Mohon tunggu...
HENRYAN WIJAYANTO
HENRYAN WIJAYANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Industri Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Keunikan Kebudayaan Masyarakat di Bali

23 Maret 2023   22:22 Diperbarui: 25 Maret 2024   13:58 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bali atau sering dikenal sebagai pulau Dewata terletak diantara pulau Jawa dan pulau Lombok. Sebelum berdiri sebagai provinsi, Bali merupakan bagian dari Provinsi Sunda Kecil bersama dengan Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor. Bali resmi menjadi provinsi pada tahun 1958 dengan Singaraja sebagai ibukota, dan tahun 1960 ibukota berpindah ke Denpasar. 

Bali dikenal oleh dunia luar sebagai destinasi populer di indonesia karena memiliki bermacam macam daya tarik yang membuat wisatawan ingin mengunjungi bali baik keindahan pegunungan, pemandangan alam, pesisir pantai  dan desa desa yang asri. 

Tidak hanya terdapat tempat rekreasi karena Bali terkenal dengan kota Seribu Pura di Bali juga terdapat kebudayaan, kesenian serta tradisi yang unik, ditambah banyak budaya lokal setempat yang berhubungan dengan kebiasaan atau tradisi turun temurun yang di wariskan akan menjadi daya tarik Bali sendiri. Berikut keunikan dan budaya yang ada di Bali,

        

         1. Omed - omedan

Omed - omedan atau disebut dengan ritual berciuman adalah upacara unik yang dilakukan oleh penduduk Banjar  Kaja Sesetan. Tradisi tahunan ini juga memiliki syarat yaitu belum menikah dan berumur kisaran 17 - 30 Tahun. 

Omed - omedan  dilakukan 1 hari setelah hari raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2023. Proses ritual secara singkat yaitu pemuda pemudi diwajibkan mengikuti sembahyang terlebih dahulu agar mendapat keselamatan dan setelah itu antara Laki - laki dan perempuan dipisah dan saling berhadapan di jalan raya Sesetan Denpasar. Antara kedua kelompok itu akan dipilih salah satu dan ditpertemukan lalu peserta mengunci bibir dan berciuman sambil disiram air.

            2.  Mekepung

Mekepung adalah sebuah tradisi dimana kerbau kerbau akan diadu kecepatannya oleh joki untuk sampai garis finish. Balap kerbau ini terdapat di kecamatan Melaya kabupaten Jembrana, Bali Barat. 

Sejarah singkatnya untuk melepas penat dan mewujudkan suasana yang gembira, para buruh sepakat untuk mengadakan kompetisi adu cepat diatas pedati (gerobak pengangkut hasil panen) yang akan ditarik oleh sapasang kerbau dan tanah yang digarap sebagai lintasannya. 

Acara ini dimulai pada pagi hari sekitar jam 07.00 dan berdurasi sekitar 5 jam. Acara Mekepung ini diadakan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober dan November dan juga dapat dilakukan dua kali dalam satu bulan.

          3. Nama Depan yang Sama

Bila diperhatikan lagi, penduduk Bali memiliki nama depan yang sama mengapa demikian? Karena nama depan orang Bali untuk menempatkan posisi urutan lahir disebuah keluarga. 

Wayan berasal dari kata wayahan artinya paling matang yang digunakan untuk anak pertama. Made berasal dari kata Madia artinya tengah yang dipakai untuk anak kedua. 

Nyoman berasal dari kata uman yang memiliki makna sisa/ akhir yang dipakai untuk anak ketiga, jadi bali memiliki pandangan keluarga sebaiknya memiliki 3 anak saja. Apabila memiliki anak lebih dari tiga akan diberi nama Ketut yang memiliki arti sebuah pisang kecil diujung terluar atau disebut "bonus" yang tersayang.

            4. Mekere-Kere 

Perang Pandan adalah salah satu tradisi yang ada di salah satu Desa tertua yang ada di Bali yaitu, Desa Tenganan, Kecamatan Karangasem, Bali.  Perang pandan dilakukan setiap setiap bulan kelima dalam penanggalan desa adat Teganan. 

Ritual ini dilaksakan selama dua hari dengan durasi waktu 3 jam yang dimulai dari jam 2 siang dengan berlokasi di depan balai pertemuan desa Teganan, tujuan dari Perang pandan antara lain yaitu untuk menghormati Dewa Indra atau Dewa Perang.

Perang Pandan, seperti namanya perang ini menggunakan pandan berduri sebagai senjata utamanya. pandan yang sudah diikat sehingga berbentuk seperti gada, kemudian peserta perang pandan ini menggunakan tameng yang terbuat dari rotan yang di anyam berfungsi untuk melindungi diri dari serangan lawannya. Peserta perang pandan adalah pemuda desa Tenganan dan luar desa Teganan dengan memakai pakaian adat Teganan yaitu kain tenun Pegringsingan. 

Perang pandan dilakukan dengan diiringi musik gamelan seloding, seloding adalah alat musik daerah Teganan yang dimana alat musik ini tidak bisa sembarang dimaikan dan hanya orang yang disucikan saja yang bisa memainkan alat ini serta seloding ini memiliki pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu tidak boleh menyentuh tanah.

          5 . Mekotek

Mekotek merupakan tradisi umat Hindu di Bali, Upacara Mekotek dilakukan oleh masyarakat Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Upacara Mekotek dilakukan sebagai simbol kemenangan juga sebagai upaya untuk menolak bala bahaya yang pernah menimpa Desa Munggu pada puluhan tahun yang lalu. Mekotek dilakukan pada sabtu kliwon setiap 6 bulan sekali. 

Tepatnya pada Hari Raya Kuningan atau setelah Hari Raya Galungan selama pelaksanaan upacara, peserta wajib menggunakan pakaian adat madya, yaitu kancut dan udeng batik. 

Upacara ini dimulai dari peserta yang berkumpul di Pura Munggu untuk melakukan persembahyangan guna kelancaran upacara, setelah selesai sembahyang peserta akan melakukan pawai menuju sumber air di kampung Munggu.

Pawai upacara Mekotek diikuti oleh 2.000 peserta, yang merupakan penduduk desa Munggu yang berusia 12 sampai 60 tahun, saat pawai Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 50 orang. 

Masing masing kelompok akan membuat bentuk segitiga dengan menggabungkan kayu kayu membentuk kerucut lalu mereka akan berputar dan berjingkrak dengan diiringi musik gamelan.

Seseorang yang memiliki kaul atau nyali akan mendaki naik kepuncak kerucut lalu akan melukan atraksi berupa mengangkat tongkat sembari menabrakkan pada kelompok lain yang mendirikan tumpukan kayu. Sampai di sumber air semua perangkat akan diberi tirta suci untuk dibersikan, setelah itu saat pulang peserta kembali melakukan pawai menuju Pura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun