Mohon tunggu...
Henry Halim Oktakusuma
Henry Halim Oktakusuma Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan BUMN

Menulis agar tetap bisa berpikir dan ikut berpartisipasi membangun peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mindset Orangtua Penyebab Stunting Anak

30 April 2024   16:03 Diperbarui: 30 April 2024   16:36 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Stunting tidak hanya soal gizi yang kurang dalam tubuh anak, tapi mindset dan pengetahuan orang tua yang lebih penting."

Isu stunting pada anak menjadi populer sekarang ini dibahas banyak orang karena masih tingginya angka stunting pada anak Indonesia, ditambah isu stunting menjadi salah satu fokus rencana kerja dari ketiga calon presiden Indonesia pada Pemilu tahun 2024 ini.

Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan didapat data dari statistic PBB tahun 2020 mencatat lebih dari 149 juta balita dari seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan balita dari negara Indonesia. Melihat data prevalensi (proporsi dari populasi) stunting Indonesia masih tinggi yaitu dikisaran 21,6% sedangkan target yang ingin dicapai adalah 14% pada tahun 2024 ini. Artinya banyak sekali balita Indonesia yang mengalami stunting.

Apa itu Stunting?

Mengutip dari WHO, stunting artinya "gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar." Stunting tersebut menurut UNICEF disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk.

Sederhananya, stunting adalah kondisi gangguan pada pertumbuhan anak yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan. 

Ironinya banyak orang yang masih menganggap stunting bukan masalah besar pada anak, bahkan menyepelekan terkait pemenuhan gizi untuk anak. Tapi lucunya, banyak orang tua yang tidak terima jika anaknya tergolong stunting saat disampaikan pihak kesehatan. Padahal dampak dari stunting tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan anak.

Dampak Stunting

WHO menyampaikan dampak dari stunting adalah "daya tahan tubuh lemah sehingga mudah sakit, pertumbuhan badan yang kurang maksimal, dan tidak optimalnya perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak."

Tapi perlu dicatat bahwa anak yang berbadan pendek belum tentu mengalami stunting, namun anak yang stunting sudah pasti akan berbadan pendek.

Dampak stunting bukan hanya membuat anak memiliki postur badan yang tidak maksimal, tetapi lebih mengkhawatirkan hingga anak tumbuh dewasa. Stunting yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya gizi anak akan berdampak pada imunitas tubuh anak menjadi lemah, sehingga sangat mudah sakit dan sangat rentan terjangkit virus yang berbahaya.

Selain itu, dampak stunting juga memengaruhi tidak maksimalnya perkembangan koginitf, motorik, dan intelektual anak. Dampaknya anak akan sulit berkomunikasi dan sulit untuk memproses informasi yang diberikan atau yang ada di sekitarnya, sehingga pertumbuhan otak anak pun mengalami keterlambatan.

Tentu ini akan menjadi kesulitan bagi anak dalam proses belajar di rumah, di sekolah, atau bergaul dengan teman-temannya.

Penyebab Stunting

Menurut saya selain gizi yang kurang terpenuhi, peran pengetahuan dan mindset orang tua juga menjadi hal penting penyebab stunting pada anak. Daripada menyalahkan pemerintah, menyalahkan anak, bahkan menyalahkan hidup, sebaiknya menyiapkan diri terlebih dahulu sebelum memutuskan menjadi orang tua bagi anak.

Ini beberapa mindset orang tua yang harus dihindari sebagai penyebab stunting pada anak:

  • Mental Merasa Miskin

Memang angka penduduk miskin di Indonesia menurut BPS masih tinggi, yaitu sebanyak 25,9 juta orang dilihat dari penghasilan yang masih rendah. Tapi bukan berarti orang tua memiliki mental "miskin" saat memiliki anak. Karena masyarakat berpenghasilan menengah pun juga banyak yang memiliki mental "miskin". Apa itu mental "miskin"?

Menurut saya, mental "miskin" itu ketika orang tua sudah melabeli dirinya orang miskin sehingga sudah pasti tidak bisa berbuat yang baik untuk gizi anak. Seperti pernyataan, "saya ini miskin jadi nggak ngerti gizi itu apa", "keluarga miskin seperti kami ini yang penting anak bisa hidup aja sudah syukur", "kami ini keluarga miskin, jadi bodoh soal gizi atau apapun".

Jujur, jika mendengar ada orang yang berbicara seperti itu hanya bisa menghela nafas. Begini, mungkin benar secara penghasilan termasuk keluarga miskin, tapi seharusnya tidak secara mental. Peran pemerintah untuk membantu keluarga miskin juga sudah ada, dengan menyediakan pelayanan posyandu untuk edukasi mengenai gizi anak, bantuan pangan berupa beras dan protein, BPJS untuk konsultasi dengan dokter untuk mengetahui tumbuh kembang anak. Tapi sayangnya, bantuan tersebut tidak digunakan oleh banyak orang tua untuk kehidupan anaknya.

Ironinya, di saat kurangnya atau bahkan tidak bisa terpenuhinya kebutuhan gizi anak, masih banyak orang tua yang lebih memprioritaskan "kebutuhan" yang dirasa tidak urgent untuk dipenuhi. Seperti orang tua yang lebih memilih membeli rokok daripada telur untuk anak atau bahkan lebih memilih bermain judi online daripada membeli sayur untuk anak. Justru, mindset orang tua seperti inilah yang menjadi penyebab utama stunting pada anak.

Memang ini soal prioritas, ketika memutuskan ingin memiliki anak tentu yang menjadi prioritas orang tua adalah pemenuhan gizi sebagai hak anak dalam menjalani hidup. Jadi, bukan masalah miskin atau tidaknya orang tua tetapi mindset dan kebiasaan orang tua inilah yang perlu diubah untuk bisa mencegah stunting pada anak.

  • Tidak Mau Membaca

Penyebab stunting pada anak selanjutnya adalah masih banyaknya orang tua yang tidak mau membaca perihal gizi, pola parenting yang baik, tumbuh kembang anak, dan lainnya yang berhubungan dengan anak.

Contoh yang paling sederhananya, ketika orang tua memberikan susu formula pada anak. Ada saja orang tua yang membuatkan susu tidak sesuai dengan aturan pakai, sehingga susu yang diminum oleh anak itu sangat encer. Kalau seperti ini, kandungan zat pada susu itu tentu akan sangat tidak maksimal didapat oleh tubuh anak. Hal itu disebabkan karena orang tua tidak mau membaca aturan pakai susu formula.

Bisa dikatakan, kegiatan membaca yang berhubungan dengan perkembangan anak itu menjadi hal wajib bagi orang tua. Sudah banyak artikel dan jurnal yang membahas tentang tumbuh kembang anak, cara mencegah stunting pada anak, atau yang membahas aktivitas yang bisa merangsang kemampuan kognitif dan motorik anak.

Sayangnya, orang tua di Indonesia masih sangat banyak yang malas membaca, dengan berbagai macam alasan. Padahal semua informasi yang diperlukan anak dalam perkembangannya, salah satunya tentu dari membaca. Kegiatan membaca pun tidak harus dari buku, era digital sekarang sangat mempermudah semua orang, membaca dari handphone pun sudah bisa, atau saat memberikan ASI juga bisa sambil membaca. 

Ketika minimnya pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, maka resiko stunting pada anak akan tinggi. Asupan makanan yang sembarangan untuk anak, tidak pahamnya peran vitamin bagi ibu dan anak menjadi penyumbang terbesar penyebab stunting pada anak.

  • Terlalu Percaya Mitos

Ironinya, disaat banyak orang tua malas untuk membaca tapi sangat percaya pada mitos mengenai tumbuh kembang anaknya, termasuk memperbolehkan anak mengonsumsi apapun yang dianggap orang tua itu baik atau tidak apa-apa bagi anak yang masih bayi ataupun balita. Alasannya adalah agar anak kuat dan terbiasa dengan segala jenis makanan dan minuman saat besarnya, padahal itu biasanya hanya berlandaskan asumsi dari orang zaman dahulu bukan pada hasil medis.

