Mohon tunggu...
Henry Halim Oktakusuma
Henry Halim Oktakusuma Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan BUMN

Menulis agar tetap bisa berpikir dan ikut berpartisipasi membangun peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membaca untuk peradaban Bangsa yang Hidup

23 Juli 2023   14:00 Diperbarui: 23 Juli 2023   14:02 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: pexels.com/@polina-zimmerman/

"Menulis adalah membangun peradaban. Membaca menghidupkan peradaban itu." - J. S. Khairen

Iqra’ yang berarti “Bacalah” sebagai ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di kondisi masyarakat Arab yang memiliki peradaban tertinggal dan sangat buruk. Tapi setelah Iqra’ turun, disyiarkan, dan menjadi kebiasaan bagi masyarakat maka bangsa Arab perlahan mengarah ke peradaban yang lebih maju. Hasilnya, masyarakat hidup dalam kesejahteraan, kebahagiaan, ilmu dan pengetahuan berkembang pesat, hingga puncaknya dunia melihat betapa besarnya peradaban yang dibangun oleh kekuatan yang berasal dari Iqra’ atau membaca.

Dalam konteks tersebut, Al Qur’an ingin menunjukan bahwa dengan kebiasaaan membaca bisa membuat suatu masyarakat bahkan suatu bangsa yang awalnya terpuruk, menjadi bangkit dan memiliki peradaban yang sangat maju. Hal tersebut juga kita bisa lihat di zaman sekarang ini, bagaimana negara-negara di sebelah barat sana bisa sangat maju ketika mereka terbiasa membaca. Bahkan beberapa negara di Asia yang secara geografis tidak seluas dan tidak sekaya Indonesia, bisa sangat maju di segala bidang kehidupan.

Melihat dewasa ini, bagaimana kehidupan generasi muda Indonesia yang sangat diharapkan menjadi ujung tombak pergerakan Indonesia di masa depan menuju sebuah kemajuan, tapi sangat disayangkan sebagian besar dari anak-anak muda kita tidak suka membaca, mirisnya lagi bisa disebut tidak mempunyai minat baca terhadap buku, informasi, maupun keadaan sekitar.

Hasil data dari UNESCO yang menyebutkan minat baca orang Indonesia hanya berada di kisaran 0,001%. Angka tersebut menunjukan betapa sangat rendah kemauan kita untuk membaca. Dan itu menjadi sebuah aib memalukan bagi kita. Lalu bagaimana kita bisa tampil di panggung dunia? Jika membaca saja tidak mau.

Disebutkan oleh Ir. Hernowo, seorang dosen dari STFI yang juga mendapat penghargaan dalam World Book Day Indonesia I pada tahun 2006 silam, “Jika kau ingin mengenal dunia maka membacalah, dan jika kau ingin dikenal oleh dunia maka menulislah.

Padahal dengan membaca kita bisa mendapat wawasan yang sangat luas dari penjuru dunia. Hanya dengan membaca buku saja kita bisa mengetahui bagaimana kehidupan negara lain. Membaca juga membuat kita mampu mengolah dan mencerna informasi dengan proses berpikir yang benar sehingga tidak mudah diprovokasi atau termakan hoax yang sangat banyak sekarang ini. Itulah juga menjadi salah satu penyebab kenapa orang Indonesia sangat mudah diadu domba hanya karena suatu perihal kecil.

Memang jika dilihat dari statistik oleh BPS, tingkat buta aksara orang Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2019 1,78 % menjadi 1,71% di tahun 2020 lalu. Tapi penurunan tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya minat baca masyarakat Indonesia.

Dalam gerakan World Literacy disepakati bahwa semakin tinggi tingkat aksara, maka akan menyebabkan keberhasilan pembangunan di suatu masyarakat. Dan itu sudah dibuktikan oleh beberapa negara maju ketika mereka dalam keadaan terpuruk.

Bisa kita ambil contoh negara Jepang, pada saat mereka hancur ketika dijatuhi bom atom dalam Perang Dunia II. Tapi bagaimana Jepang bisa bangkit dan berkembang dengan sangat cepat bahkan melampaui negara Asia lainnya? Beberapa pengamat menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah minat baca dan pendidikan yang tinggi di Jepang. Masyarakat Jepang paham betul bagaimana pola pikir dari hasil membaca itu sangat penting dalam membangun kembali bangsa mereka dan berdiri di hadapan dunia.

Contoh lain bisa kita lihat bagaimana Revolusi Industri yang terjadi di Eropa. Apa yang para ilmuwan lakukan sehingga bisa memantik majunya peradaban Eropa? Tidak lain adalah membaca dan mempelajari penemuan dari zaman sebelum mereka. Masyarakat Eropa juga paham bahwa kegiatan membaca pengetahuan dan mempelajari ilmu akan sangat mempengaruhi dalam perkembangan negara.

Di negara ini sebenarnya sudah ditunjukan dan dibuktikan oleh para Founding Fathers kita bagaimana membaca sangat mempengaruhi pergerakan perjuangan sehingga bisa merdeka dari penjajah.

Bung Karno sangat suka membaca. Itu juga yang mempengaruhi cara beliau berorasi, mempelajari masyarakat, pandangan kebangsaan, dan memahami arti sebuah kebebasan hidup bernegara.

Bung Hatta, yang terkenal sangat intelektual dalam perpolitikan bangsa, juga begitu banyak buku yang beliau baca. Hingga sebuah kalimatnya yang sangat terkenal terucap, “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.

Para Founding Fathers mengerti bahwa membaca dapat mempengaruhi pikiran, kecerdasan, karakter, dan pengambilan keputusan seseorang. Begitu pula yang disebutkan oleh A. M. Fatwa, bahwa semakin banyak orang membaca buku maka akan semakin sehat pikiran. Sebaliknya, semakin sedikit orang membaca buku maka pikiran akan kering kerontang dan peradaban pun akan hancur.

Sudah menjadi tugas generasi muda Indonesia sekarang untuk mulai meningkatkan minat bacanya, karena di bahu merekalah peradaban negeri ini dipertaruhkan. Akan semakin majukah atau malah tertinggal jauh? Akan semakin menguatkah atau malah hilang peradaban bangsa ini?

Memang tidak mudah membangun budaya baca di tengah masyarakat Indonesia, tidak hanya menyediakan ruang baca atau fasilitas pendukungnya tapi dengan membangun pola pikir masyarakat yang hidup harus berdampingan dengan buku.

Bahkan saat ini pemerintah melalui Kemdikbudristek dan Kemkominfo sudah mendukung gerakan literasi digital. Semua bentuk keliterasian akan didukung penuh secara digital agar bisa sampai ke daerah yang jauh dari toko buku atau perpustakaan. Dengan kemudahan akses sekarang terutama di perkotaan, kenapa kita masih saja malas untuk membaca?

Pola pikir masyarakat yang perlahan harus diubah, dari yang hanya sekedar mendengar berpindah membaca. Dari yang langsung percaya pada sebuah informasi, berpindah untuk melakukan validasi dengan membaca. Dan menjadikan membaca sebagai kegiatan yang harus dibiasakan oleh masyarakat Indonesia dimanapun, apapun status sosialnya, dan tanpa memandang gengsi.

Karena dengan membaca buku, ilmu, dan pengetahuanlah yang akan mempertahankan bangsa ini, membawa pada peradaban yang lebih maju, dan hasil akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Ini menjadi pengingat bagi kita betapa pentingnya kebiasaan membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun