi alasan yang sampai saat ini belum kutemukan jawabannya. Aku tidak mau hanya karena aku berbeda keyakinan dengannya lalu aku tidak boleh menyatakan cintaku. Mungkin dia akan menolak cintaku karena perbedaan keyakinan ini dan selalu mengatakan padaku bahwa kita lebih baik bersahabat. Toh persahabatan dengan penuh cinta jauh lebih indah dari percintaan itu sendiri. Benar. Akupun menyadari bahwa pernikahan harus atas dasar keyakinan yang utuh. Tanpa keyakinan yang utuh maka tidak akan pernah ditemukan kebahagiaan yang utuh.
Dear Diary
Hari-hari bersamanya mungkin hanya tinggal kenangan bagiku. Tentu saja kenangan indah yang selalu aku ingat sepanjang hayatku. Teringat sewaktu SMA dulu, aku selalu bersamanya pergi dan pulang sekolah. Belanjar Matematika, Biologi maupun Kimia selalu bersama. Ikut dalam kepengurusan OSIS juga selalu bersama. Ah memang persahabatan yang sangat indah. Lebih istimewa lagi masuk Perguruan Tinggi bisa bersama pula pada Fakultas yang sama. Aku sampai berfikir apakah dia ini jodohku? Apakah dia ini memang dihadirkan olehNya untukku? Hingga akhirnya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut membuatku tertunduk. Dia mengatakan kepadaku dengan rasa gembira bahwa dia akan bertunangan malam ini. Aku sebagai sahabat dekatnya tentu saja harus gembira juga, walaupun aku saat itu tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa ini. Kecewa kepada diriku sendiri.
“Aku turut bahagia atas pertunanganmu!” kataku dengan suara bergetar.
“Terima kasih sahabatku. Malam nanti aku sengaja mengundangmu secara khusus karena kau adalah sahabat istimewaku!” katanya dengan rasa bahagia. Wajahnya yang cantik penuh dengan bunga cinta. Aku harus ikut bahagia atas pertunangan sahabatku ini.