Salah satunya adalah memberikan minuman kopi pada anak yang masih bayi atau balita, katanya itu bertujuan agar perut dan kondisi badan si anak kuat dan tidak mudah sakit. Apakah ini benar? Tentu saja ini mitos. Dasarnya hanya pada asumsi "anak zaman dahulu tidak apa-apa" dan itu diyakini benar oleh beberapa orang tua.

Dalam kasus memberikan kopi pada anak tersebut, faktanya berdasarkan medis dan gizi, minuman kopi dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Kenapa?

Pertama, kopi dapat mengganggu jam tidur anak atau insomnia. Kita semua tahu efek dari kopi salah satunya adalah membuat kita tidak mengantuk. Sedangkan bayi atau balita waktu tidurnya minimal harus sebelas jam per hari untuk menunjang pertumbuhannya. Tentu pertumbuhan anak akan terganggu jika waktu tidurnya kurang.

Kedua, kopi membuat pola makan anak tidak teratur karena kopi dapat menekan nafsu makan. Jika anak diberikan kopi maka akan sulit merasa lapar sehingga asupan nutrisi yang masuk ke tubuh anak juga akan sedikit. Padahal anak di fase bayi atau balita sangat membutuhkan banyak nutrisi dari makanannya. Tapi sayangnya, hal ini banyak "diwajarkan" oleh orang tua jika anak sedikit makannya.

Ketiga, kopi yang dapat meningkatkan asam lambung tentu akan berdampak tidak baik bagi anak karena kondisi organ tubuh anak masih dalam tahap perkembangan. Akan sangat berbahaya bagi kesehatan lambung dan pencernaan anak jika dibiasakan untuk meminum kopi.

Ini bukan sekedar soal minum kopi atau minuman semacamnya yang diberikan pada anak, tapi soal pengetahuan dan kepedulian orang tua pada nutrisi, pola makan, dan pola tidur anak.

Hal lain misalnya seperti memberikan makanan atau minuman manis yang cukup banyak pada anak, membiarkan anak tidur di waktu larut malam, dan semua hal mitos yang berlandaskan pada "kata orang tua dahulu."

Mindset percaya mitos ini masih cukup banyak dipegang oleh orang tua dengan dalil "manut pada orang tua" dan "anak zaman dahulu saja tidak apa-apa". Padahal zaman sudah berkembang, ilmu pengetahuan dan penelitian terkait tumbuh kembang anak juga sudah banyak dilakukan oleh ahli, yang seharusnya bisa membuat banyak orang tua membuka pikiran, menambah wawasan, dan mengubah mindset dalam menjaga pertumbuhan anak.

Kesimpulan

Stunting tidak hanya soal gizi yang kurang dalam tubuh anak, tapi mindset dan pengetahuan orang tua yang lebih penting dalam menjaga tumbuh kembang anak tersebut. Karena anak yang masih bayi atau balita tidak bisa menentukan makanan dan minuman apa yang masuk ke tubuhnya, sehingga peran orang tua yang menjadi vital untuk menentukan apakah anak akan berada pada kondisi stunting atau tidak.

Sebagai orang tua harus memiliki pemikiran yang berorientasi pada anak dan menggunakan semua sumber pengetahuan yang berlandaskan pada hasil penelitian medis, agar bisa mengantisipasi kemungkinan anak stunting. Bukan pemikiran yang berorientasi pada kebiasaan zaman dahulu yang belum bisa dibuktikan kebenarannya, dan orang tua harus menjadikan asupan gizi anak dan istri sebagai prioritas kebutuhan utama dalam rumah tangga, karenan gizi ibu dan anak menjadi penentu stunting atau tidaknya anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun